[caption id="attachment_306127" align="aligncenter" width="640" caption="Stand Wantilan Bali Restaurant (Foto: Ahmad Syam)"][/caption]
Minggu (4/5), Melbourne basah di mana-mana. Hujan mengguyur kota terbesar kedua di Australia tersebut seharian. Awannimbostratus, awan tebal yang mengandung hujan, terus menggantung di langit ibukota negara bagian Victoria itu.
Cuaca dingin menyergap setiap sudut kota. Memang belum memasuki Winter namun hembusan angin Autmn yang dingin ditambah hujan memaksa warga kota berjaket ria. Suhu udara berkisar 7 hingga 13 derajat celsius.
[caption id="attachment_306121" align="aligncenter" width="481" caption="(Foto: Ahmad Syam)"]
Meski demikian tidak mengurangi minat warga kota, khususnya penggemar kuliner Indonesia, untuk berbondong-bondong ke Indonesian Street Festival. Mereka memadati Victoria Street, satu jalan yang terletak di dalam kawasan pasar terbesar di Melbourne, Queen Victoria Market.
[caption id="attachment_306122" align="aligncenter" width="640" caption="(Foto: Ahmad Syam)"]
Kenapa warga kota rela menahan cuaca dingin untuk datang ke Indonesian Street Festival? Saya tidak perlu mencari alasan ilmiah untuk menjelaskan hal tersebut. Hanya saja, begitu kaki saya menapaki Victoria Street aroma sate telah membombardir penciuman saya. Harum aneka sup terbang di udara bersama asap dari pembakaran sate. Sementara di bagian lain, hentakan musik berirama riang mengantarkan semangat dan kehangatan. Wow, what is wonderful day!
Sebagian pengunjung masih antri di depan stand menunggu pesanan masing-masing. Pengunjung lainnya telah menikmati kuliner pilihannya di selasar pertokoan yang disulap menyerupai kafe dengan kursi dan meja-meja. Pengunjung yang tidak kebagian tempat duduk tidak kalah enjoy. Mereka mojok di sudut-sudut pertokoan atau di bawah pepohonan yang cukup rindang sehingga bisa terlindung dari gerimis.
Pengunjung cukup merogoh dollar dari kantong atau dompet sebesar 5 atau 10 dollar maka beberapa sate tusuk atau semangkuk sup segar sudah di tangan. Gaya makan diserahkan pada masing-masing pengunjung. Mau semangkuk berdua boleh. Sepiring beramai-ramai juga silahkan. Sambil makan sambil ngobrol asyik. Khusyuk dan tidak banyak bicara karena saking nikmatnya juga sah-sah saja.
[caption id="attachment_306128" align="aligncenter" width="300" caption="(Foto: Ahmad Syam)"]
[caption id="attachment_306123" align="aligncenter" width="300" caption="(Foto: Ahmad Syam)"]
[caption id="attachment_306126" align="aligncenter" width="300" caption="(Foto: Ahmad Syam)"]
Indonesian Street Festival 2014 adalah untuk kali ketiga diselenggarakan. Walaupun masakan dan kuliner Indonesia yang terkesan mendominasi acara tetapi sajian lain tidak kalah menariknya. Di Indonesian Street Festival 2014 selain menyajikan masakan Indonesia daribeberapa restoran Indonesia yang mangkal di Melbourne seperti Selero Kito, Pempek Katering, Uleg Restaurant, Blok M, Shalom, Bamboe Indonesia, Wantilan Bali, dan banyak lainnya, juga ada pertunjukan tari dan musik dari anak-anak muda Indonesia yang berbakat. Sejumlah negara Asia Tenggara seperti Malaysia dan Thailand ikut berpartisipasi dalam acara ini.
Berapa orang Indonesia di Australia? Sensus 2011 menemukan bahwa 50 ribu warga Australia mengakui mereka adalah keturunan Indonesia. Sementara sensus 2010 menyatakan hampir 73 ribu jiwa orang Indonesia menetap di Australia di mana dari jumlah tersebut sekitar 30 ribu jiwa tersebar di negara bagian Victoria
[caption id="attachment_306125" align="aligncenter" width="640" caption="(Foto: Ahmad Syam)"]
Brunswick, 5 Mei 2014
Simak artikel lainnya:
http://luar-negeri.kompasiana.com/2014/08/01/mendekap-cahaya-di-musim-dingin-666722.html
http://luar-negeri.kompasiana.com/2014/05/18/korea-jualan-k-pop-di-melbourne-653393.html
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H