Mohon tunggu...
Ahsanil Kholiqin
Ahsanil Kholiqin Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kang Licin

Menulis sebagai jalan hidup karena tulisanlah yang akan kekal abadi meski raga sudah tidak bernyawa.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Buku untuk Mulai Mengenal Filsafat yang Recommended!

9 Februari 2020   20:43 Diperbarui: 9 Februari 2020   20:39 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sampul Buku, penerbit: UIN Maliki Press

Judul Buku      : Menuju Pemikiran Filsafat

Penulis             : Muhammad In'am Esha

Penerbit           : UIN Maliki Press

Tahun Terbit    : 2010

ISBN               : 978-602-1190-75-3

Penulis yang merupakan salah satu dosen di Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang memaparkan buku ini dengan bahasa yang mudah difahami bagi khalayak muda, terlebih lagi bagi para mahasiswa baru yang baru saja mengenal tentang filsafat. Karena tujuannya itulah buku ini disusun dengan lugas dan tidak bertele-tele dalam menyampaikan pokok bahasannya. Buku Menuju Pemikiran Filsafat ini menguraikan mengenai filsafat dengan perspektif Islam dalam menyampaikan gagasan-gagasannya. Karena ini penting untuk menghilangkan paradigma masyarakat yang menganggap bahwa filsafat tidak ada dalam ajaran Islam. Melalui buku ini, penulis mengutarakan hal-hal pokok dalam kajian filsafat dengan cara yang sederhana dan yang biasanya menjadi pokok permasalahan dalam mempelajari filsafat. Didalam buku ini pembahasan dibagi kedalam tujuh bab.

BAB 1 : Kuasa dan Hasrat Pengetahuan

            Dalam mengawali buku ini dipaparkan mengenai adagium klasik "Siapa yang menguasai pengetahuan, maka ia menguasai dunia" yang memang telah terbukti sepanjang sejarah manusia hingga saat ini. Bab satu ini dibahas mengenai kaitan kekuasaan dengan pentingnya ilmu pengetahuan. Munculnya peradaban Mesir, Persia, Romawi, Yunani, dan Islam tidak lain adalah bukti-bukti historis yang tidak dapat dinafikan. Bahkan, pada zaman sekarang pun peradaban Barat yang saat ini menguasai dunia, adalah bentuk kiblat dunia ilmu pengetahuan. Demikian juga yang sedang dialami oleh bangsa China dan Rusia yang sekarang menjadi kiblat dan dianggap sebagai salah satu negara adidaya, bukan karena segi sumber daya alamnya yang bagus namun karena keberhasilannya dalam mengembangkan teknologi luar angkasa yang merupakan simbol penguasaan ilmu pengetahuan. Dengan adanya penguasaan ilmu pengetahuan yang baik membuat beberapa bangsa menjadi yang terdepan dalam menguasai berbagai sektor penting dalam ranah kehidupan masa kini.

            Membincang kekuasaan biasanya tidak dapat dilepaskan dari ranah politik. Konsep kekuasaan dianggap mempunyai sifat yang sangat mendasar dalam ilmu sosial pada umumnya, dan ilmu politik pada khususnya. Tidak mengherankan jikalau kajian ilmu politik dan kekuasaan yang banyak dibahas adalah orang-orang yang berkuasa seperti para raja, para panglima, dan lembaga politik seperti parlemen. Ada banyak pendapat mengenai makna kekuasaan dalam konteks politik. Budiardjo (1984:9) menyatakan bahwa kekuasaan dianggap sebagai kemampuan pelaku untuk mempengaruhi tindakan pelaku lain sedemikian rupa, sehingga tingkah laku terakhir menjadi sesuai dengan keinginan aktor yang mempunyai kekuasaan.

            Kekuasaan adalah hasrat, kemampuan, kapasitas untuk mempengaruhi dan mengontrol orang lain. Praktik beroperasinya kekuasaan dalam kajian politik modern tidak dapat dilepaskan dari kuasa pengetahuan. Manusia adalah makhluk yang senantiasa berkehendak untuk berkuasa (the will to power). Manusia sejak awal keberadaannya sudah dibekali dengan potensi untuk berkuasa. Di dalam Al-Qur'an sendiri dijelaskan bahwa manusia merupakan khalifatullahi fi ardl. Manusia yang merupakan wakil Tuhan di atas bumi sudah semestinya dibekali dan dianugerahi kekuasaan untuk mengelola alam semesta.

            Pertama-tama kekuasaan di sini bersikap netral, bahkan positif. Jargon rahmatan lil alamin adalah jargon yang mendasari perjuangan manusia untuk mewujudkan kekuasaan. Dalam konteks ini, kekuasaan tidak mungkin dikelola dengaan baik jika tidak disertai dengan pengetahuan. Dalam pemikiran modern, relasi pengetahuan dan kekuasaan mendapat perhatian yang utama dari kajian yang dilakukan oleh Foucault. Foucault adalah seorang ilmuwan Barat modern yang konsep kajian-kajiannya pada persoalan relasi pengetahuan dan kekuasaan. Meskipun bukan seorang muslim namun sudah seharusnya orang-orang Islam mengamalkan apa yang pernah dikatakan oleh Ali bin Abi Thalib kw yang termaktub dalam perkataan undhur ma qala wala tandhur man qala. Lihatlah apa yang dikatakan dan jangan melihat siapa yang mengatakan.

            Pengetahuan manusia memiliki beberapa tingkatan. Tingkatan yang pertama disebut dengan pengetahuan indrawi. Tingkatan pengetahuan yang kedua disebut dengan pengetahuan ilmiah (science). Tingkatan pengetahuan yang selanjutnya adalah pengetahuan filosofis (phylosophy). Dalam konteks masyarakat beragama tiga tingkatan tersebut memang harus dilengkapi dengan tingkatan yang terakhir yaitu pengetahuan agama. Dalam konteks Islam, keinginan manusia untuk berkuasa ini sangat berkaitan dengan tujuan utama manusia yang dimuarakan untuk mencapai ridla Allah swt. atau yang biasa disebut dengan "kuasa ilahiyah".

BAB 2 : Filsafat dan Pemenuhan Hasrat Pengetahuan Manusia

            Dalam pemaparannya, spektrum pengetahuan manusia  adalah sangat luas seperti yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya. Dengan demikian, pengetahuan filsafat merupakan salah satu saja dari sekian spektrum pengetahuan manusia. Sebagai sebuah modus untuk mendapatkan pengetahuan, metode filsafat memiliki dasar legitimasi teologis yang kuat. Agama Islam melalui ajaran-ajarannya yang tertuang dalam kitab suci Al-Qur'an mengajak manusia untuk berfikir menggunakan akalnya.

            Perdebatan dalam agama terhadap persoalan filsafat sendiri lebih pada isi filsafat itu, dan bukan fisafat yang memandang tidak berkesesuaian dengan filsafat. Ketika Al-Ghazali memperdebatkan filsafat yang dipermasalahkan adalah dari segi isi filsafatnya. Tetapi harus difahami bahwa ketika ia mengkritisi isi filsafat beliau juga memakai salah satu metode jadi semua manusia harusnya untuk dapat memahami dan memakai ilmu filsafat dengan bijak.

BAB 3 : Transmisi Filsafat dalam Tradisi Islam

            Perkembangan intelektual umat Islam memungkinkan untuk tumbuh dan maju karena ada kemampuan dan kecanggihan dalam mengadopsi dan sekaligus mengadaptasi tradisi pemikiran yang telah ada di luar Islam atau dalam bahasa sosial di kenal dengan istilah asimilasi, difusi, dan mungkin juga sinkritisme kebudayaan. Adanya fenomena adaptasi ini telah meniscayakan umat Islam untuk tidak semata-mata menjiplak tradisi pemikiran lain tetapi secara kreatif melakukan pengayaan terhadap pemikiran-pemikiran tersebut.

BAB 4 : Pohon Filsafat

            Mengkaji sebuah filsafat bisa diibaratkan seperti memasuki hutan belantara yang bisa membuat orang yang memasukinya menjadi kebingungan. Untuk itu didalam buku ini dibuatlah ilustrasi bahwa belajar filsafat diibaratkan seperti sebuah pohon: ada akar, batang, cabang, ranting, daun dan buah. Akar filsafat sebagai bentuk symbol darimana seseorang berfilsafat. Empat hal yang menjadi landasan berfikirnya adalah ketakjuban, keraguan, dan hasrat bertanya. Batang filsafat diibaratkan sebagai pembahasan tentang "berfikir" karena hal ini adalah yang utama dalam mempelajari filsafat. Cabang dan ranting pohon ini diibaratkan sebagai pembahasan cabang filsafat yaitu: metafisika, epistemology, dan aksiologi. Buah dari filsafat sendiri diibaratkan sebagai tujuan utamanya yang berupa untuk meraih kebenaran yang sesungguhnya.

BAB 5 : Mengenal Metafisika

            Metafisika sebagai cabang filsafat yang pertama membahas persoalan hakikat realitas yang ada (being as being). Metafisika dibagi menjadi dua bagian besar yaitu: metafisika umum, general, atau yang lebih popular disebut ontologi; dan metafisika khusus, spesifik, tentang sesuatu yang ada. Metafisika ini tediri atas theodeci, kosmologi, dan juga antropologi metafisik. Meski ada banyak cabangnya namun dalam buku ini hanya dijelaskan dua garis besar persoalan pokok metafisika: yaitu yang terkait dengan persoalan kuantitas realitas dan kualitas realitas.Yang pertama memunculkan aliran monism, pluralism, dan hierarki wujud; sedang yang kedua memunculkan aliran idealism, materialism, dan dualism.

BAB 6 : Mengenal Epistemologi

            Epistemologi merupakan cabang filsafat yang kedua. Ia membahas persoalan bagaimana manusia dapat memperoleh pengetahuan dan bagaimana capaian pengetahuan manusia itu dapat dibenarkan. Epistemologi memiliki fungsi yang sangat fundamental mulai sebagai landasan bagi tindakan manusia sehari-hari, pengembangan kearifan dalam pengetahuan, hingga menjadi sarana untuk penyandaran bahwa dunia ini terdapat variasi kebenaran yang dimiliki manusia yang oleh karenanya manusia layak menjadi manusia yang sempurna (insan kamil).

            Epistemologi membahas beberapa persoalan penting seperti membahas objek pengetahuan manusia, sumber pengetahuan manusia, klasifikasi pengetahuan, hingga kadar pengetahuan manusia. Objek pengetahuan manusia dapat dibedakan menjadi objek empiris, ideal, dan transenden. Sedangkan sumber pengetahuan manusia ada 4: pengalaman inderawi, rasio atau akal, intuisi atau hati, dan kabar shadiq atau wahyu.

            Di dalam buku ini pembagian pengetahuan dibagi dalam dua pembagian yaitu: (1) dari cara memperolehnya ada pengetahuan yang hushuli da nada pengetahuan yang hudluri; (2) dari kepentingannya: ada dominatif, deskriptif, dan emansipatoris. Sementara itu, terkait dengan kadar pengetahuan dapat dibedakan menjadi: mutlak, nisbi, dan relatif. Namun sejatinya derajat pengetahuan manusia hanya ada pada dua level: nisbi dan relatif. Akan tetapi, manusia tetap diharuskan untuk mendapatkan yang mutlak. Dengan kasih saying Allah SWT manusia dianugerahkan pengetahuan yang mutlak tidak dengan usahanya tetapi diberi (given) melalui wahyu.

BAB 7 : Mengenal Aksiologi

            Aksiologi adalah cabang filsafat utama yang ketiga. Aksiologi membahas persoalan niai baik yang berkenaan dengan baik dan buruknya tindakan manusia, maupun berkenaan dengan indah dan jeleknya sesuatu. Aksiologi juga dikenal dengan istilah filsafat nilai karena berupa pemikiran tentang persoalan nilai.

            Bagi orang yang memiliki paham objektivisme berpendapat bahwa nilai itu ada di dalam diri objek. Terserah apakah orang akan menyadarinya atau tidak. Sedangkan bagi subjektivisme berpandangan bahwa nilai itu tergantung pada subjek yang menilai. Itulah sebabnya sekarang ini terdapat aliran relasionalisme rasiologis yang berpandangan bahwa nilai itu bersifat objektif sekaligus objektif.

            Dalam pembahasan aksiologi selain membahas tentang hakikat nilai merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari persoalan aksiologi yaitu tentang etika dan estetika. Karena pembahasan tentang dua hal itu sangat luas, sering kali pembahasan keduanya berdiri sendiri-diri. Di dalam buku ini penulis membahas keduanya menjadi satu bagian dalam aksiologi.

            Itulah pembahasan mengenai buku yang berjudul Menuju Pemikiran Filsafat. Dari semua yang telah disampaikan oleh penulis, buku ini disusun dengan ringkas dan sederhana sehingga yang biasanya mengenai filsafat merupakan bahasan yang berat dan sulit dimengerti, apalagi bagi mahasiswa yang baru menginjak semester satu dan dua akan menajdi sebuah masalah tersendiri nantinya. Buku ini juga di tulis untuk memudahkan para pembacanya dengan dicetak tidak terlalu tebal dan memudahkan pembaca dalam mencerna dan memahami isi mengenai pokok-pokok permasalahan ilmu filsafat. Selain harganya yang terbilang cukup murah, apalagi bagi khalayak muda khusunya bagi mahasiswa yang masih menginjak semester satu dan dua  buku ini sangat direkomendasikan untuk dimiliki dan difahami dengan seksama. Di dalam buku ini juga ditunjangan dengan adanya bagan-bagan pengertian mengenai bebrapa kata yang mungkin masih asing bagi mahasiswa yang baru mengenal tentang filsafat, sehingga diharapkan dengan adanya bagan-bagan tersebut dapat memudahkan para pembaca untuk memahami apa yang telah ditulis oleh penggarang buku ini. Namun ada beberapa kekurangan yang membuat buku ini kurang sempurna dengan adanya beberapa kata yang salah tulis. Akan tetapi hal itu wajar terjadi karena tidak ada yang sempurna di dunia ini kecuali dzat Yang Maha Sempurna (Allah swt).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun