Mohon tunggu...
Ahmad Zamroni
Ahmad Zamroni Mohon Tunggu... Belajar Menulis -

menulis tentang Ekonomi Islam

Selanjutnya

Tutup

Money

Analisis Etika Bisnis dan Marketing Nabi Muhammad SAW

9 Januari 2018   23:14 Diperbarui: 9 Januari 2018   23:37 4660
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejarah panjang dalam hidup Nabi Muhammad SAW sebagai seorang pebisnis dalam sektor perdagangan memberikan suri teladan bagi umat manusia secara umum. Julukan al-aminyang disandang beliau merupakan bukti bahwa Nabi Muhammad SAW orang yang sudah diakui kredibelitasnya di masyarakat Arab sebagai sosok yang luar biasa. 

Nabi Muhammad SAW memang pribadi yang kompleks, selain predikatnya sebagai orang jujur beliau peroleh, ia juga sebagai seorang nabi dan rasul. Predikat Nabi Muhammad SAW sebagai al-amin, menjadi modal utama dan rahasia sukses beliau menjalankan aktifitas dagangnya. Tercatat dalam berbagai literatur bahwa sejak kecil Nabi Muhammad SAW sudah terkondisikan oleh alam dan keadaan keluarga maupun masyarakat sebagai seorang pejuang.

  • Kejujuran

Berangkat dari kepribadian beliau maka lahirlah tuntunan atau teladan yang bisa dijadikan masyarakat di zaman sekarang untuk sebagai pelajaran. Jujur dalam menjelaskan produk merupakan etika bisnis yang selalu dilakukannya. Kejujuran Nabi Muhammad SAW sudah diakui, beliau adalah manusia yang paling jujur di dunia. Beliau selalu mengatakan dengan jujur produk/barang yang didagangkannya, jika barang itu rusak atau jelek, beliau akan mengatakan kerusakan atau kejelekan barang tersebut. 

Sangat  jarang pedagang yang berani berkata jujur perihal kualitas barang dagangannya. Untuk mempermudah pembahasan dalam analisis, penulis menggunakan standar prinsip etika bisnis yang dikemukakan oleh Sony Keraf. Beberapa prinsip yang dijadikan patokan dalam bahasan ini, yaitu pendapat Sonny Keraf. Dalam prinsip etika bisnis ia berpendapat: otonomi, kejujuran, tidak berbuat jahat, keadilan dan hormat pada diri sendiri. (Sonny Keraf:1998)

Kejujuran menjadi kunci utama dalam praktek bisnis Nabi Muhammad SAW, kejujuran yang Nabi Muhammad SAW praktekkan adalah dengan menyampaikan kondisi riil barang dagangannya. Diceritakan dalam suatu riwayat suatu hari ada pembeli yang menanyakan kain yang pernah dibeli temannya. Lantas Nabi Muhammad SAW menjawab, "kain yang tuan inginkan sudah habis, ini ada yang lain tetapi beda dengan yang tuan maksud, dan harganya tentu berbeda dengan yang teman tuan beli tadi." 

Lantas pembeli merasa kalau Nabi Muhammad SAW hendak menaikkan harga tersebut karena sedang digandrungi oleh konsumen. Dan menurut pandangan pembeli kain tersebut sama dengan yang dibeli temannya tadi. Kemudian pembeli bertanya, "Apakah engkau akan menaikkan harga kain ini?," Nabi Muhammad SAW menjawab "tidak, justru harga kain ini lebih murah dari yang teman anda beli, walaupun kain ini memang sama persis dengan yang teman anda beli, tapi kualitasnya berbeda."( Laode Kamaludin dan Aboza M. Richmuslim:2010).

Dari sebuah cerita tersebut kita bisa melihat bagaimana Nabi Muhammad SAW sangat menjunjung tinggi kejujuran. Padahal kalau beliau mau bisa menaikkan harga barang tersebut sedang menjadi tujuan konsumen yang pasti akan membelinya. Sepintas memang itu hal yang tidak lazim dalam praktek-praktek bisnis sekarang, meskipun pebisnis sebenarnya menyadari bahwa kejujuran menjadi kunci sukses dalam berbisnis, termasuk untuk mampu bertahan dalam jangka panjang di dalam persaingan. Prinsip jujur dalam menjelaskan produk yang dipraktekkan Nabi Muhammad SAW kalau kita tarik ke dalam prinsip etika bisnis modern sama dengan prinsip etika bisnis modern yang dijelaskan oleh Sonny Keraf.  

  • Keadilan
  • Prinsip keadilan menuntut agar kita memberikan apa yang menjadi hak seseorang di mana prestasi dibalas dengan kontra prestasi yang dianggap sama nilainya, ini berarti tidak dikehendaki adanya perlakuan yang diskriminatif. (Ketut Rindjin: 2008)

Keadilan Nabi Muhammad SAW sudah tidak diragukan lagi di masyarakat Arab, sehingga beliau dalam etika bisnis yang dilakukannya tidak menipu takaran, ukuran dan timbangan. Nabi Muhammad SAW sangat menghindari praktek penipuan, tentunya Nabi Muhammad SAW selalu jujur dalam menimbang. Nabi Muhammad SAW sudah pasti tidak diragukan lagi keadilannya, namun praktek keadilan Nabi Muhammad SAW banyak tercatat ketika sudah berupa kebijakan. 

Dan ini terjadi ketika Nabi Muhammad SAW sudah di Madinah. Tapi tidak berarti bahwa Nabi Muhammad SAW tidak adil dalam berdagang ketika masa mudanya. Dalam setiap kebijakan ekonomi Nabi mementingkan keadilan bukan saja berlaku untuk kaum muslim tetapi juga berlaku untuk kaum lainnya di sekitar Madinah. Hal ini terbukti ketika beliau diminta untuk menetapkan harga, beliau marah dan menolaknya. Ini membuktikan bahwa beliau menyerahkan penetapan harga itu pada kekuatan pasar yang alami.

Keadilan merupakan perlakukan yang seimbang, dalam bisnisnya Nabi Muhammad SAW selalu menerapkan keseimbangan. Barang yang kering bisa ditukar dengan barang yang kering. Penukaran barang kering tidak boleh dengan barang yang basah. Demikian juga dalam penimbangan tersebut seseorang tidak boleh mengurangi timbangan. Dalam transaksi Nabi Muhammad SAW menjauhi apa yang disebut dengan muzabanadan muzaqala. (Syaifullah:2010)

  • Menjelek-jelekan Bisnis Orang Lain

Menjelek-jelekan bisnis orang lain yang merupakan pesaingnya adalah tindakan pengecut. Banyak orang terjebak ke dalam tindakan yang tidak terpuji demi mendapatkan keuntungan sebanyak mungkin, misalnya dengan menjatuhkan reputasi pesaingnya dengan menjelek-jelekannya. Dalam berbisnis (berdagang), Nabi Muhammad SAW tidak pernah menjelekjelekan dagangan milik orang lain, justru beliau selalu membantu mempromosikan pedagang lain jika barang dagangan yang ada pada dirinya tidak tersedia. Hal yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW seperti ini akan menghasilkan sebuah iklim persaingan yang sehat. Karena antara penjual yan satu dan yang lain tidak menjelek-jelekkan bisnis orang lain.

Tindakan Nabi Muhammad SAW yang seperti ini sesuai dengan prinsip tidak berbuat jahat (non-maleficence) dan prinsip berbuat baik (beneficence) pada etika bisnis modern. Dimana Prinsip ini mengarahkan agar kita secara aktif dan maksimal berbuat baik atau menguntungkan orang lain, dan kalau hal itu tidak dapat kita lakukan minimal kita tidak merugikan orang lain.

  • Bersih Dari Unsur Riba

Bersih dari unsur riba, ini hal yang selalu Nabi Muhammad SAW dalam berbisnis tidak pernah melakukan riba sedikit pun, apalagi memakan hasil riba. Bahkan dalam suatu hadits beliau mengutuk praktek riba dan menyamakan pelaku riba sebagai pembuat dosa besar. Pada dasarnya, menengok dalam perilaku Nabi Muhammad SAW yang seperti ini sebenarnya bisa dengan prinsip tidak berbuat jahat (non-maleficence) dan prinsip berbuat baik (beneficence). Dimana Prinsip ini mengarahkan agar kita secara aktif dan maksimal berbuat baik atau menguntungkan orang lain. Praktek ini disamakan karena pada kenyataannya dan hukumnya riba merupakan perilaku yang jahat dan merugikan terhadap orang lain. (Ketut Rindjin: 2008)

  • Tidak Menimbun Barang
  • Menimbun barang Dalam bahasa Arab disebut dengan "alikhtikar". Kata ini mengandung makna azh-zhulm(aniaya) dan isa'ah almu'asyirah (merusak pergaulan). Secara umum dapat diambil pengertian yaitu aktivitas menyimpan barang yang dibutuhkan masyarakat dengan tujuan menjualnya ketika harga telah melonjak, barang itu baru dipasarkan. Nabi Muhammad SAW dalam berbisnis tidak pernah melakukan penimbunan barang, bahkan beliau melarang para pedagang melakukan penimbunan. Hal ini tercermin dalam berbagai hadits yang ditegaskan beliau tentang larangan dan ancaman bagi orang yang menimbun. Ketika berbisnis dengan Khadijah Nabi Muhammad SAW selalu menjual barang dagangannya sampai habis. Namun karena keterbatasan alat transportasi Nabi Muhammad SAW membawa barang dagangan secukupnya. Penimbunan barang menjadi tradisi orang-orang jahiliyah, ini mereka jadikan strategi untuk mendapatkan keuntungan yang besar. Dalam bahasa Arab istilah penimbunan disebut dengan ikhtikar, adalah tindakan menyimpan harta, manfaat atau jasa dan enggan menjual dan memberikannya kepada orang lain yang berakibat melonjaknya harga pasar secara drastis disebabkan persediaan terbatas atau stok barang hilang sama sekal dari pasar. Sementara masyarakat amat membutuhkan produk, manfaat Konsep tidak menimbun barang tersebut sesuai dengan prinsip kejujuran dalam etika bisnis modern. Karena dengan kita menimbun suatu barang berarti kita tidak jujur terhadap pembeli, selain itu tindakan menimbun juga membuat kekacauan dalam harga dan perekonomian pasar.

Bisnisnya Nabi Muhammad SAW menggunakan sifat amanahsebagai prinsip, ketika beliau masih menjadi karyawan Khadijah, ia memperoleh kepercayaan penuh membawa barang-barang dagangan Khadijah untuk dibawa dan dijual di Syam. Dengan ditemani Maesaroh Nabi Muhammad SAW menjual barang dagangannya sesuai dengan yang diamanatkan Khadijah. (Syaifullah:2010)

Dalam penelitiannya M. Saifullah menjelaskan bahwa kejujuran tidak bisa menjadi modal utama dalam pengelolaan bisnisnya jika tidak didukung oleh latar belakang yang kuat yang membentuk karakter entrepreneur. Lebih lanjut ia menerangkan bahwa kunci sukses bisnis Nabi Muhammad SAW adalah karena bentukan dari keluarga dan lingkungannya. Paling tidak ada empat faktor yang mempengaruhi kesuksesan Nabi Muhammad SAW menjadi seorang pebisnis. 

Pertama, faktor geografis Arab, sebagaimana sudah penulis tuliskan dalam bab sebelumnya bahwa Arab adalah tanah yang tandus, yang secara ideal tidak cocok untuk sebuah kehidupan, sehingga perdagangan menjadi sumber ekonomi utama bagi masyarakat Arab. Kedua, faktor ekonomi, Nabi Muhammad SAW memang berasal dari keluarga kaya, namun ketika Nabi Muhammad SAW lahir dan masa kanak-kanak keadaan keluarga Nabi Muhammad SAW tidak dalam keadaan mencukupi, sehingga Nabi Muhammad SAW mengambil langkah kreatif mencari nafkah sendiri untuk memenuhi kebutuhannya. 

Ketiga, faktor keluarga, jika dirunut dari kakeknya, Muhamma berasal dari keluarga yang kaya raya, ia memiliki jabatan tinggi sebagai pembesar kaum Quraisy. Ketika terjadi perampokan binatang ternak oleh tentara Abrahah, Abdul Mutholib menemui Abrahah di perkemahan. Abrahah turun tahtanya dan menjabat tangan serta mempersilakan duduk di sebelahnya. Kebesaran Abdul Mutholib diakui Abrahah sehingga ia menghormatinya.

Dari pemaparan di atas dapat kita pahami bahwa Nabi Muhammad SAW menjadi pebisnis yang sukses dan terkenal, tidak hanya faktor kepribadian beliau. Namun juga karena faktor bentukan dari lingkungan dan kondisi sosial kemasyarakatan bangsa Arab. Tentunya, Nabi Muhammad SAW sebagai teladan membawa contoh atau perilaku yang mulia bagi umat manusia. 

Kejujuran yang menjadi salah satu dasar etika bisnis yang membawa kesuksesan Nabi Muhammad SAW. Sehingga kita bisa melihat prinsip-prinsip yang dilakukan Nabi Muhammad SAW dalam aktifitas dagangnya. Pengalaman beliau ketika muda menjadi dasar Nabi Muhammad SAW dalam dalam mengajarkan bagaimana bisnis yang benar dan sesuai dengan yang dikehendaki.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun