Setelah berapa lama diperjalanan, akhirnya aku sampai tepat didepan gang menuju rumahku, karena rumahku berada dibelakang rumah nenekku, aku sempat keheranan “ Tak seperti biasanya kendaraan banyak disini, ada apa ya” tanya ku dalam hati..” nih mang (mengulurkan tangan) bayar uang angkot. Hatiku mulai ngak nyaman, terlihat seorang tetanggaku melambaikan tangannya seolah menyuruhku untuk cepat datang kerumah, jantngku kembali bergetar tak karuan, segera aku berlari, teringat mak dan bapak yang tadi nya aku tinggali karena harus menerima raport. Mak..........................ayah.....................(teriak) berlari sambil mengapit piagam, bingkisan, dan raport.
Seketika nampak pintu rumahku terbka dan orang-orang berduyun-duyun masuk rumah, memaka jilbab dan peci hitam. Aku menghentikan langkahku, braaaaaaaaaaaaaaaakkkkkkkkkkk,,,,aku lempar raport, piagam, dan bingkisan itu (terjatuh ketanah). Tetanggaku memanggilku, “nak, bapak kamu udah meninggal nak” Ayah..........(teriak kembali), air mata bercucuran mengiringi langkah ku menuju tangga rumah menyingkirkan orang-orang yang mengahalangi jalanku.
Ibuku hanya bisa terbaring dsamping mayat ayahku yang terbujur kaku diatas kasur pembaringan, terlihat adikku digendong oleh bibiku. Kasian dia tidak mengerti apa-apa dan hanya bisa melihat suasana yang begitu ribut dan sesak.
Terlihat dipojok dekat televisi kakakku devi menangis meronta-ronta tak mampu menahan air matanya, menangis sekuat-kuatnya maratapi kepergian seorang ayah yang ia bangga-banggakan selama ini, memamng kakaku dekat dengan ayahku. Aku hanya tertunduk lesu, duduk terpangku tepat dsamping kepala ayahku. Apa yang terjadi mak........terlihat sekekliling orang-orang memebacakan yasin berbaur dengan tangisan air mata. Aku seakan tak menduga dan percaya semua ini terjadi, karena sebelum aku ke sekolah ayahku terlihat sehat, dan dibalik pipinya terukir senyuman tulus walaupun ia tak menyapaku. Kesedihan yang ku alami ketika menerima raport tak ada sosok orang tua yang mendampingiku ditambah dengan kepergian ayahku yang terlalu pagi melengkapi certa pahit yang ku alami ketika itu. Kado terindah yang ingin ku berikan ternyata hanya lah sebuah angan kosong, hanya ada sedikit kebahagiaan bercampur duka, dan terbalut air mata. Kado indah dihari duka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H