"Silakan, dengan senang hati," jawabku setengah menggoda.
Aku tahu kenapa dia minta jalan bareng. Karena di ujung gang yang dilewati biasanya banyak pemuda kampung nongkrong di warkop, tempat favorit anak bolos sekolah. Kami pun jalan bersama menuju terminal. Seandainya tanpa temannya, pasti Zahra tidak mungkin mau bareng pulang denganku hanya berdua. Dia sangat bisa menjaga diri.
"Tidak ada kegiatan SKI?" tanyaku mengawali pembicaraan.
      "Kajiannya libur, karena ustadzah sedang ada kegiatan mendadak. Makanya tadi kami pulang agak terlambat, karena menunggu ustadzahnya," jawabnya panjang, tanpa ada beban yang ditahan. Seolah ingin menceritakan semuanya kepadaku.
      "Kapan kamu mau gabung di SKI, Zul? SKI butuh orang seperti kamu," tanya Zahra bernada mengajak.
      Betul-betul kejutan yang kesekian kalinya bagiku hari ini. Aku bingung. Tidak bisa langsung menjawab. Karena tidak terpikirkan sebelumnya ikut SKI. Kalau kujawab tidak, takut menyinggung perasaannya. Kalau kujawab mau, sesungguhnya aku belum siap.
      "Wah, bagaimana ya. Mungkin kalau sudah mantap kali ya, hehe," jawabku sambil tertawa kecil seolah memberi harapan.    Â
      Tak terasa kami sudah mendekati terminal.
"Terima kasih ya, Zul, sudah mengawal kami sampai di sini. Jadi terasa aman deh," ucap Zahra setengah bercanda.
"Iya, sama-sama sudah mau menemani perjalananku," jawabku sambil melempar senyum.
Zahra dan temannya naik mobil angkot warna merah. Aku naik angkot warna abu-abu.