Mohon tunggu...
Ahonk bae
Ahonk bae Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis Untuk Perdaban

Membaca, Bertanya & Menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Serat Centhini Menyoal Ilmu Petungan, Weton Jawa, dan Relevansi di Era Kiwari

27 April 2022   03:08 Diperbarui: 27 April 2022   03:12 1611
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Serat Centhini jilid 1 sampai 5 Dokpri

Serat Centhini merupakan sebuah buku yang terdiri yang tidak hanya berisi weton Jawa dari 12 jilid yang monumental seperti halnya catatan Suluk Tambangraras yang merupakan nama asli dari buku tersebut namun pada saat ini lebih familiar dengan sebutan Serat Centhini yang, nama Serat Centhini diambil dari nama pembantu perempuan dari Niken Tambangraras yang merupakan tokoh utama atas naskah ini. 

Lalu dalam historisnya ditulis pada Januari 1814 dan rampung pada tahun 1823 dan bisa dikatakan bahwa karya tersebut merupakan ikhtisar dari etika dan estetika masyarakat Jawa pada masa itu bahkan kini. Serat Centhini yang terdiri 12 jilid ini dituturkan kembali oleh Agus Wahyudi dan totalnya terdiri dari 4.200 halaman

Konon naskah Serat Centhini sendiri yang asli terdiri dari 4.200 halaman yang dan telah terbagi menjadi 12 jilid sampai saat ini tidak hanya berisi weton Jawa. Kemudian dalam penulisan naskahnya sendiri ditulis pada Januari 1814 dan rampung pada 1823 yang ide penulisan Serat Centhini sendiri berasal dari Adipati Anom Amangkunegara III. 

Perlu diketahui juga bahwa Serat Centhini memiliki 6 (enam) versi yang berbeda, dikarenakan perbedaan naskah asli dan naskah turunan sehingga terdapat perbedaan atasnya, dan enam versi tersebut ialah; Pertama; Serat Centhini Baku, Kedua; Serat Centhini Persembahan Pakubuwana VII ke Negeri Belanda, Ketiga; Serat Centhini Bahasa Jawa Timur, Keempat; Serat Centhini Bahasa Jawa Pegon, Kelima; Serat Centhini Jalalen, terakhir atau Keenam; Serat Centhini Amongraga.   

Dalam Serat Centhini begitu kaya akan kandungan epistemologi tidak hanya berisi weton Jawa, terutama ensiklopedia Jawa di dalamnya terdapat lebih dari 10 disiplin keilmuan yang dituturkan ulang oleh Agus Wahyudi dalam sebuah novelisasi yang tidak membosankan. Dari mulai sejarah, geografi, pendidikan, arsitektur, filsafat, agama, tasawuf, klenik, ramalan, sulap, kesaktian, perlambang, adat istiadat, tata upacara tradisi, etika, psikologi, obat-obatan, makanan, seni, pengetahuan alam, flora fauna bahkan seksologi juga terdapat di dalamnya. 

Dengan adanya embel-embel ensiklopedi Jawa tersebut membuat rasa penasaran penulis semakin menjadi-jadi, sebab dalam lingkungan penulis tinggal masih terdapat tradisi yang dipegang kuat oleh masyarakat, terutama sekali dalam masalah perhitungan atau 'petung' dalam menentukan hari yang baik atau buruk, kemudian dalam membangun rumah atau bahkan dalam ritus keagamaan. Dan yang paling berkesan di mata penulis ialah soal Naga Jatingarang atau Jatingara yang (hal 225) yang pernah penulis dengar dari seorang teman. 

Oleh sebabnya Serat Centhini sebegitu menakjubkan di mata penulis, dengan alasan adanya irisan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. 

Kemudian dalam ditemukan pada Serat Centhini jilid 1-4 mengenai ilmu hitungan, ilmu petung, baik untuk menentukan hari baik untuk melakukan sesuatu atau aktivitas lainnya sehingga ilmu hitung baik weton atau neptu sekalipun masih digunakan hingga saat ini. Kemudian pada Serat Centhini ditemukan beberapa diantaranya 

Serat Centhini jilid 1; Pada bagian 12 dan 25; Berburu Ilmu Petung dan Senggama (12), Ngelmu Pananggalan (25)

Serat Centhini jilid 2; Pada bagian 17; Petungan Bulan dan Tabiat Neptu

Serat Centhini jilid 3; Pada bagian 6, 7, 15 dan 26; Nepton dan Petungan dengan Aksara Jawa (6), Menentukan Hari Baik Sesuai Petungan Hari dan Pasaran (7), Macam-Macam Hari; Bangas, Hidup, Biasa dan Mati (15) dan Perhitungan Ukuran Rumah Jawa (26)

Serat Centhini jilid 4; Pada bagian 1; Sifat Wanita Berdasarkan Hari Kelahiran (Hari dalam Jawa)

Lalu Suwardi Endraswara yang dalam buku Falsafah Hidup Jawa mengungkapkan ajaran primbon yang terbagi dalam beberapa ajaran. Yakni Pranata Mangsa merupakan cara membaca gejala alam semesta atau tafsir ngalam semesta. Orang Jawa menggunakan pranata mangsa untuk melihat kapan waktu tanam yang baik, waktu melaut, hingga kapan harus waspada terhadap musim.

Petungan merupakan hitung-hitungan neptu. Misalnya dalam mencari kecocokan jodoh, nama laki-laki dan perempuan dihitung sedemikian rupa sesuai dengan abjad Jawa yang 20, kemudian dibagi tujuh. Maka sisanya adalah kondisi yang akan terjadi jika menikah.

Dalam Serat Centhini Pupuh 182-183 mengupas tentang primbon jodoh dengan menghitung hanacaraka dan hari baik untuk menikah. Sistem perhitungan ini dilakukan dengan cara menghitung nilai aksara jawa huruf hidup dari nama lengkap tiap-tiap calon mempelai. Setelah dihitung, jumlah angka pria dibagi sembilan, dan jumlah angka wanita juga dibagi sembilan.

Setelah dibagi sembilan, biasanya akan ada sisa angka yang tidak bisa dibagi sembilan Ladies, contohnya 55 jika dibagi 9 adalah 6 (54 : 9 = 6), dan menyisakan angka 1 (55 -- 54 = 1). Sisa angka dari nama laki-laki dikombinasikan dengan sisa angka dari nama perempuan, dan kombinasi angka tersebut akan memberikan gambaran mengenai kecocokan dari kedua calon mempelai.

Kemudian menurut sebuah sumber dikatakan bahaw dasar dalam menentukan nilai sebuah nama adalah aksara Jawa dengan rincian sebagai berikut:

- ha atau a= 1;

- na= 2;

- ca= 3;

- ra= 4;

- ka= 5;

- da= 6;

- ta= 7;

- sa= 8;

- wa= 9;

- la= 10;

- pa= 11;

- dha= 12;

- ja= 13;

- ya= 14;

- nya= 15;

- ma= 16;

- ga= 17;

- ba= 18

- tha= 19; dan

- nga= 20.

Selain menggunakan aksara jawa tersebut terdapat pula cara dalam menghitung weton kelahiran seseorang dengan hitungan ini;

Hari serta nilainya

Senin bernilai 5

Selasa bernilai 4

Rabu bernilai 3

Kamis bernilai 7

Jum'at bernilai 8

Sabtu bernilai 6

Minggu bernilai 9

Pasaran serta nilainya

Wage bernilai 4

Kliwon bernilai 8 

Legi bernilai 5

Pahing bernilai 9

Pon bernilai 7

Hitung jumlah weton dengan pasangan kemudian jumlahkan. Misal A lahir pada Senin Pahing maka weton anda adalah Senin (5) + Pahing (9) = 14. 

Lakukan cara yang sama untuk pasangan (b), misal padangan A lahir pada Selasa Pon, maka wetonnya berjumlah Selasa (4) +  Pon (7) = 11. 

Pembagian berikutnya dalam Serat Centhini adalah Pawukon yang merupakan rumusan perhitungan waktu, baik hari, pasaran, bulan ataupun tahun. Lalu ada pengobatan yang merupakan wejangan pengobatan tradisional. Juga ada wirid yang biasanya berupa sastra Weda, sebagai sugesti, larangan yang menuju ke suatu titik mistik. Yang bertujuan agar terciptanya keharmonisan manusia Jawa dengan sesamanya, alam semesta dan Tuhan.

Kemudian dalam perjalannya perhitungan Jawa yang digunakan dalam primbon baru ditetapkan oleh Sultan Agung setelah melihat dua masyarakat yang hidup di Jawa, yakni santri dan abangan. Sultan Agung menetapkan perhitungan Jawa dengan menggunakan perhitungan bulan, diambil dari kalender Hijriyah, namun dimulai dari tahun Saka saat itu meskipun Serat Centhini tidak hanya berisikan weton Jawa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun