"Otonomi Daerah Dalam Kebijakan Konflik Papua Merdeka".Â
Kumparan. News. Image Pickture For Contecs OPM.
Sebelumnya, sejenak kita masuk melalui suatu analogi kisah mengenai "Fungsi Diplomatik" Pada Kisah Narasi Esai, berikut ini :
Fungsi Diplomatik :
Meninjau - Di dalam Elemen Resolusi - Sebuah Narasi Perdamaian.
Di sebuah ruangan yang tenang di gedung PBB, New York, duduk seorang diplomat bernama Sofia. Matanya menatap jauh ke luar jendela, memandangi kerlip lampu kota yang tak pernah tidur. Ia menghela nafas panjang, mengingat kembali perjalanan panjang yang telah ia lalui untuk sampai pada titik ini - saat di mana resolusi perdamaian antara dua negara yang telah bertikai selama bertahun-tahun akhirnya akan ditandatangani esok hari.Â
Sofia teringat akan hari-hari awal ketika ia pertama kali ditugaskan untuk menangani konflik ini. Fungsi diplomatiknya sebagai jembatan komunikasi antara dua pihak yang berseteru terasa begitu berat. Setiap kata yang ia ucapkan, setiap gestur yang ia tunjukkan, harus dipikirkan dengan sangat hati-hati. Satu kesalahan kecil bisa berarti mundurnya proses negosiasi berbulan-bulan ke belakang.
Dalam benaknya, Sofia memutar kembali saat-saat krusial di mana fungsi diplomatiknya diuji. Ia ingat bagaimana ia harus menjadi pendengar yang baik, menangkap nuansa tersembunyi di balik kata-kata para pihak yang bertikai. Ia juga harus menjadi penyampai pesan yang handal, menterjemahkan keinginan satu pihak ke bahasa yang dapat diterima oleh pihak lain tanpa mengurangi esensinya. Tak jarang, Sofia harus berperan sebagai mediator netral. Ia ingat saat-saat tegang ketika negosiasi nyaris gagal karena kedua belah pihak bersikukuh pada posisinya masing-masing. Di saat-saat seperti itu, Sofia harus mengerahkan seluruh keterampilannya untuk mencari titik temu, mengajak kedua pihak untuk melihat dari perspektif yang berbeda, dan mendorong mereka untuk berpikir kreatif mencari solusi yang saling menguntungkan.
Fungsi analisisnya juga tak kalah penting. Sofia harus terus-menerus mengamati dinamika politik, sosial, dan ekonomi yang memengaruhi konflik. Ia harus mampu membaca situasi dengan tepat, memprediksi kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi, dan memberikan rekomendasi yang akurat kepada pemerintahnya. Namun, dari semua fungsi diplomatik yang ia jalankan, mungkin yang paling menantang adalah menjaga keseimbangan antara kepentingan nasional negaranya sendiri dengan kebutuhan untuk mencapai perdamaian. Sofia sadar bahwa sebagai diplomat, ia memiliki tanggung jawab ganda: mewakili kepentingan negaranya sekaligus berkontribusi pada terciptanya perdamaian dunia yang lebih luas. Saat fajar mulai menyingsing di ufuk timur New York, Sofia bangkit dari kursinya. Ia merapikan jasnya dan memeriksa kembali dokumen-dokumen yang akan digunakan dalam penandatanganan resolusi hari ini. Dalam hatinya, ia merasa bangga telah menjalankan fungsi diplomatiknya dengan sebaik mungkin. Meskipun proses yang ia lalui penuh dengan tantangan dan rintangan, Sofia tahu bahwa setiap langkah yang ia ambil telah membawa dunia satu langkah lebih dekat pada perdamaian. Ketika Sofia melangkah keluar dari ruangannya menuju ruang pertemuan, ia membawa bersamanya harapan akan masa depan yang lebih cerah. Ia tahu bahwa penandatanganan resolusi hari ini bukanlah akhir dari pekerjaannya, melainkan awal dari babak baru dalam upaya menjaga perdamaian. Saat ia memasuki ruang pertemuan yang megah, Sofia melihat wajah-wajah familiar dari berbagai pihak yang terlibat dalam negosiasi panjang ini. Ada ketegangan yang terasa di udara, namun juga ada secercah optimisme. Sofia menyadari bahwa fungsi diplomatiknya kini bergeser ke tahap implementasi resolusi.
Ia akan terus memantau pelaksanaan poin-poin yang telah disepakati, memastikan bahwa kedua belah pihak mematuhi komitmen mereka. Sofia juga tahu bahwa ia harus siap menghadapi tantangan-tantangan baru yang mungkin muncul dalam proses implementasi ini. Ketika pena-pena mulai menari di atas kertas resolusi, Sofia merasakan beban di pundaknya sedikit terangkat. Namun, ia juga sadar bahwa perjalanan menuju perdamaian yang langgeng masih panjang. Fungsi diplomatiknya akan terus diuji dalam upaya membangun kepercayaan, menjembatani perbedaan, dan memperkuat fondasi perdamaian yang telah diletakkan hari ini.
Saat sesi penandatanganan berakhir dan tepuk tangan memenuhi ruangan, Sofia tersenyum kecil. Ia tahu bahwa hari ini adalah hasil dari ribuan jam kerja keras, negosiasi yang melelahkan, dan kompromi yang sulit. Namun lebih dari itu, hari ini adalah bukti bahwa diplomasi, dengan segala fungsinya yang kompleks, memiliki kekuatan untuk mengubah dunia. Ketika Sofia melangkah keluar dari gedung PBB sore itu, ia membawa bersamanya tidak hanya dokumen resolusi yang telah ditandatangani, tetapi juga keyakinan baru akan kekuatan diplomasi. Ia tahu bahwa perannya sebagai diplomat, dengan segala fungsi yang melekat padanya, akan terus menjadi instrumen penting dalam menjaga perdamaian dan membangun dunia yang lebih baik. Matahari New York yang mulai tenggelam menyinari wajahnya, seolah menjadi saksi bisu atas pencapaian hari ini dan janji akan hari esok yang lebih cerah. Sofia menghirup udara dalam-dalam, siap menghadapi tantangan berikutnya dalam perjalanan panjang diplomasi global.
Latar Belakang Permasalahan. (Suatu Latar Historis Mengenai Rumusan Konflik).
Papua bergabung dengan Indonesia pada 1969 melalui Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA). Dan, sejak saat itu, terdapat gerakan separatis yang menginginkan kemerdekaan Papua. Kemudian pemerintah Indonesia menerapkan berbagai kebijakan untuk mengatasi konflik, termasuk pemberian otonomi khusus.