Bogor — Di sudut kampung Gandoang, Kabupaten Bogor, terdapat kehidupan seorang ibu rumah tangga yang bernama Eni Suryani yang akrab disapa "Umi Eni". Di usianya yang mencapai 57 tahun, ia telah mendedikasikan dirinya menjadi guru mengaji selama lima tahun. Ia mengabdikan dirinya untuk mengajar ibu-ibu dan anak-anak di sekitar Perumahan Sunrise Garden Bukit Putra, Desa Cipeucang, Kabupaten Bogor. Kisah inspiratif Umi Eni tidak hanya tentang bagaimana ia berhasil menjadi seorang guru ngaji yang sukses dan bermanfaat bagi orang-orang sekitar, tetapi juga tentang bagaimana ia mampu mendidik dan membiayai pendidikan keenam anaknya bersama suaminya.
Awal perjalanan sebagai guru ngaji
Eni Suryani pertama kali mengajarkan Al - Qur'an sejak tahun 2019 di Perumahan Sunrise Garden Bukit Putra, Desa Cipeucang. Berawal dari permohonan seseorang yang meminta dirinya mengajar ngaji ibu-ibu di sekitar perumahan, ia akhirnya menyanggupi dan mulai mengajar ngaji walaupun pada awalnya ia sempat ragu akan tawaran tersebut.
"Jadi, Umi dulu dikasih amanah sama Murobbi (guru) umi untuk mengajar ngaji ibu-ibu sudah cukup lama. Cuman, dulu enggak pecarya diri dengan alasan saya juga masih belum bisa mendidik diri saya. Maksudnya Umi belum bisa mendidik diri Umi, belum bisa mendidik anak-anak. Kayaknya kalau untuk mengajar orang juga belum berani gitu," kata Eni Suryani saat berbincang, Rabu (1/5/24).
Bagi Eni, menjadi seorang guru ngaji bukanlah sesuatu yang mudah dan sederhana. Berawal dari keraguan tersebut akhirnya Umi Eni memutuskan untuk menerima tawaran tersebut atas dasar sebagai amanah seseorang terhadap kemampuannya dan menjadi proses bagi ia untuk banyak belajar.
"Terus nanyalah sama Ustadz, beliau menjawab "Bu kalau untuk belajar itu gak usah berpikir seperti ibu, apalagi ini bukan kemauan kita melainkan ada orang lain yang memberi amanah berarti memang mungkin orang itu bisa melihat kemampuan yang ibu miliki". Hampir semua pertanyaan dijawab seperti itu, ambil aja orang ini kan amanah, namun seiring berjalannya waktu itu akan berproses kok, dan benar. Ternyata setelah diambil, dijalani memang untuk ke diri Umi sendiri juga jadi lebih banyak belajar," ujarnya
Tak hanya mengajari ibu-ibu mengaji, ia juga mengabdikan dirinya sebagai guru ngaji untuk anak-anak di perumahan yang sama. Pengabdiannya dalam mengajar ngaji anak-anak sudah berjalan sekitar dua tahun. Walaupun usianya tak lagi muda, semangat dan kegigihan ibu-ibu untuk belajar mengaji patut diacungi jempol.
Suka duka menjadi guru ngaji
Dibalik proses mengajar ngaji, seringkali terdapat kendala saat mengajar ngaji baik ibu-ibu maupun anak-anak. Namun, ia tetap bersyukur saat mengajar ngaji walaupun belum sepenuhnya mereka paham yang terpenting adalah kebahagian bagi mereka.
"Kalau ibu-ibu kadang masih belum semangat dan kendala untuk anak-anak itu udah mulai ABG jadi udah mulai yang ngebantah jadi memang perlu ekstra sabar sama anak-anak. Karena intinya kalau ngajar ngaji mau ibu-ibu atau anak-anak, intinya mereka senang dulu aja. Masalah nanti mereka paham atau engga itu biarkan aja, biar menjadi urusan Allah SWT aja," ucapnya.
Sejak pandemi covid-19, jumlah peserta pengajian semakin menurun. Namun, semangatnya tidak menurun dalam mengajarkan kebaikan ia tetap mengajar ngaji secara daring melalui zoom. Dalam proses mengajar ngaji yang ia lalui selama pandemi covid-19 tentunya terdapat beberapa tantangan bagi dirinya.
"Iya, pasti menurun karena kan berbeda kalau tatap muka dengan secara daring itu beda. Kalau tatap muka itu ruhnya (jiwa) ada dan semangatnya pun ada, sedangkan secara daring itu ruhnya ada tetapi semangatnya kurang karena kita tidak ada di situ. Jadi kurang gitu, memang lebih enak secara tatap muka walaupun memang capek," ujarnya.
Untuk mengajarkan Al - Qur'an tentunya dimulai dengan membaca Al - Qur'an dan Juz Amma, selain mengajarkan baca Qur'an ia juga mengajarkan para ibu-ibu melalui ceramah mengenai cara adab berumah tangga dan cara mendidik anak. Dengan adanya materi-materi yang disampaikan,tentunya akan menjadi pemahaman yang penting bagi mereka.
Perjuangan dan pengorbanan
Meskipun tidak ada gaji yang diterima sebagi guru ngaji dikalangan ibu-ibu, ia tidak pernah kehilangan semangat dan bersyukur. Namun, ia tetap mendapatkan gaji sebulan sekali dari pengabdiannya dikalangan anak-anak. Walaupun pengabdiannya untuk mengajar ngaji membutuhkan waktu dan tenaga, ia tetap tidak mengharapkan imbalan apapun. Bahkan ketika cuaca buruk atau dia tidak merasa sehat, ia tetap meluangkan waktu untuk mengajar murid-muridnya melalui pertemuan secara daring. Pengorbanan itu tidak hanya untuk murid-muridnya, tetapi juga untuk kebahagiaan dan masa depan keluarganya.
Usaha yang berbuah kebaikan
Perjuangan Eni tak hanya sekedar sebagai guru ngaji, ia juga berjuang dan berkorban sebagai seorang ibu yang merupakan madrasah pertama bagi anak-anaknya. Seorang ibu memiliki tanggung jawab untuk merawat dan mendidik anak-anaknya. Oleh sebab itu, sudah menjadi kewajiban anak untuk patuh dan sayang kepada ibu. Dengan segala keterbatasan yang dimiliki, ia dan suami memiliki tekad yang kuat untuk menyekolahkan anak-anaknya setinggi mungkin. Uus Ubaidillah sosok suami Eni Suryani yang hanya lulusan SMA, bekerja sebagai penjaga sekolah dan Eni, menilai bahwa pendidikan adalah hal yang harus diutamakan bagi anak-anaknya.
"Umi berpikir, saya gak bisa memberi harta kepada anak-anak dan kalau memberi harta pun, pasti harta itu akan habis kalau anak-anak gak bisa memanfaatkan. Saya hanya bisa memberi ilmu, jadi Umi dan suami tuh membagi peran. Suami mencari nafkah dan Umi yang mendidik anak-anak dirumah dan mengelola bagaimana caranya anak-anak bisa sekolah," katanya.
Perjuangan Eni dan suami dalam membiayai pendidikan anak-anaknya pun sempat terkendala. Pendapatan dari pekerjaan suaminya sebagai penjaga sekolah seringkali tidak mencukupi untuk membiayai pendidikan enam orang anaknya. Untuk membiayai pendidikan anak-anaknya, Eni pernah berhutang kepada orang lain.
"Kadang-kadang waktu biayain tiga anak Umi, Umi perlu minjem ke saudara atau orang lain. Nanti kita bayar nyicil perbulan gitu. Kalau misalnya minjem sepuluh juta, sebulan kita bayar satu juta," ujarnya.
Dalam kehidupannya, Eni yakin akan tekad dan usahanya untuk membiayai pendidikan anak-anaknya bersama suaminya. Ia juga yakin Allah SWT akan membantu dan menetapkan takdir manusia sebaik-baiknya. Kerja keras dan kegigihan mereka pun berbuah maksimal. Mereka berhasil membuat keenam anaknya mencapai pendidikan tinggi. Kini, anak-anaknya bahkan sudah sukses di dunia pekerjaan dan satu diantaranya masih melanjukan pendidikan di bangku SMA. Eni dan suami tak pernah mengeluh dengan situasi yang terjadi, ia tetap berusaha dan selalu bersyukur dengan keadaan. Sebagai seorang ibu dan guru ngaji ia bersyukur atas kehadirannya yang memberikan manfaat untuk orang lain.
"Umi bersyukur, sekarang udah mendekati umur 60 tahun pengen hidup itu bermanfaat buat orang lain gitu dan ternyata melalui mengajar ngaji Umi merasa Allah SWT baik banget artinya mengabulkan doa-doa. Jadi bersyukur bahwa ini bisa bermanfaat untuk orang lain," ucapnya.
Eni Suryani adalah bukti nyata bahwa dengan tekad yang kuat dan kerja keras, segala sesuatu pasti mungkin terjadi. Ia adalah contoh dari seorang ibu yang penuh cinta dan kebaikan kepada orang lain, yang akhirnya menjadi ladang kebaikan untuk dirinya sendiri.
"Intinya seperti dalam Q.s Al-Isra' ayat 7, bahwa setiap kebaikan yang kamu lakukan itu sesungguhnya untuk kamu sendiri dan keburukan yang kamu lakukan pun sesungguhnya untuk kamu sendiri. Jadi kita sebenarnya sedang menanam kebaikan itu untuk kita, karena akan kembali kepada kita dan suatu saat akan kita dapatkan kembali apa yang sudah kita berikan kepada orang lain," ujarnya
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI