Hari ini penulis bersama Jamaah Masjid Al Hibah Gresik, melakukan perjalanan Ziarah Waliyullah ke Bangil dan Pasuruan Jawa Timur, dilanjutkan Wisata ke Pantai Utama Raya Situbondo Jawa Timur.
Dipimpin oleh Ustadz Mohammad Abbas tiba di makam Mbah Ratu Ayu, pukul 08.00 WIB , kamu mengucapkan salam kepada Waliyullah dan melantunkan solawat dan dzikir tahlil untuk Waliyullah beserta kerabatnya yang ada kompleks makam Mbah Ratu Ayu.
Siapakah Mbah Ratu Ayu? yang memiliki nama asli Syarifah Khadijah putri dari Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati, salah satu walisongo).Â
Menurut cerita Ustad Mohammad Abbas, dimakamkannya Mbah Ratu Ayu Ibu di Bangil ini bermula ketika suatu saat putri Sunan Gunung Jati ini, mendadak dirundung rasa kangen yang begitu dalam kepada kedua putranya yang tengah belajar agama di pondok pesantren milik Mbah Soleh Semendi di daerah Winongan, yang tak lain adalah masih familinya.
Akhirnya berangkatlah beliau mengunjungi kedua putranya, Sayid Arif Basyaiban, Segoropuro dan Sayid Sulaiman Mojoagung yang belajar di pesantren di Winongan. Namun sepulang menjenguk kedua putranya tersebut, Mbah Ratu Ibu mendadak sakit saat di daerah Bangil dan akhirnya meninggal.Â
Setelah meninggal Syarifah Khadijah dimakamkan di pemakaman di daerah yang sekarang disebut dengan Wetan Alun karena memang letaknya di Wetan (Bahasa Jawa yang artinya Timur) dari alun-alun Bangil.
Melahirkan keturunan berupa ulama besar di Pasuruan tidaklah tercetak dengan sendirinya. Sebab, selain silsilah dari salah satu Wali Songo, suami Alhababah Syarifah Khodijah juga orang terhormat. Yakni, Habib Abdurrohman bin Umar Baasyaiban.Â
Di kalangan orang Jawa, Habib Abdurrahman lebih dikenal dengan sebutan Jaka Tingkir. Sayangnya, sejarah-sejarah Islam seperti ini, tidak banyak diwariskan buat cerita anak cucu kita. Di sekolah-sekolah, jarang sekali yang mengajarkan tentang sejarah Islam. Padahal ini sangat penting artinya.
Dikisahkan, "Pernah ada anak usia 12 tahun yang sejak lahir tidak bisa bicara. Tapi tiba-tiba bisa bicara setelah menghadiri haul Mbah Ratu Ibu ini, dan ini adalah salah satu karomah wali perempuan disini mas. Karena wali perempuan jarang, makanya karomahnya begitu hebat," ujar salah satu warga di sekitar makam.
Komplek ini terletak persis dibelakang rest area swadesi, diperikirakan berumur sudah ratusan tahun
tahun, sebelumnya komplek ini tak ada bedanya dengan komplek-komplek makam yang lain, hanya komplek makam biasa, suatu saat ada seorang kyai dari daerah Lawang Malang bernama Kyai Ba'bud mengunjungi komplek ini dan menemukan sebuah makam yaitu makam Syarifah Khadijah, Kyai Ba'bud mempercayai kalau makam ini bukan makam dari orang biasa atau lebih tepatnya seorang wali menurutnya, maka kemudian dibangun sebuah kijing (bangunan makam) dan dalam perkembangannya dibangunkan sebuah gedung untuk menandai komplek tersebut, dalam komplek ini terdapat beberapa makam diantaranya makam Syarifah Khadijah (Mbah Ratu Ayu/Ratu Ibu), Abdullah Bin Abdur Rahman, dan pembantunya, serta makam KH.Qosyim Muzammil, juga terdapat satu makam lagi yang terpisah dari bangunan ini, terletak di sebelah timurnya yaitu makam Habib Qosim Basyaiban.
Komplek pemakaman ini didukung dengan adaanya Masjid, Rest Area dengan rumah makan yang menyajikan makanan khas Bangil seperti Gule Sate serta lahan parkir yang cukup luas, di tambah lagi UKM-UKM khas seperti busana bordir, souvenir juga terdapat dalam satu komplek.Â
Akses untuk menuju komplek ini juga sangat mudah karena terdapat Halte tempat transit travel, bus antar kota dan antar propinsi yang menuju Surabaya, Probolinggo, Banyuwangi, Bali dan Lombok, yang hampir semua berhenti di tempat ini yang dikenal dengan swadesi. Pukul 09.00 WIB kami mengakhiri ziarah di makam Mbah Ratu Ayu, untuk melanjutkan ziarah ke makam KH. Abdul Hamid
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H