Tinggal menghitung jam menuju eksekusi. Setelah menjalani sidang putusan terakhirnya, sang Napi tak banyak bergeming. Pandangannya jatuh ke bawah bahwa ia pasrah akan hasil final meja hijau itu. Tak lama kemudian tubuhnya diringkus polisi dan diseret menuju mobil tahanan untuk dipindahkan ke rutan para napi. Dari jauh tampak seorang pengacara mengejar kliennya yang akan menjalani hukuman mati.
"Tunggu sebentar!" ucap pengacara itu. Napasnya tersengal-sengal.
"Saya telah berusaha sebisa mungkin untuk Anda. Terkadang jalan hidup seseorang tidak bisa ditebak ujungnya. Perkenankanlah saya mengucapkan salam perpisahan dengan sebuah cerita pendek ini."
Pengacara itu menyodorkan manuskrip cerita kepada Napi itu. Sang Napi tersenyum dan mengangguk, kemudian ia bersalaman dengan pengacaranya dan seketika lenyap dari hadapannya.
Sang Napi dipindahkan ke rutan lain, tempat dimana terdapat ruang eksekusi para napi didalamnya. Langkah kaki membawanya menyusuri lorong-lorong rutan dengan voltase bertegangan rendah dan sepi ditambah sikap dingin sipir penjara membuat atmosfer penjara semakin mencekam.
"Kamu tunggu disini. Nanti kami akan kembali jika waktunya tiba." ucap salah seorang sipir yang mengantarkannya ke sebuah ruang isolasi. Sang Napi dibiarkan seorang diri di ruang tersebut untuk beberapa saat.
Hening dan sepi. Tak ada kawan bicara di saat-saat terakhirnya. Paling tidak untuk mencurahkan isi hatinya ataupun hendak berwasiat. Namun ia memilih untuk menunggu; menunggu ajal menjemputnya.
Sang Napi teringat manuskrip cerita yang diberikan oleh pengacaranya sebelum berpisah. Ia merogoh saku celananya dan mulai membaca manuskrip cerita itu. Saat-saat terakhir ia habiskan dengan membaca manuskrip itu sebelum sipir kembali lagi, mungkin bersama algojo yang akan menyudahi hidupnya.
_____
Senja kala itu, sepasang kekasih beradu mesra di tepi pantai. Tampak segerombolan burung laut terbang ke arah selatan untuk menghabiskan musim semi dengan berkembang biak. Keramaian pantai sore itu membuat sepasang kekasih tampak bersemangat menggelorakan asmaranya.
"Kanda, kita sudah lama ini pacaran. Kapan kamu menghadap bapak aku?" Sang perempuan membuka pembicaraan.