Mohon tunggu...
Ahmed Rumalutur
Ahmed Rumalutur Mohon Tunggu... -

Penikmat nihilisme, metafisika Schopenhauer dan musik Wagner!

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Raja Geser dan Problem Dana Desa

29 Januari 2019   23:18 Diperbarui: 30 Januari 2019   00:41 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Legalitas transparansi dana desa telah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014. Pasal 82 secara tegas menyebutkan bahwa masyarakat desa berhak mendapatkan informasi, mengenai rencana dan pelaksanaan pembangunan desa. Masyarakat juga berhak melakukan pemantauan terhadap pembangunan desa dan melaporkan hasil pemantauan tersebut kepada pemerintah desa dan badan permusyawaratan desa. 

Selain itu, pemasangan baliho untuk rincian anggaran dana desa juga wajib dilakukan. Kewajiban pemasangan baliho secara hukum diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negerti (Permendagri) No 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, pasal 4O ayat 1 mengenai laporan realisasi dan laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APBDesa. Harus diakui raja melakukan pemasangan baliho, hanya saja sejauh ini, hasil dari rincian pembangunan tidak dipublikasikan.

Selain problem transparansi dana desa dan isu nepotisme. Masalah lainnya adalah pembangunan SPBU Geser yang masih polemik. Terutama meyangkut status pembangunan SPBU.

Siapa Yakobis? Pemilik SPBU 

Belakangan, melalui wawancara via telephone dengan warga, SPBU ini ternyata milik seorang pedagang China bernama Yakobis. Tapi, yang masih misterius apakah proyek ini akan memberikan pemasukan bagi keuangan desa? atau kantong pribadi segelintir orang? Lagi-lagi, rakyat butuh transparansi. Sebagian masyarakat malah tidak bersepakat tentang pembangunan SPBU, sebab akan mematikan pedagang-pedagang minyak eceran.

Barangkali logika yang terbentuk dalam kepala masyarakat adalah: SPBU ini nantinya dapat menciptakan multiplier effect atau akan membuka lapangan pekerjaan sekaligus akses terhadap BBM makin mudah. Ingat, semakin mudah bukan murah! Konsep "menetas ke bawah" (trickle down effect) ala Hirschman sengaja dipaksakan dalam proyek ini --yang terbukti gagal dan hanya berpihak pada masyarakat kelas atas. Faktanya konsep ini malah menyebabkan Indonesia ambruk terdampar krisis Asia, korupsi, dan yang paling fatal adalah tumbuh suburnya rezim oligarki. (Baca: krisis finansia 98). Lantas, bagaimana seharusnya tata kelola SPBU ini?

Konsep Swa-Kelola

Pembangunan SPBU memang penting, sebab selama ini suplai BBM untuk masyarakat Geser hanya berasal dari kota Bula. Harganya berkisar antara Rp10.000 hingga Rp15.000. Tapi apakah dengan adanya SPBU ini harga BBM makin murah? Tentu tidak! Harga tetap akan mengikuti siklus pasar. Penjual bagaimanapun akan berupaya untuk memaksimalkan profit. Ini terjadi karena usaha tersebut hanya dimiliki oleh sekelompok orang.

Idealnya, proyek strategis seperti ini harusnya dibangun menggunakan dana desa, sehingga status SPBU adalah milik warga. Opsi lainnya, bisa melibatkan investor) tapi tidak 100 persen kepemilikannya. Dengan begitu, SPBU ini menjadi bisnis patungan antara warga dan investor. Hasil dari bisnis patungan ini pun dapat menjadi pemasukan bagi desa secara berkelanjutan dan tidak ada kecurigaan terhadap siapapun. Intinya, warga memiliki hak untuk mengontrol segala aktivitas bisnis SPBU dan tidak ada monopoli raja (baca: konsep perusahaan swakelola, dimana para pekerja mengontrol seluruh jalan produksi tanpa campur tangan pemilik modal dan politisi).  

PLN dan Masalah Lingkungan

Polemik lainnya adalah masalah pemindahan mesin-mesin PLN ke lokasi baru. Rencana pemindahan ini sudah empat tahun yang lalu tapi tak kunjung terealisasi. Lokasi yang menjadi target pemindahan mesin-mesin ini adalah lapangan Galakse (belakang SMA). Tapi, dapat dikatakan isu pemindahan ini hanyalah omong-kosong. Faktanya, sejak periode 2015-2018 berkuasa, raja tak sedikitpun menaruh simpati terhadap masalah lingkungan yang ditimbulkan oleh PLN, misalnya air di sekitar PLN yang mulai memerah, polusi udara, teropong asap PLN yang pendek hingga menyebabkan asap tersebar ke rumah-rumah warga, dll.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun