Pandanglah Ibu Indonesia
Saat pandanganmu semakin pudar
Supaya kau dapat mengetahui kemolekan sejati dari bangsamu
Sudah sejak dahulu kala riwayat bangsa beradab ini cinta dan hormat kepada ibu Indonesia dan kaumnya.
Mengingat betapa luasnya Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang didalamnya terdiri atas berbagai macam suku, agama, ras, bahasa, dan budaya menjadi tanggung jawab bersama dalam menjaga keanekaragaman dalam bingkai persatuan. Pancasila sebagai falsafah negara memakanainnya dengan Bhinekka Tunggal Ika.
Puisi ciptaan Sukmawati kini menjadi sorotan publik di media massa. Tidak hanya mengundang opini publik, namun menjadi persoalan bagi Kapitra Ampera, pengacara Habib Rizieq Syihab dan pengurus Persaudaraan Alumni 212.
"Saya mendapatkan video itu tadi pagi. Sudah saya cermati ada mengenai adzan dan cadar, menurut saya ada dugaan kuat mendiskreditkan agama", ujar Kapitra Ampera kepada wartawan. (detiknews.com).
Di Indonesia, Isu SARA merupakan hal yang sangat dilarang keras untuk dijadikan diskusi publik, apalagi diangkat didepan publik. Namun, sajak Sukmawati berkata lain.
Seperti yang kita ketahui bersama, Soekarno merupakan sosok yang nasionalis dan taat beragama. Beberapa kita mungkin ada yang berpikiran bahwa Ibu Sukmawati adalah sosok yang dibesarkan dengan ajaran yang nasionalis dan religus. Namun kenapa karyanya berkata lain? Apakah nasionalismenya telah kendur atau religiusnya yang melemah? Kembali lagi kepada perspektif masing-masing.
Bila dilihat dari kacamata penulis, Ibu Sukmawati sebagai budayawati mungkin saja puisinya merupakan bagian dari isi hatinya yang diresahkan dengan budaya islam yang menganggu budaya lokal. Waullohu A'lam.
Padahal budaya mampu berkompromi, saling melengkapi dan selayaknya mampu bertahan dari perubahan zaman. Budaya mampu bertahan bila generasinya masih memegang teguh adat dan istiadat yang ada.
Lantas mengapa Adzan dan Cadar yang diangkat dalam puisinya dan dibandingkan dengan konde dan kidung Ibu Indonesia? Kenapa hanya agama Islam yang diangkat? Padahal di Indonesia selain Islam ada Kristen, Hindu, dan Buddha. Di sini identitas agama disinggung.
Penulis setuju dengan pernyataan Ibu Sukmawati bahwasanya beberapa masyarakat tidak tahu dengan syariat islam, terlebih masyarakat yang berada di Indonesia Timur.