Peristiwa kebakaran hutan yang masif sehingga menyebabkan kabut asap di beberapa daerah Indonesia menjadi ironi dan duka bagi bumi pertiwi saat ini. Saudara-saudaraku semua yang menjadi korban dari peristiwa ini, saya secara pribadi turut berduka dan senantiasa berdoa agar peristiwa ini cepat berlalu. Tentunya kita semua menginginkan begitu. Untuk saudara-saudaraku yang justru menjadi pelaku pembakaran hutan, semoga dosa-dosa kalian diampuni oleh Tuhan Yang Maha Esa. Sepengetahuan saya, TIDAK ADA SATU AGAMA PUN YANG MEMBENARKAN TINDAKAN ANDA!
Semakin meluasnya lahan yang terbakar, tentunya menambah korban yang terpapar kabut asap. Kabut asap pekat terutama menyelimuti wilayah Sumatera Selatan, Jambi, Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan. Kabut asap juga menyebar ke sejumlah daerah di sekitar enam provinsi tersebut. Di Sumatera, kabut asap menyelimuti 80 persen wilayahnya. Paling tidak sebanyak 25,6 juta jiwa terpapar asap, yaitu 22,6 juta jiwa di Sumatera dan 3 juta jiwa di Kalimantan. Sumber: http://print.kompas.com/baca/2015/09/05/Kabut-Asap-Sudah-Darurat
Mungkin saat ini lebih luas lagi dampaknya. Ya Allah SWT, semoga peristiwa kebakaran hutan ini cepat berlalu dan TIDAK TERULANG KEMBALI. Mengingat peristiwa kebakaran hutan serta kabut asap ini semakin meluas, ada usulan dari beberapa kalangan untuk menetapkan status menjadi bencana nasional. Menurut saya, JANGAN MAU!
Kenapa?
Bukan berarti tidak mengutamakan korban yang terpapar asap cukup parah, BUKAN.
Merujuk ke peraturan terkait pengangkatan menjadi status bencana nasional yaitu UU No 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Ada beberapa latar belakang yang mendasarinya: a) jumlah korban, b) kerugian harta benda, c) kerusakan sarana dan prasarana, d) cakupan luas wilayah yang terkena bencana dan e) dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan.
Namun, ada indikator lain yang saya jadikan alasan. Terindikasi peristiwa kabut asap yang merupakan dampak kebakaran hutan ini terindikasi unsur kesengajaan. Hampir setiap tahun peristiwa ini terjadi. Saya menekankan sekali lagi, TERINDIKASI UNSUR KESENGAJAAN. Peristiwa kebakaran hutan pun semakin luas dikarenakan musim kemarau yang berkepanjangan. Pelaku HARUS DITINDAK, DIHUKUM dan DIBERIKAN SANKSI TEGAS. Pemerintah pun telah menetapkan beberapa tersangka baik secara individu atau korporasi.
BUKA DONG DATANYA!!!
JANGAN DITUTUPI!!!
PEMERINTAH TAKUT???
http://nasional.kompas.com/read/2015/10/26/13254171/Pemerintah.Tak.Akan.Buka.Nama.Perusahaan.yang.Bakar.Hutan
Sanksi sosial menjadi hukuman tambahan bagi para pelaku jika datanya disampaikan ke publik. Bahkan menurut saya akan lebih berat dari hukuman yang diberikan oleh peradilan hukum sekalipun.
ASAP HILANG TUMBUHLAH SAWIT!!!
Kita flashback ke peristiwa semburan lumpur Lapindo di Sidoarjo yang menjadi status bencana nasional. Menjadikan proses hukum tidak berlaku walau sudah ditetapkan sebagai tersangka, pemerintah justru harus tanggung jawab penuh, akhirnya APBN yang merupakan UANG RAKYAT pun tersedot. Kesalahan korporasi haruskah ditanggung oleh SELURUH RAKYAT INDONESIA?
Keputusan itu dituangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2007 tentang Pembentukan Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo. Meski kerusakan infrastruktur merupakan akibat aktivitas pengeboran Lapindo Brantas Inc., Perpres memastikan Lapindo tidak perlu menanggung biaya pemindahan dan perbaikannya. Semua biaya perbaikan akan dimasukkan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara.
MAU TERULANG???
Status BENCANA NASIONAL ataupun bukan, seharusnya menjadi tanggung jawab bersama. Pemerintah harus memberikan perhatian penuh kepada SELURUH KORBAN yang terpapar kabut asap. Pemerintah dalam hal ini mulai dari tingkat PEMERINTAH PUSAT, PEMERINTAH DAERAH hingga PEMERINTAH TINGKAT RT.
Untuk para pelaku pembakaran hutan, DIMANA HATI NURANIMU? NASIONALISME buatmu OMONG KOSONG.
Untuk suadara-saudaraku yang terkena dampak kabut asap, semoga peristiwa ini cepat berlalu. Pemerintah TERGERAK memberikan segala upayanya dalam penanganan peristiwa ini.
“Kita milik Allah semata dan sesungguhnya hanya kepada-Nya semata kita kembali. (QS. Al-Baqarah [2]: 156).
"Ya Allah berilah aku pahala dalam musibah yang menimpaku, dan berilah aku ganti yang lebih baik daripada musibah yang telah menimpa.” (HR. Ahmad dan Ya’qub bin Sufyan Al-Fasawi)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H