Mohon tunggu...
Ahmad Zamroni
Ahmad Zamroni Mohon Tunggu... Belajar Menulis -

menulis tentang Ekonomi Islam

Selanjutnya

Tutup

Money

Analisis Etika Bisnis dan Marketing Nabi Muhammad SAW

9 Januari 2018   23:14 Diperbarui: 9 Januari 2018   23:37 4660
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tindakan Nabi Muhammad SAW yang seperti ini sesuai dengan prinsip tidak berbuat jahat (non-maleficence) dan prinsip berbuat baik (beneficence) pada etika bisnis modern. Dimana Prinsip ini mengarahkan agar kita secara aktif dan maksimal berbuat baik atau menguntungkan orang lain, dan kalau hal itu tidak dapat kita lakukan minimal kita tidak merugikan orang lain.

  • Bersih Dari Unsur Riba

Bersih dari unsur riba, ini hal yang selalu Nabi Muhammad SAW dalam berbisnis tidak pernah melakukan riba sedikit pun, apalagi memakan hasil riba. Bahkan dalam suatu hadits beliau mengutuk praktek riba dan menyamakan pelaku riba sebagai pembuat dosa besar. Pada dasarnya, menengok dalam perilaku Nabi Muhammad SAW yang seperti ini sebenarnya bisa dengan prinsip tidak berbuat jahat (non-maleficence) dan prinsip berbuat baik (beneficence). Dimana Prinsip ini mengarahkan agar kita secara aktif dan maksimal berbuat baik atau menguntungkan orang lain. Praktek ini disamakan karena pada kenyataannya dan hukumnya riba merupakan perilaku yang jahat dan merugikan terhadap orang lain. (Ketut Rindjin: 2008)

  • Tidak Menimbun Barang
  • Menimbun barang Dalam bahasa Arab disebut dengan "alikhtikar". Kata ini mengandung makna azh-zhulm(aniaya) dan isa'ah almu'asyirah (merusak pergaulan). Secara umum dapat diambil pengertian yaitu aktivitas menyimpan barang yang dibutuhkan masyarakat dengan tujuan menjualnya ketika harga telah melonjak, barang itu baru dipasarkan. Nabi Muhammad SAW dalam berbisnis tidak pernah melakukan penimbunan barang, bahkan beliau melarang para pedagang melakukan penimbunan. Hal ini tercermin dalam berbagai hadits yang ditegaskan beliau tentang larangan dan ancaman bagi orang yang menimbun. Ketika berbisnis dengan Khadijah Nabi Muhammad SAW selalu menjual barang dagangannya sampai habis. Namun karena keterbatasan alat transportasi Nabi Muhammad SAW membawa barang dagangan secukupnya. Penimbunan barang menjadi tradisi orang-orang jahiliyah, ini mereka jadikan strategi untuk mendapatkan keuntungan yang besar. Dalam bahasa Arab istilah penimbunan disebut dengan ikhtikar, adalah tindakan menyimpan harta, manfaat atau jasa dan enggan menjual dan memberikannya kepada orang lain yang berakibat melonjaknya harga pasar secara drastis disebabkan persediaan terbatas atau stok barang hilang sama sekal dari pasar. Sementara masyarakat amat membutuhkan produk, manfaat Konsep tidak menimbun barang tersebut sesuai dengan prinsip kejujuran dalam etika bisnis modern. Karena dengan kita menimbun suatu barang berarti kita tidak jujur terhadap pembeli, selain itu tindakan menimbun juga membuat kekacauan dalam harga dan perekonomian pasar.

Bisnisnya Nabi Muhammad SAW menggunakan sifat amanahsebagai prinsip, ketika beliau masih menjadi karyawan Khadijah, ia memperoleh kepercayaan penuh membawa barang-barang dagangan Khadijah untuk dibawa dan dijual di Syam. Dengan ditemani Maesaroh Nabi Muhammad SAW menjual barang dagangannya sesuai dengan yang diamanatkan Khadijah. (Syaifullah:2010)

Dalam penelitiannya M. Saifullah menjelaskan bahwa kejujuran tidak bisa menjadi modal utama dalam pengelolaan bisnisnya jika tidak didukung oleh latar belakang yang kuat yang membentuk karakter entrepreneur. Lebih lanjut ia menerangkan bahwa kunci sukses bisnis Nabi Muhammad SAW adalah karena bentukan dari keluarga dan lingkungannya. Paling tidak ada empat faktor yang mempengaruhi kesuksesan Nabi Muhammad SAW menjadi seorang pebisnis. 

Pertama, faktor geografis Arab, sebagaimana sudah penulis tuliskan dalam bab sebelumnya bahwa Arab adalah tanah yang tandus, yang secara ideal tidak cocok untuk sebuah kehidupan, sehingga perdagangan menjadi sumber ekonomi utama bagi masyarakat Arab. Kedua, faktor ekonomi, Nabi Muhammad SAW memang berasal dari keluarga kaya, namun ketika Nabi Muhammad SAW lahir dan masa kanak-kanak keadaan keluarga Nabi Muhammad SAW tidak dalam keadaan mencukupi, sehingga Nabi Muhammad SAW mengambil langkah kreatif mencari nafkah sendiri untuk memenuhi kebutuhannya. 

Ketiga, faktor keluarga, jika dirunut dari kakeknya, Muhamma berasal dari keluarga yang kaya raya, ia memiliki jabatan tinggi sebagai pembesar kaum Quraisy. Ketika terjadi perampokan binatang ternak oleh tentara Abrahah, Abdul Mutholib menemui Abrahah di perkemahan. Abrahah turun tahtanya dan menjabat tangan serta mempersilakan duduk di sebelahnya. Kebesaran Abdul Mutholib diakui Abrahah sehingga ia menghormatinya.

Dari pemaparan di atas dapat kita pahami bahwa Nabi Muhammad SAW menjadi pebisnis yang sukses dan terkenal, tidak hanya faktor kepribadian beliau. Namun juga karena faktor bentukan dari lingkungan dan kondisi sosial kemasyarakatan bangsa Arab. Tentunya, Nabi Muhammad SAW sebagai teladan membawa contoh atau perilaku yang mulia bagi umat manusia. 

Kejujuran yang menjadi salah satu dasar etika bisnis yang membawa kesuksesan Nabi Muhammad SAW. Sehingga kita bisa melihat prinsip-prinsip yang dilakukan Nabi Muhammad SAW dalam aktifitas dagangnya. Pengalaman beliau ketika muda menjadi dasar Nabi Muhammad SAW dalam dalam mengajarkan bagaimana bisnis yang benar dan sesuai dengan yang dikehendaki.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun