Keempat, "dikurangi jiwanya". Yang dimaksud dikurangi jiwanya, adakalanya sakit (terutama sakit keras), dari sehat menjadi tidak sehat, cacat, serta sakit yang lainnya. Dan bisa berupa kematian salah satu anggota keluarganya. Semua itu sangat menyakitkan hati (perasaan), kebahagiaan hilang karena tidak bisa merasakan nikmatnya hidup atau kehilangan salah satu anggota keluarga yang dicintainya.
Kelima, "dikurangi buah-buahannya". Dikurangi buah-buahannya, antara lain adalah gagal panen, baik disebabkan oleh hama, maupun disebabkan oleh kekeringan. Padahal upaya perawatan dan pemupukan sudah dilakukan semaksimal mungkin, tiba saatnya menunggu panen ternyata terserang hama atau kekeringan, dimana hujan tidak kunjung turun, sehingga panen yang ditunggu tidak dihasilkan. Apabila seseorang tertimpa nasib seperti itu, pasti akan merasakan kesedihan dan kepedihan yang luar biasa. Alloh sengaja memberikan cobaan (ujian), dengan menimpakan kelima keadaan tersebut kepada setiap umat yang beriman kepadaNya. Tujuannya, agar manusia mendapatkan kebahagiaan, keselamatan dan kesejahteraan hidup.
Dalam ayat tersebut diterangkan bahwa bagi orang yang sabar menghadapi (kelima) ujian tersebut diatas, akan diberikan kepadanya kegembiraan. Kegembiraan memiliki arti yang sangat luas, bisa berarti ; kebahagiaan, kesuksesan, kesejahteraan, keselamatan dan lain-lain. Semua akan didapatkan manusia setelah melewati ujian.
Lantas siapakah orang yang sabar, yang dijanjikan habar gembira (kebahagiaan)? Yaitu orang yang apabila tertimpa musibah, mereka mengucapkan "Inna lillaahi wainnaa ilaihi rooji'uun" (sesungguhnya kami adalah milik Alloh, dan kepada-Nya lah kami kembali). Musibah yang dimaksud adalah kelima cobaan (ujian) tersebut diatas. Seseorang yang tertimpa kelima keadaan tersebut harus sabar dan mengembalikan seluruh persoalan yang dihadapi itu kepada Alloh (mengucapkan : "Innaa Lillaahi Wa Innaa Ilaihi Rooji'uun").
Mengucapkan kalimat "TARJI'/ISTIRJA'", yang dikehendaki dalam ayat tersebut, adalah mengucapkan dengan "lisan" dan mengucapkan dengan "hati". Mengucapkan dengan lisan berarti melafalkan kalimat tarji'/istirja' tersebut, Sedangkan yang dimaksud dengan pengucapan dalam hati adalah pernyataan mengembalikan diri kepada Alloh, atas seluruh permasalahan yang dihadapinya yang dirasakannya sangat berat. Oleh karena itu, "tarji'" ini harus dilakukan dengan penuh kesadaran hati, sebab semua persoalan itu yang mengatur adalah Allah SWT. Manusia tidak mampu menyelesaikan/mengatasi permasalahan tersebut.
Yang dimaksud dengan mengembalikan semua persoalan kepada Alloh (tarji'/istirja') adalah dengan cara "muhasabah" dan "tafakkur". Yaitu, mengevaluasi diri dan memikirkan tentang apa yang telah terjadi, mengapa hal itu terjadi, serta apa yang harus dilakukan. Barangkali terdapat kesalahan atau kelalaian dari apa yang telah dilakukan, berbuat salah dan dosa kepada Allah dan juga kepada manusia, sehingga mengakibatkan kerugian atau kefatalan.
Sebagai contoh, seseorang telah membuka toko dan usahanya sukses, pembeli dan pelanggan cukup banyak. Karena kesuksesan usahanya, dia menjadi orang kaya raya. Ini berarti menggambarkan orang yang telah diberi kebahagiaan berupa rizqi yang cukup. Beberapa tahun kemudian, dia bangkrut, tokonya tidak ramai lagi. Kebangkrutan itu terjadi, antara lain, dia hidup mewah dan boros, dia menggunakan uang usaha itu untuk keperluan kemewahan dan pemborosan tersebut, dan akhirnya manajemen toko (usaha)nya menjadi kacau. Ditambah lagi, memiliki penyakit yang cukup berat, karenanya pengobatan pun mengeluarkan biaya yng cukup berat pula. Karena kebangkrutannya, dia menjadi stress dan pelayanan terhadap pembeli atau pelanggan tidak menyenangkan, sehingga mengakibatkan para pembeli/pelanggan pergi. Dalam hal ini, Allah meberikan cobaan/ujian kepadanya, baik demi keimanan dia maupun kebaikan/kesuksesan usahanya. Menguji demi keimanan dia, adakah setelah dia diberi naikmat (berupa kekayaan dan harta) yang melimpah oleh Allah, kemudian menjadikan dia meningkat ibadahnya atau tidak? Apabila setelah diberikan nikmat ternyata banyak ingkar dan maksiat, Alloh mengingatkan kepada dia, agar kembali kejalan Alloh dengan cara mengambil nikmat yang telah diberikan kepadanya. Sebab apabila nikmat tersebut tidak diambil, dikhawatirkan dia akan terjerumus, selalu dalam kemaksiatan dan kemungkaran kepada Allah.
Penggunaan uang untuk pemenuhan kebutuhan hidup, bertambahnya aktifitas, adalah bagian dari manajemen. Apabila sebelum memiliki kekayaan, menjalani kehidupannya dengan apa adanya (sederhana), tetapi setelah memiliki kekayaan cukup tiba-tiba berubah gaya hidupnya ; mulai dari makanan, pakaian, sering keluar dengan tujuan untuk hura-hura (ke diskotik-misalnya), mobil juga harus yang lux, dan seterusnya. Sampai akhirnya kesehatanpun terserang. Tidak terasa, antara pengeluaran dengan pemasukan tidak imbang, sehingga dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya terpaksa harus menghutang.
Itulah ujian dari Allah, dan kita harus sabar ; menyadari bahwa pemborosan, gaya hidup yang mewah ternyata dapat menjerumuskan manusia kepada kesengsaraan. Mengevaluasi dan memperbaiki kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan. Sampai pada titik kesadaran, bahwa kekayaan dan kemewahan dapat dicapai, namun apabila Allah menghendaki mengambilnya, sangat mudah dan sangat cepat kekeyaan itu hilang. Sebenarnya Allah memiliki maksud yang baik dengan memberikan ujian kepada manusia, yaitu demi kemashlahatan/kebahagiaan manusia yang diuji.
*Penulis, Pengasuh Majelis Taklim Wat Tadzkir Pengajian Rutin Setu Pon Pahonjean Majenang
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H