Mereka menyoroti rendahnya keadaban dalam politik Indonesia, yang sering kali terlihat dalam praktik politik uang yang merajalela. Praktik ini tidak hanya merusak integritas pemilihan, tetapi juga menghambat perkembangan demokrasi yang sehat dan berkeadaban.
Namun, demokrasi di Indonesia masih memiliki tantangan yang signifikan dalam hal kualitas demokrasi. Burhanudin Muhtadi Dalam tesis doktoral nya, ”Vote Buying in Indonesia: The Mechanic Electoral Bribery” juga menyoroti adanya praktik politik uang yang melibatkan calon atau partai politik dalam upaya mempengaruhi pemilih, sehingga mengancam integritas dan keadilan dalam proses pemilihan umum.
Hal ini disebabkan oleh adanya praktik suap dalam pemilihan umum di Indonesia, yang secara langsung mempengaruhi hasil pemilu dan mengabaikan kepentingan publik. Selain itu, lemahnya penegakan hukum terhadap pelaku suap juga menjadi faktor utama dalam rendahnya kualitas demokrasi di Indonesia.
Salah satu pertimbangan rasional dan pragmatis yang mendasari praktik politik uang adalah kebutuhan peserta pemilu untuk memenangkan suara dan memperoleh dukungan politik. Praktik ini seringkali dianggap sebagai cara efektif untuk memperoleh keuntungan dalam kompetisi politik yang ketat.
Gambaran saat ini
Mereka percaya bahwa dengan memberikan uang atau hadiah kepada pemilih inti, mereka dapat memastikan dukungan dan suara yang lebih besar dalam pemilihan. Namun, politik uang juga ditujukan kepada pemilih mengambang sebagai upaya untuk mempengaruhi mereka agar memilih peserta pemilu tertentu.
Namun, politik uang juga dapat merusak integritas demokrasi dan mengabaikan prinsip-prinsip keadilan dalam pemilihan umum. Oleh karena itu, perlu ada upaya yang lebih serius untuk mengatasi praktik politik uang ini agar pemilihan umum dapat berjalan secara adil dan demokratis.
Dalam konteks ekonomi, elit memiliki kekuatan dan pengaruh yang dapat mempengaruhi kebijakan dan regulasi yang menguntungkan mereka sendiri. Hal ini dapat menciptakan ketimpangan sosial dan ekonomi yang merugikan bagi masyarakat luas. Selain itu, praktik korupsi dan nepotisme juga sering terjadi di kalangan elit, yang dapat merusak moralitas dan keadaban dalam suatu tatanan sistem demokrasi.
Dalam konteks ini, uang segar menjadi instrumen yang digunakan oleh elit politik untuk memperkuat posisi mereka dan mengendalikan kekuasaan. Hal ini berdampak negatif terhadap integritas sistem demokrasi dan mengurangi partisipasi masyarakat dalam proses politik.
Mereka menggunakan kekayaan dan pengaruh mereka untuk mempertahankan posisi dan kepentingan pribadi, mengabaikan kebutuhan dan aspirasi rakyat yang seharusnya mereka wakili. Akibatnya, ketidakadilan sosial dan ketimpangan ekonomi semakin memburuk, mengancam stabilitas dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Jamie S. Davidson dalam Indonesia: Twenty Years of Democracy (2019) mengungkapkan bahwa akibat terjadinya konflik antara kelompok-kelompok yang berbeda dan memperkuat sentimen perpecahan dalam masyarakat. Perlu adanya upaya untuk memperkuat partisipasi politik yang lebih inklusif dan mengurangi pengaruh politik uang agar demokrasi dapat berjalan dengan lebih baik.