Sementara, popularitas, di sisi lain, mengacu pada tingkat kesukaan atau pengakuan umum terhadap seseorang atau entitas politik. Ini lebih berfokus pada:
1. Visibilitas publik
2. Daya tarik personal
3. Penerimaan sosial
4. Tingkat eksposur media
5. Resonansi dengan sentimen publik saat ini
Sebagai perbandingan kunci, ialah dimana adanya, kedalaman, di dalam ruang elektabilitas para kandidat calon politik yang mencerminkan dukungan yang lebih dalam dan komitmen untuk memberikan suara. Semenatara, keluasan popularitas berbanding elektabilitas, yakni, menunjukkan pengakuan dan kesukaan yang lebih luas, tapi tidak selalu diterjemahkan ke dalam dukungan suara.
Di dalam elektabilitas perihal semacam konteks spesifik, sebagai deskripsi dan definisi dalam situasi politik, elektabilitas adalah hal yang sangat tergantung pada konteks pemilihan tertentu (waktu, tempat, isu). Berbeda dengan popularitas lebih, umum yang dapat melintasi berbagai konteks dan tidak selalu terikat pada situasi politik spesifik. Dan Indikator semacam pengujian sampling oleh kelembagaan surveing, melalui pengukuran adalah identik dengan elektabilitas yang mengukur melalui survei intensi memilih, simulasi pemilihan, dan analisis demografi pemilih.
 Dan indikator popularitas kerapnya, sering diukur melalui polling opini publik, tingkat pengakuan nama, dan sentimen media sosial. Keduanya adalah "Volatilitas" baik, elektabilitas yang cenderung lebih stabil, terutama mendekati waktu pemilihan. Maupun, popularitas: Dapat berfluktuasi lebih cepat berdasarkan peristiwa atau tren jangka pendek.
Namun, juga kedua aspek yang turut ikut mempengaruhi akan peraihan suara dan kemenangan para kandidat strategis dalam kompetisi jabtan publik, memiliki relevansi praktis dimana di dalam menyoal elektabilitas adalah lebih relevan untuk strategi kampanye dan prediksi hasil pemilihan. Sementara, dalam praktis relevan, popularitas yang penting adalah bagaimana, untuk membangun citra publik dan menarik perhatian media.
Meskipun, demikian, saya yakin, dimana Risma atau pun Khofifah, yakni meskipun berbeda adanya, terkait Pilwagub Jatim, dalam menyoal para kandidat, Pilwagub Jatim, dalam hal, elektabilitas dan popularitas saling mempengaruhi, dimana, popularitas sebagai fondasi bagi terwujudnya popularitas tinggi dapat menjadi landasan untuk membangun elektabilitas, terutama untuk kandidat baru.
hal-hal seperti,
- Konversi: Tantangan utama dalam strategi politik adalah mengkonversi popularitas menjadi elektabilitas.
- Diskoneksi Potensial: Dalam beberapa kasus, figur yang sangat populer mungkin memiliki elektabilitas rendah karena faktor-faktor seperti kurangnya pengalaman politik atau ketidaksesuaian dengan ekspektasi pemilih untuk jabatan tertentu.
- Dinamika Temporal: Popularitas bisa menjadi indikator awal elektabilitas potensial, terutama jauh sebelum pemilihan.
Yang tentu menjadi suatu strategi, dalam konteks Pilwagub Jatim, adalah dinamika yang bersamaan dengan arah keterhubungan kedua itemik baik elektabilitas kedua calon, Risma ataupun Khofifah, dalam hal ketersedian elektabilitas dan popularitas sebagai dukungan dan sebagai moda yang memadai dalam keikutsertaan para kandidat maju dalam Pilwagub, atau pun para calon lain, yang maju memenuhi syarat, di dalam perhelatan pemilihan Pilwagub Jatim, terutama, dari aspek pendukung, dan tolak ukur peraihan kemenangan dan juga perolehan suara bagi para calon Gubernur Jatim.
Memahami perbedaan dan hubungan antara elektabilitas dan popularitas sangat penting dalam analisis politik modern. Sementara popularitas dapat memberikan keuntungan awal yang signifikan, elektabilitas adalah faktor yang lebih menentukan dalam konteks pemilihan. Strategi politik yang efektif harus mempertimbangkan kedua aspek ini, mengenali bahwa keberhasilan jangka panjang dalam politik membutuhkan lebih dari sekadar popularitas permukaan.
Hal yang dimaksud yakni, ialah dimana, tantangannya adalah menyeimbangkan. Dan, sementara upaya para kandidat, seperti Risma atau pun Khofifah, bukanlah impresi dari kesan, sebuah moto produk pabrik, bila harus diasumsikan untuk menanggapi istilah quality control, sebagaimana di atas, yang berada, pada konteks Pilwagub Jatim, telah barang tentu telah sudah keterbanguanan baik, popularitas yang dapat menarik perhatian publik dengan kerja substansial atau pun, elektabilitas yang dapat dikonversi menjadi dukungan nyata di kotak suara. Sebab, seorang politisi dan politisi yang memahami strategi yang mampu menjembatani kesenjangan antara popularitas dan elektabilitas akan memiliki keunggulan kompetitif yang signifikan dalam arena politik yang semakin kompleks dan dinamis.