Hal ini dilakukan untuk mempengaruhi pemilih tersebut agar menyalahkan kandidat lawan atas masalah-masalah tersebut.
Hal ini karena AI dapat menganalisis data pemilih secara mendalam dan mengidentifikasi preferensi serta kebutuhan individu. Dengan demikian, kampanye micro-targeting dapat disesuaikan dengan setiap pemilih secara spesifik, meningkatkan peluang kesuksesan kandidat pengguna AI.Â
Kampanye ini juga memungkinkan kandidat untuk lebih efektif dalam mengkomunikasikan visi dan misi mereka kepada pemilih potensial.Â
Dengan adanya data yang akurat dan analisis teknologi AI, kandidat dapat menyampaikan pesan-pesan yang relevan dan menarik bagi pemilih, sehingga meningkatkan peluang mereka untuk mendapatkan dukungan.
Hal ini disebabkan oleh fenomena bias kognitif yang membuat orang cenderung mencari informasi yang sesuai dengan keyakinan mereka dan mengabaikan informasi yang bertentangan.Â
Oleh karena itu, kampanye negatif dapat dengan mudah memanipulasi pemilih dan memperkuat pandangan mereka tanpa mempertimbangkan fakta atau argumen yang lebih objektif. Â
Selain itu, teknologi kampanye juga dapat meningkatkan ketimpangan akses informasi antara kandidat yang memiliki sumber daya besar dengan kandidat yang lebih terbatas.Â
Hal ini dapat menghambat partisipasi politik yang adil dan merugikan kandidat-kandidat independen atau yang berasal dari kalangan masyarakat kurang mampu secara finansial.
Oleh karena itu, penting bagi calon untuk memastikan bahwa pesan-pesan kampanye yang mereka gunakan berasal dari nilai-nilai dan gagasan asli mereka sendiri.Â
Selain itu, perlindungan terhadap ancaman pembuatan pesan kampanye negatif fiktif menggunakan teknologi AI juga harus menjadi prioritas dalam menjaga akuntabilitas dan kredibilitas calon tersebut. [WT]Â
Penulis adalah Aktivis, Pemerhati Sospol, CEO dan Akademisi