Cinta Berbahan Dasar,
       Kesedihan yang membawanya, pada sabtu itu, menuju rumah makan dengan segenap cinta dari sang koki yang memasak masakan di resto itu. Saat, hari semakin, kosong cintanya terlepas bagai daging terlepas dari tulang, atau daging yang terlepas dari daging. Saat, gigi menyentuh sehamparan lunak daging dengan minyak jenuh yang tebal. Kesedihan terlepas namun, kesadaran terkelupas dari dilemanya, akan subtansi, kerja pikiran yang dalam kapasitas yang tinggi.
       Terasa hari membawa pesan di sebuah kebun, perkebunan sawit yang indah. Mengapung dan merosot di atas permukaan minyak goreng. Dengan suara yang parau, oleh selaput lendir yang menutupi tenggorokan ketika birahi, memuncak, ketika akal menjadi tunduk pada kentalnya, saripati dari lemak nabati. Seperti cinta seperti kacang yang ditanam di tanah yang subur.
Sebentar, saja mendidih, membuat otak menjadi nyaman. Namun, kemudian sontak matanya kemudian terpejam, dalam dan terlelap menuju kesadaran mimpi, dan jurang, yang tercipta bagi neraka dalam realitas yang keruh, oleh suasana yang emosional.
Sebuah, suara dalam bisik lembut sebelum sirna, "pergilah!, pergilah!, ke tempat yang jauh, yang tak ada minyak goreng di sana, atau di rebus saja".
Dia, pergi dalam labirin, kesadaran yang lain dan tak pernah kembali lagi. Setibanya, dalam sorot sinar pagi yang membangunkan tidurnya semalam.
A.W. Al-faiz.
Halawi.
Bandar Lampung, 3 Oktober 2023.