PRESEDEN DEBAT.
      Analogi atau kiasan tentang bahtera Nuh di dalam logika zaman modern. Jika sebuah negeri dalam movement change politik trantition, meperdengarkan bagi kita bahasa logis tentang kekuasaan dan juga kepemimpunan sebagai nahkoda dalam skup ruangblingkup kehidupan bersama suatu kelompok bangsa.
      Pertarungan bahasa-bahasa logika dalam parameter uji, yang berlangsung sebagi rekondisi keadaan masayarakat di atas kertas, sebagai keikutsertaan turut ikut dalam bahtera ubtuk melampaui gagasan mengenai banjir bandang peristiwa buruk di masa yang berada paada seberang empang besar bernama lautan.
      Dari ketiga calon nahkoda yang ada, mereka adalah orang-orang yang terlilih sebagai sumberdaya yang tepat dalam capita kepemimpinan dalam menyelesaikan konstelasi urgen dari urrgensi kebutahan yang tranformatif bagi kehidupan sosio kultural masa depan tuhan, dan kemajuan tekhnologi, dsb. Di musim peralihan ini, menjadi suatu gema dalam tradisi dan peranan kebudayaan dalam ruang tertentu, yakni kebijakan dalan selebrasi politik.
TITIK AWAL & TITIK TUJUAN.
     Kita tidak akan memepersoalkan kembali, kedudukan amar apa yang kemudian yang akan kita pakai, dan tradiai transfkrmatifnya. Dalam arti kesepakatan hidup beraama sebagai integritas bangsa dan negara aadalah moduler dari pemababakan cara yang kita pilih pasti adalah bahtera dalam kapasitas konstituasi dari sikap cosern dan kosuderasi yang mendasar dalam etika lima hal yang berada pada ujung-ujung jari para pemimpin dan cadangan nahkoda dari bahtera ini.
      Namun, ketepatan akan profil medan rintangan empang besaf, sebagai kritwria dalam memilih nahkoda yang akan memebawa bahtera ini mestilah suatu yabg di pahamai dan dikenal akrab sebagai landasan daei kemajemukan dan prulalitas isi dari bahtera bangsa ini.
Bahasa Logika.
        Satu diantara mereka para calon nahkoda tersebut, yabg kesemuanya sepakat dalam aturan main bahwa mereka akan menjadi guide dalam pwrantara tujuan, menuju titik di seberang titik awal sebagai landasannya. Atau nahkoda, sangat mengerti akan suatu sistematika lopmpatan dalam sistem perkalian, dari ketiga kandidat tersebut 3 kemudian menjadi asas pemecahan masalah kedua titik awal dan juga akhir, dengan dominasi sistem operasi logika kali, dalan gambaran ilustrasi bahasa logikanya adalag 3x 2 (sebagai motif) yang tentunya adalah meruoakan kerangka yang akan menjadi irasionale, ubtuk menenangkan para awak bahtera, ketika nomina ywraebut berjalan melampaui batas nalar normatif jumlah dan nilai hasil daei etika perkalian sebagai operasi balat logic. Bagaimana tidak ketika hal itu terjadi hide dari penguraiannya menjadi hasil enam - sebagai suatu lompatan yang supresi mengejutkan semua orang
    Dua diantaranya adalah suatu keadaan yang tetap dengan suatu konsekuensi etika dasar 3+2 (sebagai motif) akan berlansung sebagai nilai dan juga jumlah yang bertahan dalam konsep nilai faktual, yang menyoal kesadaran akan kejujuran di tengah pragmatisme. 3+2 (mengakumulasi( persoalan yang tetap -akan seperti halnya mebunda suatu keberangkatan dalam mengambik suaty sikap yang berisitegang dengan konstelasi tetap dalam daripada mengambil suatu risk, dari setiap kepanitian yang telah digelar dengan jumlah yang tidak sedikit. Sebagai difenaif dalam sumberdaya klaritasnya.
      Kedua dari kedua yang saya sebutkan di atas dalam tipologi, kesadaran yang minim, sebagai simbol logika operandi 3-2 (sebagai konstelasi yang terkikis) dari anggapan capita selekta modal awal dqn dasar sebagai kesadaran pokok, yabg menyoal distribusi yang telah memastikan impian kerugian, dan utopia, dimana setiap hal berkonsekuensekuesi minus dalam implementasi yang tidak berimbang sebagai dalam tendensi depresif tekanan yang apatis dan pesimis akan konotasi titik tujuan dalam grand agenda baik dalam kerangka yang generalium atau pun yang secara khusus dapat diketengahkan sebagai akses sumbedaya nilai dan meteril, sibgkatnya lebih merupakan atacktion build, panorama persaingan dan kompetitif yang dipahamai sebagai tabiat yang lahiriah - sebagai warisan kebiasaan dan moralitas pada umumnya manusia. Terpolariasasi atas keinginan-keinginan yang abstraktif, dalam efesiensi dan efektifitas terselengaranya perjalanan bahtera ini secara kalkulatif, akan menunda-nubda keberangkatan menuju titik dimana, mendapati sugesti dari hilangnya keberadaan nilai tetap yang berhasil dicapai sebagai keaepakatan, oleh paradigma pengikisan tersebut bekonsekuensi minus, dari apa yang diharapkan sebagai atau sampai di titik tujuan bahtera oleh kepemimpinan, leadership, dan kekuasaan dengan anggapan yang kritis.