Untuk Mak Eha merupakan judul yang direkomendasikan oleh Pak Sukardi. Judul yang dipilih dari salah satu judul puisi, yaitu Untuk Mak Eha. Cerita di balik puisi bertajuk Untuk Mak Eha itu sebetulnya merekam perjalanan panjang saya dan kawan-kawan menembus hutan dan bukit di sebuah daerah di karawang. Di sana tinggal seorang ibu bernama Mak Eha. Ia tinggal seorang diri. Sedang anak-anaknya sudah berpindah ke kota. Mak Eha bertahan di sana karena kesetiaannya pada almarhum sang suami yang telah wafat dan dimakamkan di salah satu sudut bukit itu.
Draf buku Untuk Mak Eha kemudian saya terbitkan secara indie lewat Penerbit Camar, penerbit indie yang saya kenal dari laman Facebook. Saat itu, penerbit indie masih belum semenjamur sekarang. Jadi, info mengenai penerbitan buku indie pun masih tidak terlalu terbuka seperti sekarang ini. Saya bangga sekali, karena buku kecil berisi 48 judul puisi itu mendapat kata pengantar dan apresiasi langsung dari pak dekan.
Buku kumpulan puisi Untuk Mak Eha menjadi buku solo perdana saya yang lahir dari project 30 hari menulis selama bulan Ramadhan. Buku yang terkadang kalau saya baca lagi, rasanya ingin saya hilangkan saja. Tapi, dipikir-pikir, biarlah saja buku itu menjadi bagian dari rekam jejak karya saya. Seburuk apa pun karya itu. Memang saya akui masih banyak kurangnya, bahkan beberapa puisi saya rasa sangat ancur dan belum layak atau belum pas dimasukkan ke dalam buku itu. Tapi, tak apalah, toh menulis buku perdana tidak harus langsung bagus banget, kan?
Nah, itulah pengalaman Ramadhan yang pernah saya lalui dengan latihan menulis tertarget. Bagaimana pengalamanmu?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H