Mohon tunggu...
Ahmad Yovi Maulana
Ahmad Yovi Maulana Mohon Tunggu... Freelancer - Saya seorang mahasiswa

Mahasiswa Universitas Amikom Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Masalah Kuli yang Harus Membangun Negeri

24 April 2021   16:31 Diperbarui: 24 April 2021   17:05 689
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Portrait Kuli Bangunan. (Dok. harga jasa ongkos tukang dan kuli)

Yang namanya membangun itu pasti dimulai dari bawah. Apa ada yang membangun rumah masang atapnya dulu baru pondasinya?

Sama juga seperti membangun negeri ini.

Banyak orang dan pihak golongan yang berharap atas terpilihnya pemimpin baru maka akan bisa membangun negeri ini lebih maju.

Hal ini sama seperti peribahasa, gajah di pelupuk mata tak nampak, semut di seberang lautan terlihat jelas.

Mereka tidak sadar dengan teknis sistem membangun itu seperti apa.

Baiklah, kita buat perumpamaan saja.

Negeri ini kita ibaratkan sebuah rumah atau bangunan.
Masyarakatnya kita ibaratkan sebagai yang punya rumah.
Pemimpinnya kita ibaratkan sebagai Mandornya.

Lalu tukangnya siapa?

Ya para pembantu pemimpin tersebut yang seharusnya jadi tukang.

Dan, tukang kan pasti perlu kuli?

Bisa kalian tebak sendiri, kulinya ya yang ada di kantor-kantor daerah provinsi, kabupaten/kota, kecamatan dan terutama di desa-desa.

Nah,, sudah paham belum yang dimaksud dengan membangun dari bawah?

Lebih mudahnya seperti ini.

Negeri itu sebuah bangunan (saat ini sudah berdiri), mempunyai ratusan ruangan yang beberapa ruangan dikelola oleh tukang dan kulinya.

Misal, kuli yang paling bawah sendiri, yaitu yang ada di Desa, Kecamatan & Kabupaten.

Lalu kita ibaratkan lagi jika Desa itu sebuah Ruangan yang akan dikerjakan oleh kuli yang bertugas disitu.

Kebanyakan, kuli-kuli tersebut tidak sadar dengan apa yang harus mereka lakukan atau kerjakan. Meskipun ada yang sadar, bisa dihitung dengan jari.

Malah ada kuli yang kurang ajar juga. Lha pemilik rumah melaporkan jalan yang rusak malah kuli tersebut marah-marah dan bentak-bentak pemilik rumah.

Sebenarnya banyak peluang yang bagus jika kuli-kuli tersebut mau berpikir untuk memanfaatkan lahan atau bagian yang ada di ruangan tersebut.

Contohnya :

Benar-benar dalam mengelola BumDes atau memanfaatkan modal (dana desa) untuk berinovasi demi kemajuan desa tersebut.

Misalkan,

Saat ini dimana-mana banyak yang masih WFH maupun Sekolah Daring.

Jika kuli tersebut mempunyai inisiatif dan pemikiran inovasi, mereka bisa saja membangun tower wifi guna menyediakan kelancaran koneksi ke setiap warganya demi mempermudah aktifitas sekolah online.

Dengan cara, menyediakan layanan sewa koneksi internet (WiFi) yang bisa dibayar warga setiap bulan.

Dengan itu, desa juga pasti akan punya penghasilan.

Jika desa sudah bisa punya penghasilan sendiri, maka desa tersebut bisa menjadi desa yang mandiri.

Dan, jika desa tersebut bisa mandiri, pasti juga akan memiliki manfaat bagi warganya. Misal, akan bisa tersedia lapangan kerja untuk warga desa tersebut.

Karena juga, desa yang mandiri sudah pasti memiliki penghasilan sendiri yang dimana pengahsilan tersebut pasti dihasilkan dari BumDes yang aktif.

Sementara yang kita lihat saat ini, masih banyak desa-desa yang pasif dalam mengembangkan maupun menjalankan BumDes tersebut.

Karena, kebanyakan para kulinya pasti berpikiran "Kerja apa adanya saja, yang penting sudah dapat gaji tiap bulannya + hasil lainnya"

Maka dari itu, ruangan tersebut tidak bisa berkembang bagus dan akan masih tetap seperti itu jika sistem dan SDM yang ada tidak mau berubah.

Sayangnya, pemilik rumah sendiri saat ini juga hanya bisa pasrah dengan keadaan tersebut. Dan mungkin bagian ujung rambut saja yang mau bersuara, namun, juga tidak ada yang bisa mendengarkannya.

Sekian Opini Membangun Negeri dari kami. Selebihnya kami juga mohon maaf, karena pada tulisan opini ini kami tidak ada maksud untuk merendahkan atau menjelekkan profesi dan pihak manapun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun