Mohon tunggu...
Wildan Toyib
Wildan Toyib Mohon Tunggu... Konsultan - Akademisi

Konsultan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Keadaban Demokrasi: Perspektif Asal Suka, Asal Berkuasa!

22 Oktober 2023   22:57 Diperbarui: 24 Oktober 2023   09:36 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Praktik politik uang tidak hanya merusak integritas pemilihan umum, tetapi juga mencerminkan ketidaksetaraan dalam akses politik bagi masyarakat yang kurang mampu secara finansial. Hal ini menunjukkan bahwa demokrasi tidak sepenuhnya memberikan kesempatan yang adil bagi semua warga negara untuk berpartisipasi dalam proses politik.

Artikel ”Demokrasi Kita” yang ditulis Mohammad Hatta, pertama kali dimuat oleh Pandji Masyarakat tahun 1959 tersebut, mengungkapkan bahwa kesopanan dalam demokrasi sangat penting, di mana kekuasaan harus berasal dari suka masyarakat dan bukan dari praktik politik uang. Meskipun telah berlalu enam dekade sejak gagasan tersebut terbit, relevansinya masih sangat kuat dalam konteks saat ini di Indonesia.

adab
adab

Artikel "Demokrasi Kita" karya Mohammad Hatta menyoroti pentingnya partisipasi aktif masyarakat dalam membangun demokrasi yang sehat dan berkelanjutan. Pesan moral yang terkandung dalam artikel tersebut mengingatkan kita akan nilai-nilai fundamental demokrasi yang harus dijunjung tinggi, seperti kebebasan berpendapat, persamaan hak, dan keadilan sosial.

adab berpolitik
adab berpolitik

Partisipasi langsung semua warga dalam pemilihan legislatif dan pilpres merupakan salah satu indikator penting dari kematangan demokrasi suatu negara. Oleh karena itu, pesan moral yang diungkap dalam artikel tersebut masih relevan dan perlu diperhatikan agar proses demokrasi di Indonesia semakin baik dan berkualitas.

Dalam Konteks ini, Samuel P. Huntington dalam The Third Wave Democratization in the Late Twentieth Century (1989) sebagai two turnover test democracy mengacu pada kemampuan sebuah negara untuk melaksanakan dua pergantian kekuasaan secara damai melalui pemilihan umum. Dengan berhasil melewati tes ini, Indonesia menunjukkan kemajuan yang signifikan dalam membangun sistem demokrasi yang stabil dan berkelanjutan. Hal ini juga menjadi bukti bahwa partisipasi langsung dari semua warga negara.

Hal ini menunjukkan bahwa demokrasi di Indonesia telah berhasil mengalami ujian keberlanjutan dan stabilitas politik. Meskipun masih terdapat beberapa tantangan dalam menjaga demokrasi yang berkualitas, namun perjalanan Indonesia dalam membangun sistem demokrasi yang kuat dan berkelanjutan patut diapresiasi.

Namun, politik uang juga dapat merusak integritas demokrasi dan menghambat partisipasi politik yang sehat. Oleh karena itu, upaya untuk memerangi politik uang perlu terus dilakukan agar demokrasi di Indonesia semakin berkembang dan berjalan dengan baik.

Rendahnya Keadaban

Mereka menyoroti rendahnya keadaban dalam politik Indonesia, yang sering kali terlihat dalam praktik politik uang yang merajalela. Praktik ini tidak hanya merusak integritas pemilihan, tetapi juga menghambat perkembangan demokrasi yang sehat dan berkeadaban.

Namun, demokrasi di Indonesia masih memiliki tantangan yang signifikan dalam hal kualitas demokrasi. Burhanudin Muhtadi Dalam tesis doktoral nya, ”Vote Buying in Indonesia: The Mechanic Electoral Bribery” juga menyoroti adanya praktik politik uang yang melibatkan calon atau partai politik dalam upaya mempengaruhi pemilih, sehingga mengancam integritas dan keadilan dalam proses pemilihan umum.

Hal ini disebabkan oleh adanya praktik suap dalam pemilihan umum di Indonesia, yang secara langsung mempengaruhi hasil pemilu dan mengabaikan kepentingan publik. Selain itu, lemahnya penegakan hukum terhadap pelaku suap juga menjadi faktor utama dalam rendahnya kualitas demokrasi di Indonesia.

Salah satu pertimbangan rasional dan pragmatis yang mendasari praktik politik uang adalah kebutuhan peserta pemilu untuk memenangkan suara dan memperoleh dukungan politik. Praktik ini seringkali dianggap sebagai cara efektif untuk memperoleh keuntungan dalam kompetisi politik yang ketat.

Gambaran saat ini

Mereka percaya bahwa dengan memberikan uang atau hadiah kepada pemilih inti, mereka dapat memastikan dukungan dan suara yang lebih besar dalam pemilihan. Namun, politik uang juga ditujukan kepada pemilih mengambang sebagai upaya untuk mempengaruhi mereka agar memilih peserta pemilu tertentu.

Namun, politik uang juga dapat merusak integritas demokrasi dan mengabaikan prinsip-prinsip keadilan dalam pemilihan umum. Oleh karena itu, perlu ada upaya yang lebih serius untuk mengatasi praktik politik uang ini agar pemilihan umum dapat berjalan secara adil dan demokratis.

Dalam konteks ekonomi, elit memiliki kekuatan dan pengaruh yang dapat mempengaruhi kebijakan dan regulasi yang menguntungkan mereka sendiri. Hal ini dapat menciptakan ketimpangan sosial dan ekonomi yang merugikan bagi masyarakat luas. Selain itu, praktik korupsi dan nepotisme juga sering terjadi di kalangan elit, yang dapat merusak moralitas dan keadaban dalam suatu tatanan sistem demokrasi.

 Dalam konteks ini, uang segar menjadi instrumen yang digunakan oleh elit politik untuk memperkuat posisi mereka dan mengendalikan kekuasaan. Hal ini berdampak negatif terhadap integritas sistem demokrasi dan mengurangi partisipasi masyarakat dalam proses politik.

Mereka menggunakan kekayaan dan pengaruh mereka untuk mempertahankan posisi dan kepentingan pribadi, mengabaikan kebutuhan dan aspirasi rakyat yang seharusnya mereka wakili. Akibatnya, ketidakadilan sosial dan ketimpangan ekonomi semakin memburuk, mengancam stabilitas dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.

Jamie S. Davidson dalam Indonesia: Twenty Years of Democracy (2019) mengungkapkan bahwa akibat terjadinya konflik antara kelompok-kelompok yang berbeda dan memperkuat sentimen perpecahan dalam masyarakat. Perlu adanya upaya untuk memperkuat partisipasi politik yang lebih inklusif dan mengurangi pengaruh politik uang agar demokrasi dapat berjalan dengan lebih baik.

Penyalahgunaan kekuasaan dapat mengakibatkan korupsi, nepotisme, dan penyalahgunaan anggaran yang merugikan masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan sistem pengawasan yang efektif dan transparansi dalam pemerintahan untuk mencegah praktik penyalahgunaan kekuasaan ini.

Hal ini mengakibatkan ketimpangan sosial dan ekonomi yang semakin memperburuk kondisi kehidupan masyarakat. Selain itu, penyalahgunaan kekuasaan juga dapat merusak sistem hukum dan menghambat perkembangan demokrasi yang sehat.

Kekuasaan yang disalahgunakan oleh elite oligarki ini menghambat kemajuan dan kesejahteraan rakyat secara keseluruhan. Hal ini menunjukkan bahwa demokrasi yang seharusnya menjadi alat untuk mewujudkan kepentingan rakyat, justru menjadi sarana untuk memperkuat dominasi kelompok elit.

Ilmuwan Indonesia, (Wijayanto, dkk, Demokrasi Tanpa Demos: Refleksi Ilmuwan Sosial Politik tentang Kemunduran Demokrasi di Indonesia, 2021). Demokrasi semacam ini cenderung memperkuat ketimpangan sosial dan ekonomi, karena kebijakan yang diambil lebih menguntungkan elite oligarki daripada rakyat pada umumnya. Hal ini dapat mengakibatkan ketidakadilan dan ketidakpuasan di kalangan masyarakat.

Kekuasaan dan pengaruh yang dimiliki oleh elite oligarki masih terus menghambat partisipasi aktif rakyat dalam proses demokrasi. Oleh karena itu, diperlukan upaya yang lebih serius untuk memutus mata rantai praktik korupsi dan nepotisme yang dilakukan oleh elite tersebut.

Prasetia keadaban

Brian Klass dalam bukunya, Corruptible: Who Gets Power and How it Change Us (2021), ”Jika Anda tiba-tiba didorong ke posisi kekuasaan, apakah Anda mampu menahan godaan untuk mengeluarkan uang atau membalas dendam terhadap musuh Anda?”,  Praktik lancung tersebut telah merusak prinsip-prinsip demokrasi yang seharusnya menjunjung tinggi keadilan dan keterbukaan. Oleh karena itu, diperlukan langkah-langkah yang lebih tegas untuk memotong mata rantai praktik lancung elite agar demokrasi dapat berkembang dengan baik di Indonesia.

Hal ini terlihat dari masih adanya godaan untuk mengeluarkan uang atau membalas dendam terhadap musuh, yang menunjukkan bahwa demokrasi kita belum sepenuhnya mampu mengatasi praktik korupsi dan politik balas dendam. Diperlukan upaya lebih lanjut untuk memperbaiki sistem demokrasi agar dapat mencapai idealisme yang diharapkan.

Namun, kenyataannya adalah bahwa masih banyak elite yang terlibat dalam praktik korupsi dan nepotisme, yang menunjukkan ketidaksesuaian antara idealisme demokrasi dan realitasnya. Oleh karena itu, untuk mencapai tuntutan idealisme demokrasi, penting bagi elite untuk memiliki kesadaran akan keadaban dan bertindak sesuai dengan nilai-nilai demokrasi yang seharusnya.

Selain itu, pendidikan juga memiliki peran penting dalam membentuk kesadaran keadaban. Dengan pendidikan yang baik, masyarakat akan lebih mampu memahami nilai-nilai demokrasi dan menghindari praktik lancung elite yang merugikan.

Dalam konteks ini, karakter virtuous mengacu pada sikap dan tindakan yang jujur, adil, bertanggung jawab, dan berorientasi pada kepentingan umum. Namun, untuk mencapai hal ini, diperlukan upaya nyata dalam mendidik dan membentuk kesadaran elite politik agar mereka benar-benar menginternalisasi nilai-nilai keadaban dalam setiap langkah.

Namun, seringkali kesadaran terhadap keadaban ini tidak diimplementasikan dengan baik oleh elite politik. Mereka cenderung lebih fokus pada kepentingan pribadi atau golongan daripada mengutamakan kepentingan masyarakat secara umum.

Relevansi saat ini

Namun, ketika tiba saatnya untuk mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dalam tindakan nyata (backstage), seringkali terjadi kesenjangan antara apa yang dikatakan dan apa yang dilakukan oleh elite tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa masih ada kekurangan dalam pemahaman dan pengamalan Pancasila oleh kalangan elite saat ini.

Hal ini menunjukkan bahwa masih ada kesenjangan antara apa yang dikatakan oleh elite dan apa yang mereka lakukan secara nyata. Diperlukan upaya lebih lanjut untuk memastikan bahwa nilai-nilai Pancasila benar-benar diimplementasikan dalam tindakan mereka, bukan hanya sekadar retorika belaka.

Mohammad Hatta dalam artikelnya itu secara eksplisit menekankan bahwa jika keadaban tidak diperhatikan, demokrasi hanya akan memberikan kesempatan kepada petualang politik dan ekonomi serta manusia yang mencari keuntungan untuk maju ke muka. Hal ini akan berdampak pada merajalelanya korupsi dan demoralisasi dalam masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun