Mohon tunggu...
Ahmad Taufiq Hidayat
Ahmad Taufiq Hidayat Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Seorang Penulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Peran Inklusi Keuangan Mendorong Stabilitas Perekonomian, Memperkuat Kesejahteraan Melalui Akses Keuangan yang Lebih Luas

4 November 2024   11:00 Diperbarui: 4 November 2024   11:01 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Jember, 1 November 2024 -- Literasi dan inklusi keuangan tetap menjadi faktor penting dalam menciptakan masyarakat yang lebih sejahtera dan cerdas dalam mengelola keuangan. Peningkatan dalam kedua bidang ini memberikan manfaat signifikan, tidak hanya bagi individu, tetapi juga bagi perekonomian secara keseluruhan. Literasi keuangan, yang meliputi pengetahuan, keterampilan, dan keyakinan yang memengaruhi sikap serta perilaku seseorang dalam mengelola keuangannya, menjadi landasan krusial bagi masyarakat modern. Di sisi lain, inklusi keuangan berfokus pada akses masyarakat terhadap produk dan layanan keuangan yang ditawarkan oleh lembaga keuangan formal, sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan mereka.

Manfaat dari peningkatan literasi keuangan sangat luas. Individu dengan literasi keuangan yang baik cenderung mengambil keputusan keuangan yang lebih bijak, mulai dari pengelolaan anggaran rumah tangga hingga perencanaan pensiun. Mereka lebih mampu menghindari utang berlebihan, memahami risiko investasi, dan memaksimalkan potensi pendapatan. Selain itu, literasi keuangan yang baik juga berkontribusi pada pengurangan stres keuangan dan peningkatan kesejahteraan mental secara keseluruhan.

Sementara itu, peningkatan inklusi keuangan membuka peluang bagi masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidup mereka. Akses ke layanan perbankan formal memungkinkan masyarakat untuk menabung dengan aman, mendapatkan pinjaman untuk modal usaha, dan melindungi aset melalui asuransi. Bagi kelompok yang selama ini terpinggirkan dari sistem keuangan formal, peningkatan inklusi keuangan memberikan kesempatan untuk keluar dari kemiskinan dan mencapai kemandirian finansial.

Hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2024 menunjukkan bahwa indeks literasi keuangan Indonesia mencapai 65,43%, sementara indeks inklusi keuangan mencapai 75,02%. Dibandingkan dengan 2022, indeks literasi keuangan meningkat 15,75 poin dari 49,68%. Meskipun jarak antara literasi dan inklusi semakin kecil, upaya untuk meningkatkan indeks literasi keuangan harus terus dilakukan.

Peningkatan literasi keuangan menjadi salah satu fokus utama OJK, yang mengharapkan program edukasi keuangan yang intensif dan berkelanjutan dapat meningkatkan pemahaman masyarakat tentang produk dan layanan keuangan, serta mengurangi risiko kredit macet (Non-Performing Loan atau NPL).

OJK juga memperkuat pengawasan terhadap lembaga keuangan agar menyediakan layanan yang adil dan transparan bagi seluruh lapisan masyarakat, sehingga masyarakat merasa lebih percaya dan nyaman dalam menggunakan layanan keuangan formal.

Data dari OJK menunjukkan bahwa tingkat inklusi keuangan di Indonesia terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Pada 2022, tingkat inklusi keuangan mencapai 85,10%, naik dari 76,19% pada 2019. Peningkatan ini mencerminkan upaya pemerintah dan lembaga keuangan dalam memperluas akses layanan keuangan.

Pandemi COVID-19 juga berperan dalam percepatan inklusi keuangan di Indonesia. Pembatasan sosial dan perubahan pola konsumsi memaksa masyarakat untuk beradaptasi dengan teknologi digital, termasuk dalam transaksi keuangan.

Dengan berbagai inisiatif dan program yang dijalankan oleh OJK, diharapkan inklusi keuangan di Indonesia dapat terus meningkat dan mencapai target yang telah ditetapkan. Inklusi keuangan yang tinggi akan berdampak positif pada perekonomian, mengurangi kesenjangan sosial dan ekonomi, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.

Dengan target ambisius ini, OJK berkomitmen untuk bekerja sama dengan berbagai pihak agar semua lapisan masyarakat dapat mengakses layanan keuangan secara adil dan merata. Inklusi keuangan bukan hanya sekadar akses, tetapi juga kemampuan untuk menggunakan layanan keuangan dengan efektif dan efisien dalam kehidupan sehari-hari.

Strategi OJK Dalam Mencapai Target Inklusi Keuangan Indonesia 98% pada 2045

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menetapkan target untuk mencapai inklusi keuangan di Indonesia sebesar 98% pada tahun 2045. Saat ini, tingkat inklusi keuangan di negara ini berada di angka 75,02%, sedangkan indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia mencapai 65,43%. Untuk mencapai tujuan tersebut, OJK telah meluncurkan Gerakan Nasional Cerdas Keuangan (GENCARKAN), yang bertujuan untuk secara luas meningkatkan literasi dan inklusi keuangan di seluruh Indonesia.

Friderica Widyasari Dewi, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK, menyatakan bahwa program GENCARKAN diharapkan dapat menjangkau seluruh kabupaten dan kota, serta menyasar kelompok-kelompok prioritas dengan dukungan jaringan kantor PUJK yang ada di seluruh wilayah Indonesia. Program ini juga bertujuan untuk melahirkan 2 juta Duta dan Agen Literasi dan Inklusi Keuangan yang dapat memberikan dampak positif melalui berbagai kegiatan edukasi keuangan bagi masyarakat.

Mahendra Siregar, Ketua Dewan Komisioner OJK, menekankan bahwa target inklusi keuangan 98% menuju Indonesia Emas 2045 merupakan langkah untuk memperkuat sistem keuangan dan mengurangi ketimpangan ekonomi. "Kami berharap indeks inklusi keuangan nasional mencapai 98 persen saat perayaan Indonesia Emas tahun 2045," ujar Mahendra dalam acara GENCARKAN di Jakarta.

Pemerintah Indonesia juga telah mengambil berbagai langkah penting untuk meningkatkan inklusi keuangan, termasuk melalui digitalisasi dan pendanaan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Peningkatan literasi keuangan menjadi prioritas utama untuk memastikan masyarakat dapat memanfaatkan layanan keuangan secara maksimal, mengurangi risiko kredit macet (Non-Performing Loan atau NPL), dan mendukung stabilitas sistem keuangan.

Selain itu, program pemberdayaan aset tidak berwujud telah banyak membantu masyarakat dan pelaku Usaha Mikro dan Kecil (UMK) dalam mengakses layanan keuangan formal. Inovasi teknologi dalam sistem pembayaran, seperti QRIS, kini telah digunakan oleh lebih dari 45 juta pengguna, dan uang elektronik telah dimanfaatkan oleh sekitar 156,4 juta pengguna.

Secara keseluruhan, target inklusi keuangan 98% pada tahun 2045 merupakan bagian dari upaya untuk menciptakan perekonomian yang lebih inklusif dan berkelanjutan. Dengan memperluas akses layanan keuangan bagi seluruh masyarakat, inklusi keuangan dapat menjadi landasan penting dalam menjaga stabilitas keuangan dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih merata.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun