Mohon tunggu...
Ahmad W. al faiz
Ahmad W. al faiz Mohon Tunggu... Penulis - Penulis.
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

a little bird which surrounds this vast universe, does not necessarily change itself, becoming a lizard. Do you know why. Yes you do.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Risma Vs Khofifah: Di Antara Elektabilitas Vs Popularitas

6 Agustus 2024   10:51 Diperbarui: 6 Agustus 2024   11:07 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Risma Vs Khofifah : -- Diantara Elektabilitas Vs Popularitas.

Saya, membaca selintas hasil dari Survei terbaru dari ARCI (Accurate Research And Consulting Indonesia), yang saya kutip dari detik. com, sebagai berikut :

"Elektabilitas Khofifah masih belum ada yang menandingi. Dengan waktu yang semakin mepet Pilkada Serentak 2024 ini dan belum ada nama yang running, akan berat menyaingi Khofifah di Jatim," jelas Baihaki.
Sedangkan dalam survei Cawagub Jatim, elektabilitas Emil Dardak perkasa di angka 47,6%. Disusul KH Marzuki 15,8%, Ahmad Fauzi 9,2%, M Nur Arifin 3,1%, Anggia Ermarini 2,5%. Sementara 21,8% responden belum menentukan pilihan.
"Emil jauh unggul dari nama-nama lain. Emil baik tingkat popularitas, kesukaan, dan elektabilitas sangat tinggi," jelasnya.
Diketahui, survei ARCI dilakukan pada 1-12 Juli 2024 dengan jumlah 1.200 responden. Survei ARCI menggunakan metode stratified multistage random sampling.
Survei ARCI memiliki margin of error di angka 2,8% dengan tingkat kepercayaan sebesar 95%. Sebanyak 25% kuisioner dilakukan quality control.

Baca artikel detikjatim, "Survei Terbaru ARCI di Pilgub Jatim 2024: Khofifah 54,3% Vs Risma 23,8%" selengkapnya https://www.detik.com/jatim/berita/d-7455287/survei-terbaru-arci-di-pilgub-jatim-2024-khofifah-54-3-vs-risma-23-8.

Demikian, news.detik.com, memberitakan, ARCI (Accurate Research And Consulting Indonesia) terkait, mengenai pemilihan Cawagub Jatim. dalam ihwal survei terbaru mengenai angka elektabilitas salah satu diantara pembahasan dalam kandidat Pilwagub Jatim. Rasanya apa istilah yang dipakai, sebagai quality control masihlah berupa terminologi dari elektabilitas, dan bukalah suatu yang baru sebagai wacana hasil pemetaan konstelasi dari angka survei elektabilitas politik. Sehingga maknanya adalah sama dengan elektabilitas itu sendiri dalam rute hasil elektabilitas yang lalu, yang ihwalnya adalah bentuk palse positif, yang bisa saja negatif, sehingga dapat diragukan elektabilitas Khofifah yang berada pada besaran angka yang cukup kapital. 

Namun baiklah, dalam hal ini, saya atau siapa saja, mari membincangkan, yang hanya akan mengumpamakan dalam dua elaktabilitas profile, yakni, Risma Vs Khofifah. Terkait pembicaraan hasil suvei terbaru tersebut, yang bisa dilihat di kutipan sebelumnya. Setidaknya, ada pola yang muncul sebagai popularitas, sebagai palse positif elektabilitas yang di sebut mengikutsertakan definisi, mengenai

quality control, sebagai asumsi kuisonernya, apakah? paremterial dan pengukuran, termasuk mengenai istilah semacam ini, dalam bias politik, dan hasil survei, untuk menyebut popularitas sebagai quality ?   

Dalam hal ini isue dan wacana dalam politik kontemporer, istilah "elektabilitas" dan "popularitas" sering digunakan dalam diskusi tentang prospek kandidat atau partai politik. Meskipun kedua konsep ini saling terkait, mereka memiliki perbedaan signifikan yang penting untuk dipahami dalam konteks analisis politik dan perilaku pemilih.

Yang secara definisi konsepnya, elektabilitas maupun istilah popularitas, ialah :

Dimana, elektabilitas merujuk pada kemampuan seseorang atau partai politik untuk dipilih dalam pemilihan umum. Ini adalah ukuran yang lebih kompleks dan multidimensional, yang mencakup berbagai faktor seperti:
1. Kesesuaian dengan ekspektasi pemilih, 2. Kredibilitas dan kompetensi yang dipersepsikan, 3. Dukungan dari kelompok-kelompok kunci, 4. Kekuatan organisasi politik dan jaringan pendukung, 5. Strategi kampanye dan komunikasi politik.

Sementara, popularitas, di sisi lain, mengacu pada tingkat kesukaan atau pengakuan umum terhadap seseorang atau entitas politik. Ini lebih berfokus pada:

1. Visibilitas publik
2. Daya tarik personal
3. Penerimaan sosial
4. Tingkat eksposur media
5. Resonansi dengan sentimen publik saat ini

Sebagai perbandingan kunci, ialah dimana adanya, kedalaman, di dalam ruang elektabilitas para kandidat calon politik yang mencerminkan dukungan yang lebih dalam dan komitmen untuk memberikan suara. Semenatara, keluasan popularitas berbanding elektabilitas, yakni, menunjukkan pengakuan dan kesukaan yang lebih luas, tapi tidak selalu diterjemahkan ke dalam dukungan suara.

Di dalam elektabilitas perihal semacam konteks spesifik, sebagai deskripsi dan definisi dalam situasi politik, elektabilitas adalah hal yang sangat tergantung pada konteks pemilihan tertentu (waktu, tempat, isu). Berbeda dengan popularitas lebih, umum yang dapat melintasi berbagai konteks dan tidak selalu terikat pada situasi politik spesifik. Dan Indikator semacam pengujian sampling oleh kelembagaan surveing, melalui pengukuran adalah identik dengan elektabilitas yang mengukur melalui survei intensi memilih, simulasi pemilihan, dan analisis demografi pemilih.

 Dan indikator popularitas kerapnya, sering diukur melalui polling opini publik, tingkat pengakuan nama, dan sentimen media sosial. Keduanya adalah "Volatilitas" baik, elektabilitas yang cenderung lebih stabil, terutama mendekati waktu pemilihan. Maupun, popularitas: Dapat berfluktuasi lebih cepat berdasarkan peristiwa atau tren jangka pendek.

Namun, juga kedua aspek yang turut ikut mempengaruhi akan peraihan suara dan kemenangan para kandidat strategis dalam kompetisi jabtan publik, memiliki relevansi praktis dimana di dalam menyoal elektabilitas adalah lebih relevan untuk strategi kampanye dan prediksi hasil pemilihan. Sementara, dalam praktis relevan, popularitas yang penting adalah bagaimana, untuk membangun citra publik dan menarik perhatian media.

Meskipun, demikian, saya yakin, dimana Risma atau pun Khofifah, yakni meskipun berbeda adanya, terkait Pilwagub Jatim, dalam menyoal para kandidat, Pilwagub Jatim, dalam hal, elektabilitas dan popularitas saling mempengaruhi, dimana, popularitas sebagai fondasi bagi terwujudnya popularitas tinggi dapat menjadi landasan untuk membangun elektabilitas, terutama untuk kandidat baru.

hal-hal seperti,

  1. Konversi: Tantangan utama dalam strategi politik adalah mengkonversi popularitas menjadi elektabilitas.
  2. Diskoneksi Potensial: Dalam beberapa kasus, figur yang sangat populer mungkin memiliki elektabilitas rendah karena faktor-faktor seperti kurangnya pengalaman politik atau ketidaksesuaian dengan ekspektasi pemilih untuk jabatan tertentu.
  3. Dinamika Temporal: Popularitas bisa menjadi indikator awal elektabilitas potensial, terutama jauh sebelum pemilihan.

Yang tentu menjadi suatu strategi, dalam konteks Pilwagub Jatim, adalah dinamika yang bersamaan dengan arah keterhubungan kedua itemik baik elektabilitas kedua calon, Risma ataupun Khofifah, dalam hal ketersedian elektabilitas dan popularitas sebagai dukungan dan sebagai moda yang memadai dalam keikutsertaan para kandidat maju dalam Pilwagub, atau pun para calon lain, yang maju memenuhi syarat, di dalam perhelatan pemilihan Pilwagub Jatim, terutama, dari aspek pendukung, dan tolak ukur peraihan kemenangan dan juga perolehan suara bagi para calon Gubernur Jatim.

Memahami perbedaan dan hubungan antara elektabilitas dan popularitas sangat penting dalam analisis politik modern. Sementara popularitas dapat memberikan keuntungan awal yang signifikan, elektabilitas adalah faktor yang lebih menentukan dalam konteks pemilihan. Strategi politik yang efektif harus mempertimbangkan kedua aspek ini, mengenali bahwa keberhasilan jangka panjang dalam politik membutuhkan lebih dari sekadar popularitas permukaan.

Hal yang dimaksud yakni, ialah dimana, tantangannya adalah menyeimbangkan. Dan, sementara upaya para kandidat, seperti Risma atau pun Khofifah, bukanlah impresi dari kesan, sebuah moto produk pabrik, bila harus diasumsikan untuk menanggapi istilah quality control, sebagaimana di atas, yang berada, pada konteks Pilwagub Jatim, telah barang tentu telah sudah keterbanguanan baik, popularitas yang dapat menarik perhatian publik dengan kerja substansial atau pun, elektabilitas yang dapat dikonversi menjadi dukungan nyata di kotak suara. Sebab, seorang politisi dan politisi yang memahami strategi yang mampu menjembatani kesenjangan antara popularitas dan elektabilitas akan memiliki keunggulan kompetitif yang signifikan dalam arena politik yang semakin kompleks dan dinamis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun