Mohon tunggu...
Ahmad W. al faiz
Ahmad W. al faiz Mohon Tunggu... Penulis - Penulis.

a little bird which surrounds this vast universe, does not necessarily change itself, becoming a lizard. Do you know why. Yes you do.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Skeptisisme dan Positivisme

13 Juni 2024   11:36 Diperbarui: 13 Juni 2024   11:38 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Skeptisme Dan Positivisme.

 Skeptisisme dan Positivisme merupakan dua aliran filsafat yang memiliki pandangan berbeda, namun keduanya telah memberikan kontribusi penting dalam perkembangan pemikiran dan ilmu pengetahuan.

Skeptisisme:

Skeptisisme adalah sikap meragukan atau mempertanyakan kebenaran dari klaim-klaim pengetahuan yang dianggap pasti.

Skeptisisme menekankan pentingnya mempertanyakan asumsi-asumsi yang mendasari kepercayaan dan pengetahuan kita.

Skeptisisme menolak adanya kebenaran yang absolut dan meyakini bahwa pengetahuan manusia selalu terbatas dan relatif.

Tokoh-tokoh skeptisisme antara lain Pyrrho, Sextus Empiricus, David Hume, dan Ren Descartes (dalam konteks skeptisisme metodis).

Positivisme:

Positivisme adalah aliran filsafat yang menekankan pentingnya pengamatan empiris dan penalaran logis dalam memperoleh pengetahuan.

Positivisme hanya mengakui pengetahuan yang diperoleh melalui metode ilmiah dan observasi faktual.

Positivisme menolak metafisika dan menekankan pada fakta-fakta yang dapat diverifikasi secara objektif.

Tokoh-tokoh utama positivisme antara lain Auguste Comte, John Stuart Mill, dan Herbert Spencer.

Perbandingan:

Skeptisisme cenderung meragukan validitas pengetahuan, sementara positivisme menekankan pentingnya pengetahuan yang diperoleh melalui metode ilmiah.

Skeptisisme menolak adanya kebenaran absolut, sedangkan positivisme berusaha menemukan kebenaran objektif melalui observasi dan eksperimen.

Skeptisisme mengkritisi asumsi-asumsi yang mendasari pengetahuan, sementara positivisme menekankan pentingnya fakta-fakta empiris dan verifikasi objektif.

Skeptisisme cenderung lebih subjektif dan relatif, sedangkan positivisme lebih objektif dan kuantitatif.

Meskipun terdapat perbedaan pandangan, kedua aliran ini telah memberikan kontribusi penting dalam perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan. Skeptisisme mendorong kita untuk selalu mempertanyakan dan tidak mudah menerima kebenaran, sementara positivisme memberikan landasan em

TRADISI POPULAR :

 TRADISI, POPULER DAN ASUMSI DASAR NILAI KEBUDAYAAN POSITIVISME (POP_SITIV).

              Positivisme adalah salah satu aliran filsafat yang sangat berpengaruh dalam peradaban modern. Berikut ini adalah tradisi, populer dan asumsi dasar nilai kebudayaan positivisme:

1. Tradisi Positivisme:

   - Berakar dari pemikiran Auguste Comte, yang dianggap sebagai bapak positivisme.

   - Mengutamakan pendekatan ilmiah dan empiris dalam memperoleh pengetahuan.

   - Menekankan pentingnya observasi dan eksperimen untuk memahami fenomena alam dan sosial.

2. Populer Positivisme:

   - Positivisme populer di kalangan ilmuwan dan akademisi karena menawarkan metode yang sistematis dan terukur.

   - Berkembang pesat di bidang sains alam, terutama dalam ilmu fisika, kimia, dan biologi.

   - Mempengaruhi perkembangan ilmu-ilmu sosial, seperti sosiologi, ekonomi, dan psikologi.

3. Asumsi Dasar Nilai Kebudayaan Positivisme:

   - Realitas objektif dapat diketahui melalui pengamatan dan pengukuran yang cermat.

   - Hanya pengetahuan yang diperoleh melalui metode ilmiah yang dapat dianggap valid dan benar.

   - Pemisahan yang tegas antara fakta dan nilai, serta antara subjek dan objek penelitian.

   - Penekanan pada rasionalitas, objektivitas, dan netralitas dalam menjelaskan fenomena.

   - Keyakinan bahwa kemajuan ilmu pengetahuan akan membawa kemajuan bagi masyarakat dan peradaban manusia.

Positivisme memberikan kontribusi besar terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Namun, juga mendapat kritik karena dianggap terlalu mereduksi realitas menjadi sekadar fakta-fakta yang dapat diamati secara empiris, serta mengabaikan dimensi subjektif dan interpretatif dalam memahami fenomena sosial dan budaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun