Mohon tunggu...
Ahmad Humaidi
Ahmad Humaidi Mohon Tunggu... Freelance Writer -

Mulai Menulis Dari MEDIA NOLTIGA (FMIPA UI), Sriwijaya Post, magang Kompas, Sumsel Post hingga sekarang tiada berhenti menulis... Menulis adalah amalan sholeh bagi diri dan bagi pembaca sepanjang menulis kebenaran dan melawan kebatilan.....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Si Desi Donat

31 Mei 2018   06:46 Diperbarui: 31 Mei 2018   07:34 699
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ayah. Kayaknya enggak jadi. Batal!"

Aku mengernyitkan dahi. Berpikir sejenak. Kurang begitu memahami. Kagak mengerti. Melihat wajah anakku, Rafi begitu muram, hitam dan begitu mendung.

Sebelumnya dia begitu riang lagi penuh harapan. Maklum saja beberapa bulan lagi melangsungkan pernikahan dengan seorang wanita cantik pilihannya sendiri meski belum lama berkenalan liwat taaruf sekilas tanpa melalui pacaran layaknya anak-anak muda seusianya.

Keduanya bertemu dua tiga kali berkenalan lewat perantara orang lainnya lalu janjian melangsungkan pernikahan setelah mendapat persetujuan dari orangtua perempuan. Begitu pula aku dan ibunya setuju. Bahkan gembira banget mendengarnya.

"Apanya yang batal...," kataku  dengan harap-harap cemas mendengar ucapannya yang tiba-tiba karena aku menduga jangan-jangan soal rencana pernikahan sehingga hatiku serasa sakit bagai diiris sembilu padahal belum mengetahui kabar yang sebenarnya. Mungkin saja bukan soal pernikahan.

Aku sudah membayangkan duh betapa malunya telah memberi kabar sebelumnya kepada kawan-kawan akrabku bakal mengundang mereka dalam pernikahan anakku yang pertama dan terakhir karena anakku hanya tinggal dia sedang adiknya telah lebih dahulu menghadap Nya akibat kecelakaan lalu lintas beberapa tahun lalu.

Rafi diam. Merengut. Wajah ketekuk menunduk dalam-dalam. Dia pikir gara-gara tanpa pacaran lebih dahulu berakibat begini jadinya. Nyesal. Kenapa dahulu tidak mencoba pacaran dulu. 

Bahkan kalau perlu bisa kiss-kissin dulu layaknya anak-anak muda di mana-mana. Kalau kiss-kissan kan tidak mungkin hamil. Cuma sentuhan bibir sama bibir apa sih salahnya. Tapi melalui kiss-kissan baru ketahuan apakah seorang wanita benar-benar bersih dan suci atau tidak.

Aku tidak perlu bertanya lebih lanjut ketika melihat wajah istriku yang mendung pertanda hujan. Bisa jadi barusan dia menangis tanpa bisa berbuat apa-apa lagi meskipun sudah berusaha menasehati anaknya supaya berpikir lagi jangan main putusin batal begitu saja. Hanya saja istriku sudah bisa memahami alasan dibalik keputusan anakku. Mungkin sebelumnya keduanya telah banyak ngobrol. Memang anakku lebih suka ngobrol dengan ibunya ketimbang diriku sejak dari kecilnya.

"Nih baca Kang," kata istriku biasa memanggilku Akang sambil memperlihatkan sebuah sms dari sebuah Hp milik anakku bernama Rendy. Tertulis di dalamnya, "Saya kawan sekelas Desiwati di SMA Surabaya. 

Dari hati paling dalam menginginkan Anda tidak kecewa dan baik-baik saja bilamana menjadikan si Des sebagai istrimu. Bersabarlah. Karena si Des selepas SMA bekerja sebagai sekretaris yang akrab dengan bosnya. Sering berdua-duaan ke mana-mana lagi suka kiss-kissan dan lebih jauh lagi.... Saya kasihan dengan Anda. Jadi sebelum terlambat putuskan saja mengingat Anda adalah laki-laki baik sebagaimana yang saya ketahui dari kawan-kawan Anda..."

