Mohon tunggu...
Ahmad W. al faiz
Ahmad W. al faiz Mohon Tunggu... Penulis - Penulis.
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

a little bird which surrounds this vast universe, does not necessarily change itself, becoming a lizard. Do you know why. Yes you do.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Menjembatani Keterbacaan Hukum - Sebagai Hukum

4 Agustus 2024   08:04 Diperbarui: 4 Agustus 2024   08:10 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Asas, Nilai, Logika, dan Etika: Menjembatani Keterbacaan Yurisprudensi Hukum.

"Saya ingin katakan, bahwa pasal-pasal hukum yang berlaku tidak serta merta menjadi suatu aturan tanpa suatu keterbacaan atas suatu asas hukum, sebagai aturan & nilai, bersama, jika hal itu tidak berdasarkan suatu hal yang pokok, dan mendasar bagi kehidupan manusia."

Dalam dunia hukum, yurisprudensi memainkan peran penting sebagai sumber hukum yang hidup dan berkembang. Namun, keterbacaan dan pemahaman yurisprudensi sering kali menjadi tantangan bagi praktisi hukum, akademisi, maupun masyarakat umum. Esai ini akan mengeksplorasi bagaimana asas, nilai, logika, dan etika dapat menjadi jembatan untuk meningkatkan keterbacaan dan pemahaman yurisprudensi hukum.

Asas Hukum sebagai Fondasi Yurisprudensi.


Asas hukum merupakan prinsip-prinsip dasar yang menjadi fondasi sistem hukum. Menurut Paul Scholten, asas hukum adalah pikiran-pikiran dasar yang terdapat di dalam dan di belakang sistem hukum, yang masing-masing dirumuskan dalam aturan-aturan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim[^1]. Dalam konteks yurisprudensi, asas-asas hukum ini menjadi kerangka berpikir yang memandu hakim dalam mengambil keputusan.

Beberapa asas hukum yang sering muncul dalam yurisprudensi antara lain:
1. Asas legalitas
2. Asas equality before the law
3. Asas presumption of innocence
4. Asas lex specialis derogat legi generali
Pemahaman terhadap asas-asas ini dapat membantu pembaca yurisprudensi untuk lebih mudah menangkap logika dan argumentasi hukum yang digunakan oleh hakim.

Nilai-nilai Hukum sebagai Kompas Moral.


Nilai-nilai hukum merupakan aspek aksiologis yang menjadi tujuan dan cita-cita hukum. Gustav Radbruch mengidentifikasi tiga nilai dasar hukum: keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan[^2]. Dalam yurisprudensi, nilai-nilai ini sering kali menjadi pertimbangan utama hakim dalam menafsirkan dan menerapkan hukum.

Memahami nilai-nilai yang dianut dalam suatu putusan yurisprudensi dapat membantu pembaca untuk:
1. Mengerti motivasi di balik suatu keputusan hukum
2. Menganalisis implikasi sosial dari putusan tersebut
3. Mengkritisi atau mendukung putusan berdasarkan nilai-nilai yang diyakini

Logika Hukum sebagai Alat Analisis.


Logika hukum merupakan penerapan prinsip-prinsip penalaran dalam konteks hukum. Menurut Shidarta, logika hukum meliputi penalaran deduksi, induksi, dan abduksi dalam argumentasi hukum[^3]. Dalam yurisprudensi, logika hukum terlihat dari cara hakim mengonstruksi argumentasi dan menarik kesimpulan.

Beberapa aspek logika hukum yang penting dalam membaca yurisprudensi:
1. Identifikasi premis mayor dan minor
2. Analisis hubungan sebab-akibat
3. Evaluasi konsistensi argumentasi

Pemahaman terhadap logika hukum dapat meningkatkan kemampuan pembaca untuk mengikuti alur penalaran hakim dan menilai kekuatan argumentasi dalam suatu putusan.

Etika Hukum sebagai Panduan Perilaku.


Etika hukum berkaitan dengan standar moral dan perilaku yang diharapkan dari para penegak hukum, termasuk hakim. Lon Fuller mengidentifikasi delapan prinsip legalitas yang juga dapat dianggap sebagai prinsip etika hukum, termasuk kejelasan, konsistensi, dan publisitas hukum[^4].

Dalam konteks yurisprudensi, etika hukum tercermin dalam:
1. Transparansi pertimbangan hakim
2. Impartialitas dalam pengambilan keputusan
3. Konsistensi dengan putusan-putusan sebelumnya

Memahami aspek etika dalam yurisprudensi dapat membantu pembaca untuk menilai integritas dan kredibilitas suatu putusan hukum.

Menjembatani Keterbacaan Yurisprudensi.


Untuk meningkatkan keterbacaan yurisprudensi, beberapa pendekatan dapat diterapkan:

1. Strukturisasi Putusan: Mengorganisir putusan dengan struktur yang jelas, misalnya dengan membagi menjadi bagian fakta hukum, pertimbangan hukum, dan amar putusan.

2. Penggunaan Bahasa yang Jelas: Menghindari jargon hukum yang terlalu teknis dan menjelaskan istilah-istilah khusus yang digunakan.

3. Eksplisitasi Asas dan Nilai: Menyatakan secara eksplisit asas-asas dan nilai-nilai hukum yang menjadi dasar pertimbangan.

4. Transparansi Logika: Menjelaskan alur logika dan penalaran yang digunakan dalam mencapai kesimpulan hukum.

5. Kontekstualisasi Etis: Menunjukkan bagaimana putusan tersebut sejalan dengan prinsip-prinsip etika hukum.


Penguatan Pemahaman - Sebagai Penguatan Supremasi Hukum - 


Asas, nilai, logika, dan etika hukum merupakan elemen-elemen penting yang dapat menjembatani keterbacaan yurisprudensi. Dengan memahami dan mengintegrasikan elemen-elemen ini dalam penulisan dan pembacaan yurisprudensi, kita dapat meningkatkan aksesibilitas dan pemahaman terhadap putusan-putusan hukum. Hal ini pada gilirannya akan berkontribusi pada peningkatan kualitas diskursus hukum dan penguatan supremasi hukum dalam masyarakat.

Asas Fungsional Penyelenggara Penegakan Hukum.


Asas fungsional penyelenggara penegakan hukum merupakan prinsip fundamental yang mengatur peran dan fungsi berbagai lembaga dan aktor dalam sistem peradilan. Asas ini menjadi landasan penting dalam menjamin efektivitas dan efisiensi penegakan hukum, serta menjaga keseimbangan dan checks and balances dalam sistem peradilan.

Pengertian Asas Fungsional.


Asas fungsional dalam konteks penegakan hukum merujuk pada prinsip bahwa setiap lembaga atau aparat penegak hukum memiliki fungsi dan wewenang yang spesifik dan terbatas. Menurut Satjipto Rahardjo, asas ini menekankan bahwa setiap institusi hukum harus menjalankan tugas sesuai dengan fungsi yang telah ditetapkan oleh undang-undang[^1].


Komponen Penyelenggara Penegakan Hukum.


Dalam sistem peradilan Indonesia, beberapa komponen utama penyelenggara penegakan hukum meliputi:

1. Kepolisian
2. Kejaksaan
3. Pengadilan
4. Lembaga Pemasyarakatan
5. Advokat

Masing-masing lembaga ini memiliki fungsi yang berbeda namun saling terkait dalam proses penegakan hukum.

Implementasi Asas Fungsional.

1. Kepolisian
Fungsi utama kepolisian adalah melakukan penyelidikan dan penyidikan. Menurut Pasal 13 UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah:
- Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat
- Menegakkan hukum
- Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat[^2]
2. Kejaksaan.

Kejaksaan berfungsi sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan. Berdasarkan UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, kejaksaan memiliki tugas dan wewenang di bidang pidana, perdata, dan tata usaha negara, serta bidang ketertiban dan ketentraman umum[^3].
3. Pengadilan.
Fungsi utama pengadilan adalah memeriksa, mengadili, dan memutus perkara. Mahkamah Agung sebagai pengadilan negara tertinggi memiliki fungsi tambahan yaitu melakukan pengawasan terhadap jalannya peradilan di semua lingkungan peradilan[^4].
4. Lembaga Pemasyarakatan.
Lembaga Pemasyarakatan berfungsi untuk melaksanakan pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan. Menurut UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, sistem pemasyarakatan bertujuan untuk mengembalikan Warga Binaan Pemasyarakatan sebagai warga yang baik dan melindungi masyarakat terhadap kemungkinan diulanginya tindak pidana[^5].
5. Advokat.
Advokat memiliki fungsi memberikan bantuan hukum kepada masyarakat. UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat menegaskan bahwa advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan[^6].
Pentingnya Asas Fungsional.
Penerapan asas fungsional dalam penegakan hukum memiliki beberapa manfaat penting:
1. Efisiensi: Dengan adanya pembagian fungsi yang jelas, setiap lembaga dapat fokus pada tugas utamanya, meningkatkan efisiensi sistem peradilan secara keseluruhan.
2. Profesionalisme: Spesialisasi fungsi mendorong pengembangan keahlian dan profesionalisme dalam masing-masing bidang penegakan hukum.
3. Checks and Balances: Pembagian fungsi menciptakan sistem checks and balances, dimana setiap lembaga dapat saling mengawasi dan mengimbangi.
4. Kepastian Hukum: Kejelasan fungsi dan wewenang masing-masing lembaga memberikan kepastian hukum bagi masyarakat dalam proses peradilan.
5. Akuntabilitas: Dengan fungsi yang terdefinisi dengan jelas, menjadi lebih mudah untuk meminta pertanggungjawaban dari masing-masing lembaga atas kinerjanya.

Tantangan dalam Penerapan Asas Fungsional.
Meskipun memiliki banyak manfaat, penerapan asas fungsional juga menghadapi beberapa tantangan:
1. Koordinasi: Pembagian fungsi yang ketat dapat menimbulkan kesulitan dalam koordinasi antar lembaga.
2. Ego Sektoral: Terkadang muncul kecenderungan ego sektoral yang dapat menghambat kerjasama antar lembaga.
3. Overlapping Kewenangan: Dalam beberapa kasus, masih terjadi tumpang tindih kewenangan yang dapat menimbulkan konflik antar lembaga.
4.Perbedaan Interpretasi
: Perbedaan interpretasi terhadap undang-undang dapat menyebabkan perbedaan pemahaman tentang batas-batas fungsi masing-masing lembaga.

Asas Fungsi Dan Prinsip Sistem Peradilan.
Asas fungsional penyelenggara penegakan hukum merupakan prinsip penting dalam sistem peradilan modern. Penerapan asas ini membantu menciptakan sistem penegakan hukum yang efisien, profesional, dan akuntabel. Namun, diperlukan upaya terus-menerus untuk mengatasi tantangan-tantangan dalam implementasinya, terutama dalam hal koordinasi dan harmonisasi antar lembaga. Dengan pemahaman dan penerapan yang tepat terhadap asas fungsional, diharapkan sistem penegakan hukum dapat berjalan lebih optimal demi tercapainya keadilan dan kepastian hukum bagi masyarakat.

Referensi.

[^1]: Rahardjo, S. (2009). Penegakan Hukum: Suatu Tinjauan Sosiologis. Yogyakarta: Genta Publishing.

[^2]: Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

[^3]: Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.

[^4]: Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009.

[^5]: Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.

[^6]: Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.

Referensi.

[^1]: Scholten, P. (1954). Handleiding tot de beoefening van het Nederlands Burgerlijk Recht: Algemeen deel. Zwolle: W.E.J. Tjeenk Willink.

[^2]: Radbruch, G. (1950). Legal Philosophy. In The Legal Philosophies of Lask, Radbruch, and Dabin (Harvard University Press).

[^3]: Shidarta. (2013). Hukum Penalaran dan Penalaran Hukum. Yogyakarta: Genta Publishing.

[^4]: Fuller, L.L. (1969). The Morality of Law (Revised Edition). New Haven: Yale University Press.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun