Aku
Kalau sampai waktuku
'Ku mau tak seorang 'kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
1945
Hal yang terakhir bahwa, puisi ini juga mencerminkan semangat perjuangan dan kegigihan. Baris-baris seperti "Aku mau hidup seribu tahun lagi" dan "Ku mau tak seorang 'kan merayu" menunjukkan tekad yang kuat untuk bertahan dan menjadi diri sendiri, terlepas dari tekanan atau godaan dari luar. Chairil Anwar meninggal pada usia yang sangat muda, 26 tahun, pada 28 April 1949. Namun, dalam hidupnya yang singkat, ia telah meninggalkan warisan yang tak ternilai bagi sastra Indonesia. Puisi-puisinya, termasuk "Aku", terus dibaca, dipelajari, dan menginspirasi generasi-generasi penyair berikutnya. Hari ini, 26 Juli 2024, tepat 102 tahun sejak kelahiran Chairil Anwar, kita diingatkan kembali pada kekuatan kata-kata dan ekspresi individual dalam puisi. Warisan Chairil Anwar tetap hidup, bukan hanya dalam buku-buku sastra, tetapi juga dalam semangat kebebasan berekspresi yang terus ia perjuangkan melalui puisi-puisinya.
Bandar Lampung, 26/07/2024.
A.W. al-faiz.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H