Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... Lainnya - ASN | Narablog sejak 2010

Introvert, Millenial, Suka belajar hal-hal baru secara otodidak.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pendidikan Formal Vs Nonformal, Mana yang Lebih Ampuh?

23 Juli 2024   20:12 Diperbarui: 23 Juli 2024   20:33 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pernah nggak sih kamu merasa gelisah soal pendidikan anak-anak kita? 

Tenang, kamu nggak sendirian! Banyak orangtua dan pendidik yang mulai bertanya-tanya, "Apa sekolah formal aja cukup buat anak-anak kita hadapi dunia yang makin kompleks ini?"

Coba kita lihat realitanya:

  • Akses yang terbatas: Ternyata masih banyak lho anak-anak yang kesulitan akses ke sekolah formal. Bayangin aja, anak-anak pemulung atau pekerja serabutan yang nggak bisa sekolah karena biaya.
  • Kebutuhan khusus untuk golongan yang terabaikan: Nah, ini juga jadi masalah. Anak-anak dengan disabilitas seringkali kesulitan dapat pendidikan yang sesuai. Jumlah Sekolah Luar Biasa (SLB) masih terbatas, belum lagi kualitasnya yang kadang kurang memadai.
  • Kurikulum yang kaku: Sekolah formal kadang terlalu fokus sama nilai akademis, padahal kan bakat dan minat anak beda-beda. Ada yang jago seni, olahraga, atau keterampilan lain yang nggak selalu diapresiasi di sekolah formal.
  • Persepsi orangtua yang beragam: Menariknya, persepsi orangtua soal pendidikan juga beda-beda. Ada yang masih terpaku sama norma agama dan adat, terutama buat pendidikan anak perempuan. Ini jadi tantangan tersendiri.

Jadi, wajar banget kalau kita mulai mempertanyakan efektivitas sistem pendidikan formal. Tapi jangan khawatir, ada kok solusinya! Pendidikan alternatif mulai jadi pilihan banyak orangtua. 

Pendidikan Formal dan Nonformal: Apa Bedanya?

Pendidikan formal, ya kita tahu lah ya, sekolah 12 tahun dengan kurikulum baku dan jadwal yang ketat. 

Anak-anak duduk di kelas, mendengarkan guru, dan mengikuti ujian untuk mengukur pemahaman mereka. Kurikulumnya sudah ditentukan oleh pemerintah, sehingga semua sekolah memberikan materi yang sama. 

Namun, metode ini kadang terlalu kaku dan kurang fleksibel dalam mengakomodasi minat dan bakat masing-masing anak.

Nah, sekarang kita ngomongin pendidikan nonformal, yang lebih fleksibel. Pendidikan nonformal bisa berupa kursus, pelatihan, atau kegiatan di taman baca masyarakat. 

Misalnya, di taman baca, anak-anak bisa memilih buku yang mereka suka tanpa ada tekanan ujian atau nilai. Mereka bisa belajar sesuai minat dan kecepatan masing-masing.

Di kursus-kursus keterampilan, anak-anak bisa belajar hal-hal praktis yang nggak diajarkan di sekolah formal. 

Misalnya, kursus memasak, menjahit, atau bahkan coding! Selain menambah keterampilan, ini juga bisa menumbuhkan rasa percaya diri dan kemandirian.

Bayangkan, kalau anak-anak kita bisa menikmati kedua jenis pendidikan ini. 

Di sekolah, mereka dapat dasar-dasar pengetahuan yang penting, sementara di luar sekolah, mereka bisa mengeksplorasi minat dan bakat mereka. 

Ini menjadi kombinasi sempurna yang bisa membantu mereka jadi pribadi yang utuh dan siap menghadapi dunia.

Pendidikan formal memberikan dasar pengetahuan dan keterampilan akademis yang kuat, sedangkan pendidikan nonformal menawarkan fleksibilitas dan pengembangan keterampilan praktis serta minat pribadi. 

Keduanya sama ampuhnya dalam konteks yang berbeda dan saling melengkapi untuk membentuk pendidikan yang holistik.

Taman Baca: Oase di Tengah Gurun Literasi

Coba deh, perhatikan anak-anak yang datang ke taman baca. 

Mata berbinar, tangan tak berhenti membolak-balik halaman buku. 

Kontras banget sama suasana di perpustakaan sekolah yang kadang sepi dan suram. 

Mereka terlihat antusias kan? 

Kok bisa?

Jawabannya sederhana: kebebasan memilih. 

Di taman baca, anak-anak bebas memilih buku sesuai minat mereka, tanpa tekanan nilai atau ujian. Ini nih, yang bikin mereka jatuh cinta sama membaca!

"Buku adalah jendela dunia, dan taman baca membuka jendela itu selebar-lebarnya."

Di taman baca, mereka bisa menemukan cerita petualangan yang memacu imajinasi, buku sains yang menjawab rasa ingin tahu, atau novel yang mengasah empati. 

Kebebasan ini memberi anak-anak kesempatan untuk menjelajahi dunia literasi dengan cara yang menyenangkan dan sesuai dengan keinginan mereka. 

Taman baca benar-benar menjadi oase di tengah gurun literasi, memberikan ruang bagi anak-anak untuk mencintai membaca tanpa paksaan.

Pendidikan Nonformal: Pelengkap atau Pengganti?

Pertanyaan besarnya: bisakah pendidikan nonformal menggantikan pendidikan formal? 

Jawabannya: tidak perlu! 

Yang kita butuhkan adalah kolaborasi, bukan kompetisi.

Pendidikan formal memberikan dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan yang penting. Anak-anak belajar matematika, sains, bahasa, dan banyak lagi. 

Tapi, pendidikan nonformal bisa melengkapi dengan banyak hal menarik lainnya:

  • Pengembangan minat dan bakat: Di kelas musik, seni, atau olahraga, anak-anak bisa menemukan dan mengasah bakat mereka tanpa tekanan ujian.

  • Keterampilan praktis yang dibutuhkan di dunia kerja: Kursus seperti menjahit, memasak, atau coding memberi anak-anak keterampilan yang langsung berguna di kehidupan sehari-hari dan masa depan pekerjaan mereka.

  • Nilai-nilai sosial dan budaya: Program-program di komunitas sering kali mengajarkan tentang kerja sama, empati, dan tanggung jawab sosial yang mungkin kurang dibahas di sekolah formal.

Kolaborasi: Kunci Sukses Pendidikan Masa Depan

Bayangkan sebuah sistem pendidikan di mana sekolah formal dan lembaga pendidikan nonformal bekerja sama. Ini bukanlah sesuatu yang hanya bisa diangankan.

Beberapa ide kolaborasi yang bisa diterapkan, antara lain:

  1. Program magang di lembaga pendidikan nonformal: Bayangkan anak-anak kita belajar teori di sekolah, lalu langsung menerapkannya dalam magang di pusat keterampilan atau kursus. Pengalaman langsung ini bisa membuat pembelajaran lebih nyata dan menyenangkan.

  2. Guru tamu dari dunia industri atau komunitas: Mengundang praktisi dari berbagai bidang untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan praktis bisa membuka wawasan anak-anak tentang berbagai karier dan keterampilan yang dibutuhkan di dunia nyata.

  3. Proyek bersama antara sekolah dan lembaga pendidikan masyarakat: Kolaborasi dalam proyek-proyek nyata, seperti pembuatan taman komunitas atau acara seni, bisa mengajarkan anak-anak tentang kerja tim, kreativitas, dan tanggung jawab sosial.

"Pendidikan formal dan nonformal itu seperti sayap kanan dan kiri. Keduanya harus bekerja sama agar bisa terbang tinggi."

Jadi, bisakah pendidikan nonformal menjadi harapan baru?

Jawabannya ada di tangan kita semua.

Kita bisa mulai dengan langkah kecil seperti:

  1. Mendukung taman baca atau pusat belajar masyarakat di sekitar kita: Ayo, bantu taman baca atau pusat belajar dengan mendonasikan buku atau waktu kamu untuk mengajar. Anak-anak akan merasa lebih didukung dan termotivasi.

  2. Ajak anak-anak untuk ikut kegiatan ekstrakurikuler atau kursus yang mereka minati: Biarkan mereka mencoba berbagai aktivitas seperti musik, seni, atau olahraga. Ini membantu mereka menemukan passion dan mengembangkan bakat secara maksimal.

  3. Berikan masukan ke sekolah untuk lebih banyak berkolaborasi dengan lembaga pendidikan nonformal: Sampaikan ide-ide kreatif kepada guru atau pihak sekolah. Misalnya, mengadakan program magang atau mengundang praktisi untuk berbagi ilmu di kelas.

Dengan langkah-langkah sederhana ini, kita bisa menciptakan perubahan positif dan menjadikan pendidikan nonformal sebagai harapan baru bagi masa depan pendidikan anak-anak kita.

Apakah pendidikan formal atau nonformal lebih ampuh?

Solusinya adalah menggabungkan keduanya. Dengan memanfaatkan kekuatan masing-masing, kita dapat menciptakan sistem pendidikan yang lebih efektif dan adaptif terhadap kebutuhan anak-anak kita di masa depan.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun