Mohon tunggu...
Ahmad W. al faiz
Ahmad W. al faiz Mohon Tunggu... Penulis - Penulis.
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

a little bird which surrounds this vast universe, does not necessarily change itself, becoming a lizard. Do you know why. Yes you do.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Anaomi Noani

16 Desember 2023   06:33 Diperbarui: 18 Desember 2023   02:40 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.bing.com/images/create/seeorang-anak-perempuan-bergaun-senjata-senjata-pe/1-657f42ea038b49679d5365192ddca5c1?id=wNkiZSPVeRng2%2FGZbBWuzw.k

Anaomi Noani.

- buat, wanita.

0/

Salamku, ini, sampaikanlah.
Pada bintang gemintang. Pada bulan, dan sebuah celah jalan menuju utara. Di lautan Korea. ---

Dan, juga salamku, kepada kejenuhan yang melanda pemilu dan demokrasi nusantara. Dan, para Rahwana birokrasi di parlemen.

Jika, itu memang benar ada, dan atau aku saja yang naif. Dan, merasa benar sendiri.

Naomiku, sayang!

Ternyata, malam lelap. Mimpi ini telah aku bawa, meraba jantungku.

Dan,
Tetapi,

Dan,
Akan tetapi,
Aku memang lelaki dengan, metagora, busana, Dan metafora lala lala lala ...

Yang, enggan berdansa caca.
Atau gemoy sekali pun itu.

Sebab, cinta, adalah simponi Beathoven, tentang Soneta yang ke IV atau seperti, kehangatan pagi, yang menumbuhkan debar jantungmu di mataku.
Melihat, senyum kesabaranmu. Yang jelita.

-----------------------
Hai,
"Apa kau suka kopi?".
Dan,
"Es, teler?" Es, ... ah, ..." S" saja" atau," E" saja".

------------------------

1/

Naomiku, sayang!


Maafkanlah, khutbah hari sabtu ini, dariku:

Dan, mulailah, menari:

Ya, kau!
Menarilah, dalam jejak para nabi dan para pewaris ajaran yang syahdu oleh kesaksian, ayat-ayat dari kitab tuhanmu,

Menarilah, juga dalam syair, para Sofiah.

Dan, ajaklah, aku menemui hidangan dari iedmu.


Dan milad hari.
Dari langit kolbumu.

Lalu, kita melukis kata dalam ilusi tentang puisi.

Dan, katakan, bahwa, tangismu, telah berlalu.
Sebesit ekor bintang kejora ----

Dan, kita semestinya telah, jatuh cinta lagi, bagai pertama kali bertemu pandang.

Memeluk tawamu.
Lalu, larut malam, luruh karena,
rintik tawamu
Dan, kemudian hujan, di sini, tak akan lagi
pernah selesai.

Dan, laju darah dalam waktu yang singkat.


Kita memulai perjalanan yang terakhir, dengan segala sublimasi dari semua suasana yang ada.

Dan tajamnya, naluri mata batin yang buta bersama ledakan rohani gaza,


Di dalam jiwa yang puasa :
Dari, keputus-asaan tentang dunia.

Lagi,
Naomiku, sayang!

Sementara, santa-kata ini,
adalah sebuah perihal sedari dulu.


Lalu, berdiri di atas raibnya sebuah legenda. Dari kisah datu

Maka,
Dengarlah. Karena, kita bukanlah, Adam dan Hawa, yang tercipta dari debu turab tanah di temaram, suasana surga yang surgawi.


2/


Naomiku, sayang! :

Dalam malam yang panjang.

Kepada,
Tanah lapang yang luas.
Ladang demonstrasi kampus di sisi lebar jalan pesanggrahan, yang memuja perlawanan. Para, equalisi hak.

Perjalanan:
---- dari cinta. Dan Rahim bumi
Dan, lengahnya,
Kewajiban para, penguasa. --- menerima apa adanya, seperti membagi rata. Untuk menjadi
Adil serta lega.

Bandar Lampung, 2023.
A.W. al-faiz.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun