Selalu-lintas, alih-alih mari kita lihat juga kausalitas yang terjadi dalam situasi dan kontelasi poltik Indonesia, Di dalam era post-truth dan politik modern, saat ini, pertentangan antara "Akal Baik" dan "Akal Sehat" menjadi semakin relevan. Jika kita membayangkan René Descartes, bapak filsafat modern, memberikan pandangannya tentang hal ini, mungkin ia akan menawarkan perspektif yang menarik dan menantang. Namun, ada baiknya, kita menelusuri pandangan Descartes, yakni, Cogito, Ergo Sum, dimana, Descartes terkenal dengan pernyataannya "Cogito, ergo sum" (Aku berpikir, maka aku ada). Prinsip ini menekankan pentingnya keraguan metodis dan pemikiran rasional. Dalam konteks "Akal Baik" dan "Akal Sehat", Descartes mungkin akan berpendapat: 1. **Akal Baik sebagai Fondasi**: "Akal Baik" dapat dilihat sebagai manifestasi dari pemikiran rasional yang mendalam. Ini adalah proses berpikir yang melampaui asumsi-asumsi umum dan mencari kebenaran fundamental. 2. **Akal Sehat sebagai Konstruksi Sosial**: Descartes mungkin akan memandang "Akal Sehat" dengan skeptisisme. Baginya, apa yang dianggap sebagai "akal sehat" seringkali hanyalah kumpulan asumsi yang belum diuji secara kritis.
Keraguan Metodis dalam Era Post-truth, Sebuah Akibat Perdebatan Politik?
Dalam era post-truth, di mana fakta objektif kurang berpengaruh dalam membentuk opini publik dibandingkan emosi dan keyakinan pribadi, Descartes mungkin akan menekankan: 1. **Pentingnya Keraguan**: Menerapkan keraguan metodis terhadap informasi yang kita terima, termasuk yang dianggap sebagai "akal sehat". 2. **Pencarian Kebenaran yang Tak Terbantahkan**: Mengajak kita untuk mencari kebenaran yang dapat bertahan dari keraguan paling ekstrem, mirip dengan caranya menemukan "Cogito, ergo sum".
Akal Baik vs Akal Sehat dalam Politik Modern ?
Dalam konteks politik modern, pandangan Descartes mungkin akan menyarankan:
1. **Kritik terhadap Populisme**:Â Menentang kecenderungan untuk menerima begitu saja retorika populis yang mengklaim mewakili "akal sehat" masyarakat. 2. **Evaluasi Rasional Kebijakan**:Â Mendorong analisis mendalam terhadap kebijakan, melampaui slogan-slogan sederhana atau solusi yang tampak jelas. 3. **Pendidikan Kritis**:Â Menekankan pentingnya mengajarkan pemikiran kritis dan filosofis kepada masyarakat luas untuk melawan manipulasi informasi.
Simbol Sumbu Kritik, Diantaranya ?
Meskipun demikian, pendekatan Cartesian ini mungkin akan menghadapi tantangan dalam politik praktis:
1. **Kompleksitas vs Kesederhanaan**:Â Pemikiran mendalam ala Descartes mungkin sulit dikomunikasikan dalam lanskap politik yang menuntut pesan-pesan sederhana dan cepat. 2. **Elitisme Intelektual**: Risiko menciptakan jurang antara elit intelektual dan masyarakat umum. 3. **Kebutuhan akan Aksi Cepat**:Â Dalam situasi krisis, pendekatan yang terlalu contemplatif bisa dianggap tidak praktis.
Adakah, Sintesis Akal Baik dan Akal Sehat ?
Descartes mungkin akan menyimpulkan bahwa dalam era post-truth, kita membutuhkan sintesis antara "Akal Baik" dan "Akal Sehat":
- **Akal Baik** sebagai fondasi filosofis dan etis untuk pengambilan keputusan politik.
- **Akal Sehat** sebagai alat untuk mengkomunikasikan ide-ide kompleks kepada publik dan mengimplementasikan kebijakan secara efektif. Dengan pendekatan ini, politik modern dapat mencapai keseimbangan antara kedalaman pemikiran filosofis dan kepraktisan yang dituntut oleh realitas sehari-hari, membentuk landasan yang kokoh untuk demokrasi di era post-truth.
Pragmatisme Akal Sehat: Analisis dan,
Implikasi dalam Konteks Sosial-Politik.
Konsep "Pragmatisme Akal Sehat" menggabungkan dua ide penting: pragmatisme sebagai filosofi yang menekankan konsekuensi praktis dari pemikiran dan tindakan, serta "Akal Sehat" sebagai pemahaman umum yang diterima luas dalam masyarakat. Analisis ini akan mengeksplorasi bagaimana perpaduan ini dapat mempengaruhi pemahaman dan penerapan kebijakan dalam konteks sosial-politik.