"Hoax," gumanku dalam hati tapi tidak bagi anakku dan ibunya  yang percaya begitu saja dengan apa yang tertulis dalam sms. Alasannya, saat anakku mengklarifikasi siapa Rendy kepada calon istrinya ternyata dia memang mengenalnya dan memang kawan sekelasnya di SMA dahulu dan kini sedang berada di Amerika tengah menyelesaikan program doktornya dari sebuah universitas terkenal.

"Kurang ajarnya, si Des hanya senyum-senyum saja begitu dia memberitahu siapa Rendy. Kayak enggak punya dosa aja. Sok suci banget," lapor istriku sesuai laporan anaknya kepadanya. "Jadi si Des sudah mengaku. Mau apalagi. Untung ketahuan sekarang sebelum menjadi suami istri bagi anak kita," katanya dengan wajah serius sepertinya ikutan mendukung putusan anaknya membatalkan rencana pernikahan sekaligus membenci bakal calon mantunya yang baru saja dikenalnya.

Naluri wartawanku berkedut-kedut minta dipuasi sekarang juga. Terpaksa harus kembali mengangkat senjata penanya yang telah digantungkan begitu lama menjadi hiasan dinding rumah serupa pensiunan jenderal yang menggantungkan senjatanya di lemari.

Aku tidak percaya sepenuhnya dengan informasi yang ada kecuali hanya  untuk diterima dan disimpan saja untuk dicarikan informasi-informasi lainnya biar aku dapatkan informasi berimbang dari kedua belah pihak. Jangan hanya satu pihak saja. Terlebih dari satu pihak yang tidak dikenal sama sekali apa dan bagaimana orangnya si pemberi informasi. 

Betapa banyak kejadian bangunan keluarga bahkan negara menjadi hancur-lebur gara-gara informasi sepihak tanpa diteliti lebih lanjut kebenaran informasinya dari sumber pertama. Bagaimanapun juga musuh dalam selimut yang kelihatan sebagai teman akrab seringkali menggunting dalam lipatan. Tidak mengherankan kalau Panglima Besar Jenderal Sudirman mengatakan bilamana di tangannya ada sepuluh butir peluru maka sembilan butir peluru untuk para pengkhianat dan hanya satu butir peluru saja buat musuhnya.

***

Bayang-bayang wajah si Des atau Desiwati tampil dalam benakku berkali-kali. Mengingat-ingatnya saat bersilaturrahmi ke rumah ditemani saudaranya dan temannya. Tidak pernah sendiri.

Sosok wanita berjilbab lagi bercadar berbicara lancar mengenalkan dirinya yang kini berjualan makanan ringan hasil olahannya sendiri layaknya home industri di mana-mana. Biasa-biasa saja dalam berbicara agama tanpa banyak mengharamkan ini dan itu apalagi membidah-bidahkan sesuatu. Jauh berbeda dengan informasi yang beredar luar di berbagai media massa kalau wanita berjilbab apalagi bercadar seringkali menuding banyak orang kafir dan hanya dirinya sendiri yang beriman.

Si Des mengakui dirinya belum lama mengenakan cadar kalau ke luar rumah. Alasannya, cadar selain pakaian wanita sholehah yang biasa dikenakan wanita-wanita sholehah dahulu ternyata juga bisa melindungi dirinya dari berbagai hembusan debu di jalanan. Terlebih lagi ketika naik motor. Berkat cadar maka  wajah terjaga kebersihannya dari debu-debu kotor yang beterbangan di jalan-jalan.

Aku juga mengetahui kalau si Des pernah bekerja di sebuah perusahaan hiburan sebagai sekretaris. Biasa berhubungan dengan banyak orang yang membutuhkan jasa perusahaannya terutama dari kalangan elite di kotanya. Karenanya seringkali ke luar masuk hotel buat melakukan lobi-lobi di ruang pertemuan dan biasanya di akhiri dengan makan-makan.

Hanya saja si Des ke luar dari perusahaan tanpa diketahui sebab-musababnya lalu bergabung dengan perusahaan katering. Berusaha menyalurkan hobinya membuat aneka kueh kering dan masak memasak sehingga menjadi bisnis menguntungkan.

Keterampilan si Des membua aneka kueh kering luar biasa. Berbagai bahan pembuat kue dalam negeri dan luar negeri digunakannya buat melakukan uji coba memproduksi kue-kue baru dengan rasa baru sampai-sampai ubi makanan khas Indonesia berubah menjadi ubi rasa donat atau donat rasa ubi. Tak kalah dengan donat-donat buatan Dunkin Donat dari Amerika. Karenanya si Des pun seringkali dipanggil rekan-rekannya dengan panggilan Desi Donat atau Si Desi Donat.

Kesibukannya bekerja selama ini menyadarkan si Des kalau dirinya kurang dalam beragama baik ilmunya maupun pengamalannya. Jadi tidak ada salahnya belajar agama dalam suatu pengkajian rutin seminggu tiga kali membahas dasar-dasar beragama terdiri dari akidah, ibadah dan muamalah.

Dalam beberapa bulan saja terjadi perubahan dalam diri si Des. Tiba-tiba berkeinginan mengenakan jilbab dan juga bercadar meninggalkan kebiasaannya selama ini mengenakan pakaian-pakaian biasa saja meskipun tidak pernah mengenakan rok-rok pendek.

Gara-gara pake jilbab dan cadar itu pula hubungannya dengan pemilik perusahaan katering menjadi agak renggang. Berkali-kali si Des menjelaskan mengapa dirinya berjilbab dan bercadar. Tetap saja bosnya tidak mau mengerti. Sebaliknya bosnya menyalahkan dirinya yang berjilbab dan bercadar menjadi sebab turunnya omzet. "Banyak orang menganggap ada teroris dalam perusahaan saya. Mereka jadi takut kalau makanannya didapatkan bom. Bisa-bisa begitu mereka makan kue tiba-tiba meledak...," katanya berkali-kali tiap kali berdebat dengan si Des.

Tak ada pilihan lain bagi si Des kecuali meninggalkan perusahaan katering yang membuatnya terkenal dengan donat rasa ubinya. Meski pemilik perusahaan berusaha menahannya dan hanya menginginkan meninggalkan dan menanggalkan cadarnya saja namun si Des tetap bersikeras ke luar daripada tiap hari dijadikan kambing hitam atas merosotnya omset perusahaan. Padahal menurunnya omset perusahaan adalah fenomena umum di negeri ini sehubungan dengan keadaan negara yang semakin compang-camping kerena pengaruh politik belah bamboo.

Si Desi Donat itulah yang diperkenalkan dan dijodohkan seseorang dalam pengajian kepada anakku, Rafi, begitu Rafi berada di rumah. Selama ini Rafi jarang di rumah karena selalu berada di tengah-tengah pengeboran minyak lepas pantai di Riau dan tak jarang ke Malaysia. Menjadi salah satu ahli kimia dalam perusahaan minyak milik negara Emirat Arab.

Kesibukan Rafi dan juga pribadinya yang ingin bebas sendiri dan belum mau berkeluarga setelah putus cinta beberapa tahun lalu membuatnya seakan-akan lupa berkeluarga. Tenggelam dalam kerja, kerja dan kerja seakan-akan bagian dari kampanye presiden di negaranya. Untunglah kawannya sesama SMA dahulu mengingatkannya dan bahkan mengenalkannya kepada si Desi Donat. Mungkin sudah dasarnya jodoh tak lama proses taaruf atau perkenalan dilanjutkan rencana pernikahan tanpa ribet-ribet melainkan dilakukan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.

Aku beli kartu perdana dengan nomor baru yang bukan nomor Hpku selama ini. Lalu mengirimkan sms ke sebuah nomor Hp milik Rendy. "Saya kawan sekelas Desiwati di SMA Surabaya dan juga kawan seketiduran karena kami berdua sepupuan. 

Mengucapkan selamat atas rencana pernikahan Anda dengan sepupu saya yang saya ketahui perempuan baik-baik. Meskipun punya kawan lelaki begitu banyak saat bekerja di perusahaan hiburan namun sepupu saya tetap menjaga batas-batas pergaulan sesuai dengan ajaran agamanya. Bahkan tak segan-segan bersikap tegas bilamana ada lelaki yang berlaku kurang ajar sehingga tidak ada seorangpun lelaki mengganggunya. Sekali lagi saya ucapkan selamat. Kiranya Allah menjadikan kalian berdua bahagia hidup dunia dan akhirat. Salam Rarawati yang ikut berbahagia dengan perkawinan Anda dan sepupu saya yang cantik itu."

***

Setelah berhari-hari berada di luar kota aku balik ke rumah disambut istriku dengan ceria sebagaimana biasanya. Tapi kali ini tidak biasanya dia berbicara ceplas-ceplos lagi panjang-lebar mengikuti contoh presenter televise swasta asal bunyi.

"Kang. Tidak jadi batal. Rendy minta maaf kepada calon istrinya si Des. Gara-gara berprasangka buruk. Nyaris keduanya bertengkar habis-habisan untunglah ada yang mendamaikan dan meluruskan persoalan yang terjadi selama ini hingga benar-benar clear. Waduh Umi enggak sabaran lagi menimang cucu," lapornya berapi-api tanpa kenal berhenti kayak kereta api bebaranjang sampaipun di meja makan dan di tempat tidur. 

Bisa jadi saat aku terlelap tidur dan bermimpi indah dari mulut istriku masih saja tetap  berbunyi mendendangkan lagu rindu bakal menimang-nimang cucu yang entah kapan karena pernikahan saja belum terjadi. Masih beberapa bulan lagi ke depan. Angan-angan memang panjang. Jauh lebih panjang dari hibup manusia itu sendiri.

Dari omongan istriku yang tidak pernah aku dengar karena keburu tertidur, rupanya si Des juga menerima sms serupa sms buat anakku berisikan fitnah. Tertulis di dalamnya, "Saya kawan sekelas Rendy di SMA Jakarta. Dari hati paling dalam menginginkan Anda yang calon istrinya tidak kecewa dan baik-baik saja bilamana menjadikan teman saya itu sebagai suamimu. Bersabarlah. Karena Rendy selepas SMA berpacaran dengan kawan kelasnya hingga hamil dan kini memiliki seorang anak hasil hubungan gelapnya dengan kawan saya itu. Kini dia juga menuntut pertanggungan jawabnya.  Saya kabarkan ini karena saya kasihan dengan Anda. Jadi sebelum terlambat putuskan saja mengingat Anda adalah perempuan baik-baik sebagaimana yang saya ketahui dari kawan-kawan Anda..."

Dengan demikian cobaan buat si Des jauh lebih dahsyat lagi dibandingkan anakku. Karena ada perempuan membawa anak kecil mengaku-aku sebagai istrinya Rendy langsung menemuinya di rumahnya. Bahkan perempuan itu sambil menangis karena telah ditelantarkan Rendy tanpa nafkah apapun layaknya bunyi pepatah habis manis sepah dibuang. Berakibat Desi dan keluarganya harus menanggung malu luar biasa setelah mendengar pengakuan wanita itu yang kemudian pergi begitu saja dan menghilang entah ke mana meski sudah dicari ke mana-mana.

Desi begitu sabar menghadapi cobaan. Tidak uring-uringan serupa anakku. Dia hadapi cobaan dengan menegakkan shalat istikhoroh dan berdoa kepada Tuhannya di tengah malam selagi dunia sunyi dan senyap serta seluruh penghuni rumahnya tertidur lelap di pembaringan masing-masing. Tak lama terlintas sebuah ayat  berbunyi, "....wanita yang baik untuk lelaki yang baik dan lelaki yangbaik untuk wanita yang baik."***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun