Mohon tunggu...
AH Media
AH Media Mohon Tunggu... Dosen - Inklusif dan Toleran

Cinta Tanah Air Sebagian dari Iman

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Cobaan dalam Hidup, Ujian Allah Menuju Kebahagiaan

19 November 2024   09:56 Diperbarui: 19 November 2024   16:20 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

COBAAN DALAM HIDUP : Ujian Allah Menuju Kebahagiaan 

Oleh : M. Fatikhun, S.Ag., M.H

Allah menciptakan dua kehidupan, yaitu : dunia dan akhirat. Kehidupan Akhirat itu merupakan kelanjutan dari kehidupan dunia, dimana kehidupan Akhirat itu lebih baik daripada kehidupan dunia. Akhirat juga kehidupan haqiqi dan akhir dari kehidupan. Dua alam kehidupan (dunia-Akhirat) tersebut, adalah alam yang berbeda, akan tetapi sebenarnya merupakan satu kesatuan. Maksudnya, kehidupan dunia adalah sebuah perjalanan menuju kehidupan yang sebenarnya, yaitu kehidupan Akhirat, dan kehidupan dunia akan menjadi penentu kehidupan Akhirat. Barang siapa yang menjalani kehidupan didunia dengan jalan yang benar yaitu menggunakan petunjuk dari Allah, maka akan mendapatkan keselamatan dan kebahagiaan hidup di dunia, sekaligus akan selamat dan mendapatkan kebahagiaan hidup di Akhirat nanti.

Allah menjanjikan kebahagiaan dan keselamatan pada dua alam yaitu ; dunia dan Akhirat. Agar manusia memperoleh apa yang dijanjikan-Nya, Allah menciptakan manusia, sekaligus memberikan petunjuk untuk mencapai kebahagiaan dan keselamatan hidupnya. Bentuk kebahagiaan dan keselamatan yang dijanjikan Allah, antara lain ; Allah akan memberikan kemashlahatan dan kesejahteraan hidup berupa ketenangan jiwa dan rizqi yang baik (halal-berkah) didunia. Begitu juga, Allah akan memberikan kebahagiaan dan kesejahteraan pada kehidupan yang abadi di Akhirat. Petunjuk hidup tersebut adalah semua hukum dan jalan (syari'at) Allah yang terdapat dalam Al-Qur'an al-Karim. Barang siapa yang menggunakan petunjuk tersebut pasti akan mendapatkan apa yang dijanjikan Allah.

Untuk mendapatkan kebahagiaan, sebenarnya mudah asalkan manusia percaya sepenuh hati kepada Allah dan segala petunjuk-Nya. Karena dengan petunjuk-Nya, Allah tidak pernah bermaksud mempersulit makhluq-Nya, melainkan justru mempermudah, sebab tujuannya adalah menata kehidupan manusia agar lebih baik (mashlahah). Akan tetapi, yang dirasakan oleh kebanyakan manusia, hukum Allah itu sangat sulit dan berat dijalankannya. Perasaan ini terjadi, karena manusia dalam menjalani kehidupan dunia lebih mendahulukan nafsu daripada hati. Sedangkan nafsu itu adalah cenderung pada syaithan, dan syaithan itu pasti bertentangan dan melawan hukum Allah.

Kunci dalam menjalankan petunjuk-petunjuk Allah agar memperoleh kebahagiaan dan keselamatan hidup didunia dan Akhirat, adalah "kesabaran". Allah memberikan petunjuk didalam Al-Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 155-156, yang terjemahannya kurang lebih sebagai berikut :

وَلَنَبۡلُوَنَّكُم بِشَيۡءٖ مِّنَ ٱلۡخَوۡفِ وَٱلۡجُوعِ وَنَقۡصٖ مِّنَ ٱلۡأَمۡوَٰلِ وَٱلۡأَنفُسِ وَٱلثَّمَرَٰتِۗ وَبَشِّرِ ٱلصَّٰبِرِينَ ٱلَّذِينَ إِذَآ أَصَٰبَتۡهُم مُّصِيبَةٞ قَالُوٓاْ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّآ إِلَيۡهِ رَٰجِعُونَ

"Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar (155). (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun" (156)".

Beberapa hikmah yang dapat kita petik dari ayat tersebut antara lain : Manusia, dalam menjalani kehidupan di dunia, akan mendapatkan cobaan (ujian) dari Allah. Cobaan tersebut, berupa : Pertama, "Ketakutan" (al-khouf). Dalam ayat tersebut, beberapa mufassir memahami (menafsiri) al-khouf yaitu : "qolil min al-khouf" (sedikit ketakutan). Alloh mencoba/menguji manusia dengan memberi ketakutan yang kecil (sedikit), bukan ketakutan "sangat". Maksudnya, ketakutan yang sedikit berarti tidak sepenuhnya takut, berarti masih memiliki sebagian yang cukup banyak "keberanian". Ketakutan, itu sebuah perasaan yang "ada dimana saja" dan "kapan saja", dalam kehidupan manusia. Perasaan ini sangat merugikan bagi kehidupan manusia. Sebab, ketakutan dapat menyebabkan kegagalan, kemunduran dan stagnasi (kemandegan) dalam setiap aktifitas kehidupan manusia. Lantaran ketakutan orang gagal mendapatkan apa yang diinginkannya, berarti gagal memperoleh kebahagiaan.

Kedua, "kelaparan" (al-Juu'). Kelaparan adalah gambaran orang yang tidak memiliki "penghasilan" (rizqi) untuk dimakan, atau disebut juga "kemiskinan". Manusia yang berada dalam keadaan kelaparan (kemiskinan), artinya sedang merasakan sesuatu yang tidak menyenangkan (menyedihkan). Berarti pada saat itu, menerima kondisi yang tidak membahagiakan-tidak mendapatkan kebahagiaan. Kelaparan dapat terjadi karena memang tidak mempunyai penghasilan (miskin) atau bisa juga lantaran sedang terjadi krisis pangan atau paceklik (istilah bahasa jawa). Pasti berat menyandang keadaan yang demikian.

Ketiga, "kekurangan harta"/"dikurangi hartanya". Dalam keadaan ini, bisa jadi pada awalnya manusia telah memiliki harta (kaya) atau sukses dalam usahanya. Akan tetapi karena suatu hal, harta kekayaannya habis, misalnya karena boros dalam penggunaannya atau karena bangkrut usahanya.

Keempat, "dikurangi jiwanya". Yang dimaksud dikurangi jiwanya, adakalanya sakit (terutama sakit keras), dari sehat menjadi tidak sehat, cacat, serta sakit yang lainnya. Dan bisa berupa kematian salah satu anggota keluarganya. Semua itu sangat menyakitkan hati (perasaan), kebahagiaan hilang karena tidak bisa merasakan nikmatnya hidup atau kehilangan salah satu anggota keluarga yang dicintainya.

Kelima, "dikurangi buah-buahannya". Dikurangi buah-buahannya, antara lain adalah gagal panen, baik disebabkan oleh hama, maupun disebabkan oleh kekeringan. Padahal upaya perawatan dan pemupukan sudah dilakukan semaksimal mungkin, tiba saatnya menunggu panen ternyata terserang hama atau kekeringan, dimana hujan tidak kunjung turun, sehingga panen yang ditunggu tidak dihasilkan. Apabila seseorang tertimpa nasib seperti itu, pasti akan merasakan kesedihan dan kepedihan yang luar biasa. Alloh sengaja memberikan cobaan (ujian), dengan menimpakan kelima keadaan tersebut kepada setiap umat yang beriman kepadaNya. Tujuannya, agar manusia mendapatkan kebahagiaan, keselamatan dan kesejahteraan hidup.

Dalam ayat tersebut diterangkan bahwa bagi orang yang sabar menghadapi (kelima) ujian tersebut diatas, akan diberikan kepadanya kegembiraan. Kegembiraan memiliki arti yang sangat luas, bisa berarti ; kebahagiaan, kesuksesan, kesejahteraan, keselamatan dan lain-lain. Semua akan didapatkan manusia setelah melewati ujian.

Lantas siapakah orang yang sabar, yang dijanjikan habar gembira (kebahagiaan)? Yaitu orang yang apabila tertimpa musibah, mereka mengucapkan "Inna lillaahi wainnaa ilaihi rooji'uun" (sesungguhnya kami adalah milik Alloh, dan kepada-Nya lah kami kembali). Musibah yang dimaksud adalah kelima cobaan (ujian) tersebut diatas. Seseorang yang tertimpa kelima keadaan tersebut harus sabar dan mengembalikan seluruh persoalan yang dihadapi itu kepada Alloh (mengucapkan : "Innaa Lillaahi Wa Innaa Ilaihi Rooji'uun").

Mengucapkan kalimat "TARJI'/ISTIRJA'", yang dikehendaki dalam ayat tersebut, adalah mengucapkan dengan "lisan" dan mengucapkan dengan "hati". Mengucapkan dengan lisan berarti melafalkan kalimat tarji'/istirja' tersebut, Sedangkan yang dimaksud dengan pengucapan dalam hati adalah pernyataan mengembalikan diri kepada Alloh, atas seluruh permasalahan yang dihadapinya yang dirasakannya sangat berat. Oleh karena itu, "tarji'" ini harus dilakukan dengan penuh kesadaran hati, sebab semua persoalan itu yang mengatur adalah Allah SWT. Manusia tidak mampu menyelesaikan/mengatasi permasalahan tersebut.

Yang dimaksud dengan mengembalikan semua persoalan kepada Alloh (tarji'/istirja') adalah dengan cara "muhasabah" dan "tafakkur". Yaitu, mengevaluasi diri dan memikirkan tentang apa yang telah terjadi, mengapa hal itu terjadi, serta apa yang harus dilakukan. Barangkali terdapat kesalahan atau kelalaian dari apa yang telah dilakukan, berbuat salah dan dosa kepada Allah dan juga kepada manusia, sehingga mengakibatkan kerugian atau kefatalan.

Sebagai contoh, seseorang telah membuka toko dan usahanya sukses, pembeli dan pelanggan cukup banyak. Karena kesuksesan usahanya, dia menjadi orang kaya raya. Ini berarti menggambarkan orang yang telah diberi kebahagiaan berupa rizqi yang cukup. Beberapa tahun kemudian, dia bangkrut, tokonya tidak ramai lagi. Kebangkrutan itu terjadi, antara lain, dia hidup mewah dan boros, dia menggunakan uang usaha itu untuk keperluan kemewahan dan pemborosan tersebut, dan akhirnya manajemen toko (usaha)nya menjadi kacau. Ditambah lagi, memiliki penyakit yang cukup berat, karenanya pengobatan pun mengeluarkan biaya yng cukup berat pula. Karena kebangkrutannya, dia menjadi stress dan pelayanan terhadap pembeli atau pelanggan tidak menyenangkan, sehingga mengakibatkan para pembeli/pelanggan pergi. Dalam hal ini, Allah meberikan cobaan/ujian kepadanya, baik demi keimanan dia maupun kebaikan/kesuksesan usahanya. Menguji demi keimanan dia, adakah setelah dia diberi naikmat (berupa kekayaan dan harta) yang melimpah oleh Allah, kemudian menjadikan dia meningkat ibadahnya atau tidak? Apabila setelah diberikan nikmat ternyata banyak ingkar dan maksiat, Alloh mengingatkan kepada dia, agar kembali kejalan Alloh dengan cara mengambil nikmat yang telah diberikan kepadanya. Sebab apabila nikmat tersebut tidak diambil, dikhawatirkan dia akan terjerumus, selalu dalam kemaksiatan dan kemungkaran kepada Allah.

Penggunaan uang untuk pemenuhan kebutuhan hidup, bertambahnya aktifitas, adalah bagian dari manajemen. Apabila sebelum memiliki kekayaan, menjalani kehidupannya dengan apa adanya (sederhana), tetapi setelah memiliki kekayaan cukup tiba-tiba berubah gaya hidupnya ; mulai dari makanan, pakaian, sering keluar dengan tujuan untuk hura-hura (ke diskotik-misalnya), mobil juga harus yang lux, dan seterusnya. Sampai akhirnya kesehatanpun terserang. Tidak terasa, antara pengeluaran dengan pemasukan tidak imbang, sehingga dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya terpaksa harus menghutang.

Itulah ujian dari Allah, dan kita harus sabar ; menyadari bahwa pemborosan, gaya hidup yang mewah ternyata dapat menjerumuskan manusia kepada kesengsaraan. Mengevaluasi dan memperbaiki kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan. Sampai pada titik kesadaran, bahwa kekayaan dan kemewahan dapat dicapai, namun apabila Allah menghendaki mengambilnya, sangat mudah dan sangat cepat kekeyaan itu hilang. Sebenarnya Allah memiliki maksud yang baik dengan memberikan ujian kepada manusia, yaitu demi kemashlahatan/kebahagiaan manusia yang diuji.

*Penulis, Pengasuh Majelis Taklim Wat Tadzkir Pengajian Rutin Setu Pon Pahonjean Majenang

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun