A. Latar Belakang
Di dalam dunia pendidikan, karakter adalah salah satu hal yang harus diperhatikan oleh kita semua. Karakter adalah salah satu modal pembentuk pribadi yang baik, bijaksana, bertanggung jawab, jujur, dan dapat menghargai satu dengan yang lainnya.
Pendidikan karakter secara formal adalah pendidikan yang sistematis dan terencana untuk mendidik, memberdayakan, dan mengembangkan peserta didik agar dapat maksimal dalam membangun karakter secara pribadi. Sehingga, individu dapat tumbuh menjadi individu yang bisa memberikan manfaat bagi dirinya sendiri, bagi keluarga, bangsa, dan negara.Â
Dengan kata lain, pendidikan karakter adalah mengoptimalkan muatan-muatan karakter yang baik dan positif (baik sifat, sikap, dan perilaku budi luhur, akhlak mulia) yang menjadi pegangan kuat dan modal dasar pengembangan individu dan bangsa nantinya.
Dengan demikian, pendidikan karakter yang menekankan pada berbagai dimensi dalam proses pembentukan pribadi, diharapkan mampu membendung berbgai kemungkinan-kemungkinan negatif yang secara perlahan akan menghilangkan budaya bangsa. Melalui pendidikan karakter diharapkan permasalahan yang timbul dari pergeseran etika dan moral yang dilakukamn oleh para generasi muda (peserta didik) akan semakin menurun atau bahkan menghilang.
Lombok sebagai pulau seribu masjid yang mengedepankan rasa humanisme memiliki beberapa konsep budaya yang melekat dalam kehidupan masyarakatnya, terutama Suku Sasak. Menyadari sebagai komunitas yang memiliki keragaman budaya (multikultural), manusia Sasak kemudian memprioritaskan etika dan moralitas sebagai semangat dan landasan bagi mekanisme pranata sosial mereka.Â
Hal itu juga bertujuan memelihara solidaritas kolektif dan menjaga keutuhan komunitas mereka.Konsep tindih adalah salah satu diantaranya. Tindih dapat menjaga keharmonisan hubungan di Lombok, khususnya dalam masyarakat Suku Sasak.
Tindih merupakan simbol abstrak yang melahirkan nilai-nilai fiosofis yang humanis. Dalam bahasa Islam, konsep tindih ini dapat diidentikkan dengan insan kamil. Tintih merupakan acuan nilai bagi segala sesuatu yang baik. Tindih dimaknai sebagai konsep hukum dan pengetahuan diri untuk menilai dan mengenal diri secara lebih mendalam dan sebagai pedoman agar hidup lebih baik dan bermakna.Â
Konsep tindih ini digunakan sebagai sumber pembelajaran dalam bergaul dengan mengedepankan dan menjaga etika dalam bertutur kata dan bertindak sehingga tidak menimbulkan perasaan tersinggung dan konflik dengan orang lain.
Berdasarkan pemaparan di atas, tindih dapat diartikan sebagai kekuasaan etika dan kekuatan moral yang ditanamkan pada diri setiap pribadi manusia Sasak untuk menjaganya dari kemungkinan berperilaku kurang pantas dan mengganggu hak-hak sesama, yang akan menyebabkan goyahnya keserasian dan keseimbangan sosial.Â
Dalam kehidupan sehari-hari, tindih dapat kita lihat dalam bentuk sikap dan tingkah laku pribadi yang serba menghormati dan memuliakan kehidupan sebagai anugerah Tuhan. Sikap, tutur-kata, dan tingkah laku dalam setiap situasi dan kondisi harus sesuai dan sepantasnya.
Seseorang yang mampu bersikap tindih, dianggap telah mencapai sebuah kesempurnaan hidup. Sebab tindih dianggap sebagai nilai utama, atau pencapaian dari sebuah kehidupan. Apabila setiap orang mampu bersikap tindih, maka tentu saja keserasian dan keseimbangan dalam kehidupan sosial akan tercapai.
 Setiap orang akan selalu menjaga segala ucapan, tingkah laku, dan pikirannya dari hal yang kurang baik dan senantiasa memberi contoh pada lingkungannya. Sehingga kemungkinan akan terjadinya gejolak menjadi sangat minim, karena setiap orang telah berucap, bertingkah laku, dan berpikiran yang baik.
Dewasa ini kondisi karakter peserta didik di sekolah sedikit memprihatinkan, baik secara emosional, tindakan maupun prilaku sosial peserta didik. Diperlukan upaya pembentukan budaya positif di sekolah untuk membentuk profil pelajar pancasila sesuai tujuan dari merdeka belajar. Banyak sekali program yang telah ditemukan untuk meningkatkan nilai karakter diri para peserta didik.Â
Salah satu program yang bisa diterapkan untuk menanamkan pendidikan karakter kepada para peserta didik adalah membiasakan budaya 5S (Senyum, Salam, Sapa, Sopan, dan Santun). Program ini merupakan kegiatan yang sederhana, namun memiliki peranan dalam mewujudkan hubungan yang harmonis antar sesama. Sehingga melalui penerapan budaya 5S, konsep tindih, yang merupakan kearifan lokal Suku Sasak, dapat diwujudkan di sekolah.
B. Tujuan Aksi Nyata
Adapun tujuan kegiatan ini sebagai berikut:
1. Agar peserta didik dapat menggunakan bahasa yang sopan ketika berbicara dengan guru dan teman-temannya.
2. Supaya dengan senyum peserta didik merasa lebih damai, senang, dan gembira berada di lingkungan sekolah.
3. Supaya dengan sapa dan salam dapat mempererat tali persaudaraan dan mencairkan suasana.
4. Supaya dengan pembiasaan sopan dan santun akan terbentuk pribadi yang baik sehingga tercipta harmonisasi antar semua warga sekolah (tindih).
C. Tolok Ukur
Tolok ukur keberhasilan dari kegiatan aksi nyata yang dilakukan yaitu:
1. Peserta didik terbiasa memberikan senyum dan sapaan hangat ketika bertemu dengan teman, guru, pegawai, dan termasuk kepada tamu yang datang.
2. Peserta didik terbiasa memberi salam ketika bertemu atau berkomunikasi dengan teman, guru, pegawai, dan termasuk kepada tamu yang datang.
3. Peserta didik berperilaku sopan dan santun dalam kesehariannya di sekolah.
D. Diskripsi Aksi Nyata
Pembiasaan budaya 5S diawali dengan mengadakan kesepakatan kelas.
Kelas yang penulis pakai sebagai subyek adalah kelas IX 2, 3 dan 4, karena penulis mengajar di kelas tersebut. Kesepakatan kelas dilaksanakan pada awal semester genap tahun pelajaran 2021/2022. Adapun runtutan kegiatan aksi nyata budaya 5S mewujudkan konsep tindih di semester genap tahun pelajaran 2021/2022 melalui pembentukan kesepakatan atau keyakinan kelas sebagai berikut.
1. Mengadakan diskusi bersama peserta didik kelas IX 2, 3, dan 4 untuk membentuk kesepakatan (keyakinan) kelas terkait budaya positif yang akan diterapkan.
2. Pendapat-pendapat peserta didik ditulis pada kertas dan ditempel pada kertas manila, serta dipajang di depan kelas masing-masing. Pendapat-pendapat tersebut kemudian dihimpun untuk disepakati.
3. Setelah terdapat kesepakatan kelas, dimana salah satunya adalah penerapan budaya 5S, peserta didik dan guru menandatangani kesepakatan (keyakinan) kelas tersebut.
4. Guru memantau aktivitas peserta didik ketika berintraksi di kelas dan lingkungan sekolah lainnya.
5. Hasil pemantauan disampaikan kepada kepala sekolah dan guru lainnya sebagai bahan refleksi.
E. Dukungan yang Dibutuhkan
Untuk melancarkan pelaksanaan tindakan aksi nyata yang telah dibuat tentunya memerlukan dukungan dari berbagai pihak. Adapun dukungan tersebut berasal dari kepala sekolah, rekan-rekan guru di sekolah, tenaga administrasi sekolah, dan peserta didik sebagai pelaku utama.
F. Hasil Aksi Nyata
Adapun hasil aksi nyata pembiasaan budaya 5S yang telah dilakukan, yaitu sebagai berikut:
1. Pembiasaan megadakan kesepakatan (keyakinan) kelas dalam membentuk budaya positif awalnya memang belum berjalan lancar seperti yang diharapkan, karena peserta didik belum terbiasa memberikan pendapatnya dalam membentuk kesepakatan kelas. Tetapi, setelah dituntun dengan pertanyaan-pertanyaan membentuk kebiasaan baik di sekolah, peserta didik mulai memberikan pendapatnya. Mereka menuliskan pendapat pada kertas yang dibagikan dan ditempel pada kertas manila.Â
Dari keseluruhan pendapat kemudian dirangkum dan dipilih untuk disepakati sebagai kesepakatan (keyakinan) kelas tentang budaya positif yang akan dilakukan, yaitu: a) Masuk kelas atau mengikuti pelajaran tepat waktu; b) Memulai dan mengakhiri pelajaran dengan berdo'a; c) Menerapkan budaya 5S (senyum, sapa, salam, sopan dan santun); d) Menjaga kebersihan kelas dan membuang sampah pada tempatnya; e) Memakai seragam sekolah dengan rapih sesuai aturan sekolah; f) Mengikuti kegiatan pembelajaran dengan aktif; dan 7) Bertanggungjawab menyelesaikan tugas yang diberikan guru dan mengumpulkannya tepat waktu.
2. Poster kesepakatan (keyakinan) kelas yang dibuat dan disepakati ditandatangani dan pajang di depan kelas masing-masing.
3. Perilaku peserta didik mulai diamati sejak datang dan berintraksi di sekolah. Yang menjadi fokus pengamatan adalah pelaksanaan kesepakatan kelas, terutama sekali penerapan budaya 5S.
4. Pengamatan perilaku peserta didik dalam penerapan kesepakatan kelas secara lebih khusus dan lebih fokus, dilaksanakan langsung pada saat jam mengajar di kelas masing-masing. Perhatian utama adalah penerapan budaya 5S.
5. Kegiatan pembentukan budaya positif di sekolah mendapatkan apresiasi yang baik dari kepala sekolah dan guru lainnya. Guru-guru juga memulai untuk mengadakan kesepakatan kelas pada kelas tempatnya mengajar untuk membentuk budaya positif. Hal tersebut menjadi langkah awal mewujudkan hubungan harmonis dengan peserta didik dan warga sekolah (konsep tindih).
G. Pembelajaran yang Didapat dari Pelaksanaan Aksi Nyata (Refleksi)
Kebaikan yang diperoleh dari aksi nyata ini adalah pembiasaan membangun kesepakatan kelas bersama peserta didik dengan mendengarkan keinginan peserta didik, mewujudkan hubungan yang harmonis dengan warga sekolah melalui budaya 5S, dan perubahan sikap kearah yang  positif pada peserta didik, terutama pada saat berintraksi di lingkungan sekolah, baik dengan guru, pegawai, tamu maupun teman-temannya.
Kelemahan pada pelaksanaan aksi nyata ini adalah belum dapat dilaksanakan secara serentak untuk seluruh peserta didik di semua jenjang kelas. Hal ini berpengaruh pada sebagian peserta didik di kelas yang merupakan sasaran (subyek) aksi nyata. Sebagian kecil dari mereka belum melaksanakan kesepakatan kelas, terutama penerapan budaya 5S secara konsiten karena terpengaruh oleh teman-temannya di kelas yang bukan merupakan subyek aksi nyata ini.
H. Rencana Perbaikan untuk Pelaksanaan di Masa Mendatang
Dilakukan upaya membangun kesepakatan dan komitmen bersama antara kepala sekolah dan guru lainnya (wali kelas) untuk membuat kesepakatan kelas dalam rangka penerapan budaya 5S secara menyeluruh di semua kelas.
I. Dokumentasi Kegiatan Aksi Nyata
                                                                   Dokpri
DAFTAR PUSTAKA
https://www.ruangguru.com/blog/pentingnya-pendidikan-karakter-untuk-anak
http://abidtinfaz.blogspot.com/2015/01/nilai-nilai-budaya-sasak.html.
https://sengkollombok.blogspot.com/2015/05/filosofi-tata-nilai-dalam-adat-dan.html.
https://adoc.tips/download/bab-i-pendahuluan-daerah-yang-hidup-dan-berkembang-di-seluru.html.
http://journal.iain-manado.ac.id/index.php/PP/article/download/1317/935.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H