Sejarah berulang di Afganistan. Ibu kota Kabul untuk kedua kalinya, jatuh ke tangan kelompok Taliban, Jumat (13/8/21).Â
Kelompok Taliban telah menguasai ibu kota Kabul dan kota-kota lainnya, menyusul terjadinya penarikan mundur pasukan Amerika Serikat (AS) dan sekutunya dari negeri tersebut setelah 20 tahun berada di sana.Â
Dikabarkan Presiden Afganistan Ashraf Ghani meninggalkan negaranya pasca Taliban mengambil alih kota Kabul. Sedangkan wakil Presiden Amrullah Saleh lewat akun twitternya menyatakan dirinya masih berada di Afganistan. Â
Sebagai pengganti sementera, Saleh bertekad tak tunduk pada Taliban. Ia pun menyampaikan sikapnya mendukung atas aksi unjuk rasa yang dilakukan warga Afganistan di Asadabad di (Kamis, 19/8), yang menentang tindakan Taliban.
Setelah Taliban menguasai kota Kabul dan wilayah lainnya, demi memupuskan kekhawatiran itu, lewat juru bicaranya Taliban, Zabihullah Mujahid mengklaim akan menampilkan wajah yang berbeda dengan saat berkuasa di Afganistan dua dekade lampau (1996-2001).Â
Taliban akan menjanjikan perdamaian di Afganistan termasuk memastikan hak-hak perempuan tetap terjaga, kebebasan pers, dan tak akan membalas dendam terhadap lawan-lawan politiknya. (Kompas/19/8/21).Â
Dulu, ketika berkuasa Taliban melarang music, radio, televisi, game, dan bentuk hiburan lainnya. Mereka melarang perempuan bekerja di luar rumah, melarang anak-anak perempuan bersekolah, melarang kaum wanita ke luar rumah, terkecuali ditemani, suami, ayah saudara laki-laki atau anak-laki. Disebut Trias Kuncoro di harian Kompas, 19/8/21.
Mereka segera akan merumuskan kebijakan pemerintahan inklusif. Keluwesan Taliban ini termasuk memperbaharui taktik dan strategi serta memperluas komponen organisasi menjadi faktor keberhasilan mereka merebut Kabul.Â
Termasuk mengunakan teknologi komunikasi dan inormasi modern. Langkah ini, menunjukkan upaya Taliban untuk mendapat pengakuan kalangan internasional, tapi dengan belum menentunya stabiltas keamanan dan politik saat ini, menjadi pekerjaan berat bagaimana nasib warga Afganistan kini dan masa depan.
Jangan sampai perebutan kekuasaan di Kabul menyebabkan nasib warga Afganistan kian menderita dan menjadi korban politik yang tak berkesudahan, yang bisa berakhir dengan kekerasan bersenjata.Â
Kondisi ini tentu akan membuat warga Afganistan mengalami kekhawatiran, apalagi selama militer AS dan sekutunya menginjakan kaki di Afganistan, konflik gencatan sejata tak kunjung usai sehingga membuat warga Afganistan meninggalkan tanah kelahiran sendiri.
Menurut lembaga Hak Asasi Manusia (HAM) Persekitan Bangsa-Bangsa (PBB), Afganistan adalah negara ketiga terbesar dengan warganya menjadi pengunsi.Â
Tahun 2020, ada 400 ribu yang harus mengunsi lantaran konflik berkepanjangan. Dan sejak 2012 sekitar lima juta warga Afganistan mengunsi dan tak bisa kembali ke kampung halaman.Â
Mereka mengunsi ke sejumlah negara tetangga, ada pula yang minta suaka. Kini Eropa mengantisipasi aliran pengunsi dari Afganistan. Mereka tak ingin berhadapi derasnya gelombang pengunsian seperti beberapa tahun terakhir.
Selain itu, Afganistan menghadapi persoalan kemiskinan dan krisis pangan. Berdasarkan survei pemerintah Afganistan 2016-2017 dikutip BBC, ada sejumlah 54 persen populasi warga Afganistan berada di bawah garis kemiskinan.Â
Survei dari Gallup Agustus 2019 juga mengungkapkan kekeringan dalam beberapa tahun terjadi di Afganistan dan melahirkan ancaman krisis pangan.Â
Diperparah adanya pandemi Covid-19 yang berdampak pada melemahnya ekonomi setempat. Hingga dalam konteks ini, dibutuhkan langkah dalam penyelesaian tuntas soal pemerintahan dan orang-orang Afganistan sendiri.Â
Pemerintahan yang mengayomani warga dengan baik sehingga persoalan ketimbangan sosial dan ekonomi teratasi. Begitu pun dengan komunitas internasional diharapkan mampu berkontribusi positif dalam proses penyelesaian di Afganistan, seperti memberikan masukan atau mediator dari berbagai negara khsususnya Indonesia.Â
Dan nasib warga Afganistan sangat ditentukan oleh seberapa kuat Taliban melakukan upaya jalan perdamaian dan mengedepankan langkah-langkah kongkrit untuk mewujudkan stabilias di Afganistan. Â Â
Â
Peran diplomasi perdamaian IndonesiaÂ
Bagi yang mengikuti proses keterlibatan indoensia dalam menciptakan perdamaian di Afganistan tentu tak akan terkejut dengan kehadiran utusan Taliban ke Jakarta 27 Juli 2019. (Kompas, 21/8/21).Â
Tak salah pula kita menganggap itu semua karena kehebatan kelompok Taliban yang mulai diterima oleh dunia internasional.Â
Sebaliknya yang terjadi adalah keberhasilan Indonesia dalam meyakinkan Taliban untuk memulai menapaki jalan damai. Sebuah jalan keluar menuju damai yang menjadi kebijakan utama politik luar negeri Indonesia dalam menyelesaikan konflik di dunia internasional.
Selama ini, kelompok Taliban menolak meja perundingan dengan pemerintah Afganistan dan AS selama bercokol di Afganistan. Lantaran pemerintah Afganistan di bawah Presiden Ashraf Ghani dianggap sebagai boneka AS.Â
Keterlibatan Indonesia dalam mendorong perdamaian Afganistan bermula dari kunjungan Presiden Ashraf Ghani ke Jakarta 5 April 2017. Saat itu, Ashraf Ghani kagum dengan Indonesia yang mampu menjalankan demokrasi saling beriringan dengan Islam. Indonesia dianggap sukses dalam menjaga keamanan dan keharmonisan dalam keberagaman agama dan suku.
Kunjungan berikutnya disusul oleh Ketua Majlis Tinggi Perdamaian Afganistan, Karim Khalili di 21 November 2017. Dalam kunjungan itu, ia menyampaikan kemauan warga Afganistan agar Indonesia terlibat aktif dalam perdamaian di Afganistan. Sikap ini ditunjukkan karena Indonesia adalah mayoritas penduduk Muslim yang mempromosikan Islam moderat. Selain itu juga Indonesia dipandang punya sikap netral tak punya kepentingan ke Afganistan kecuali keinginan melihat Afganistan damai.
Kunjungan balasan berikutnya dilakukan oleh Presiden Joko Widodo 29 Januari 2018. Kedatangan Jokowi ini merupakan lawatan bersejarah karena dinilai kunjungan pertama setelah Presiden Soekarno. Walau terhitung singkat, sekitar 6 jam. Kedatangan Jokowi ini memberikan pesan penting Indonesia dalam membantu penyelesaian konflik berkepanjangan di Afganistan.
Dalam menjalankan fungsi mediator perdamaian tak lama setelah lawatan Jokowi, Jusuf Kalla (JK) melakukan kunjungan lanjutan dalam rangka menghadiri pertemuan ulama di Afganistan. Tawaran Indonesia dalam upaya rekonsiliasi yang melibatkan pihak berseteru. Upaya ini dilakukan dalam ihktiar kerja sama dengan para pihak ulama-ulama dan pihak-pihak yang berkonflik. Kesadaran melakukan rekonsiliasi karena adanya kerinduan mendalam dalam perdamaian di Afganistan baik yang diwakili pemerintah Indonesia dan kelompok Taliban menjadi alasan kuat utusan Taliban ke Indonesia.
Tentu reputasi JK sebagai tokoh perdamaian Indonesia. Dengan demikian, dapat dipastikan bahwa kunjungan delegasi Taliban ke Jakarta bukan sesuatu hal yang tiba-tiba, tapi melalui proses panjang. Tentu apresiasi patut diberikan kepada pemerintah Indonesia yang berkomitmen menjadi mediator perdamaian di Afganistan hingga dapat mendudukkan kelompok yang bertikai untuk sama-sama mendialogkan masa depan Afganistan yang damai.
Di saat negara-negara Timur Tengah sedang larut dengan kepentingan masing-masing, Indonesia menujukkan kepeduliannya membantu Afganistan. Di sinilah kelompok Taliban tergerak menyambut uluran tangan Indonesia. Selain itu, pertemuan ulama Afganistan yang didalamnya ada ulama Taliban dengan Indonesia tentu menjadi momentum penting dalam dimana agama menunjukan signifikansinya sebagai bagian dari resolusi konflik dan hadirnya utusan Taliban ke Indonesia merupakan upaya keras pemerintah Indonesia dalam berdiplomasi. Sikap ini selayaknya mendapatkan apresiasi dan dukungan publik Indonesia.
Inisiatif perdamaian yang digagas melalui keterlibatan Indonesia dengan mengedepankan proses rekonsilisiasi politik sebagaimana yang telah diterapkan di Indonesia dalam menyelesaikan persoalan di Aceh, tentu dapat dijadikan sebagai model dalam ikut membantu penyelesaian berkepanjangan di Afganistan.
Ahyar RosÂ
(Pengurus PD NWDI Kota Mataram
Magister Diplomacy Universitas Paramadina, Jakarta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H