Â
Mengingat perjalanan haji enam tahun silam, setelah wukuf si Arofah, maka seluruh jemaah melanjutkan perjalanan ke Mina, tapi mapir dahulu di Muzdalifah untuk mengambil kerikil yang akan digunakan untuk lempar jumrah.
Berada  di Terowongan Mina, setelah melakukan wukuf di Arafah, merupakan suatu peristiwa yang tak akan mungkin dilupakan. Â
Terowongan Mina identik dengan banyaknya korban jiwa ketika jamaah haji berdesakan ingin melempar jumrah di hari yang afdol.Â
Kemudian Pemerintah Arab Saudi membuat beberapa terobosan agar kejadian tragis itu tidak terulang lagi.
Terowongan Mina juga merupakan tempat yang rawan sebelum tahun 2016. Tragedi terakhir di terowongan Mina terjadi pada musim haji 2015 di mana ratusan jamaah meninggal, termasuk dari Indonesia. Sejak tahun 2015 terowongan Mina dibangun tingkat 7 untuk memudahkan para jamaah melakukan Lempar Jumroh sesuai dengan jadwal dan pembagian tingkat untuk pengelompokan asal negara jamaah haji.
Setelah selesai melaksanakan wukuf di Arafah, Pak Guru bersama seluruh jamaah haji bergerak ke Muzdalifah untuk Mabit atau bermalam dan mengambil kerikil untuk melakukan Lempar Jumrah di Mina. Rombongan berangkat dari Arafah diatur oleh Pemerintah Arab Saudi, mengingat jumlah jamaah yang mencapai hampir 23 juta jamaah. Pada tanggal 10 Dzulhijjah rombonganÂ
Jamaah Haji Bryan Makkah Surabaya setelah Mabit di Muzdalifah melanjutkan perjalanan ke kota Mina untuk melakukan Lempar Jumrah selama 3 hari, yaitu tanggal 10, 11 dan 12 Dulhijjah.
Pak Guru dan rombongan tiba sekira pukul 03.30. Kemudian mereka memasuki tenda masingmasing dengan kapasitas 245 jamaah. Semua jamaah masih menggunakan pakaian ihram. Mereka menunggu komando. Semua harus terjadwal hingga bisa berjalan lancar. Maklum penuhnya jamaah setiap tahun dan mereka menginginkan waktu yang afdol untuk lempar jumrah.
Lautan manusia yang berkumpul di padang Arafah dan berpindah mabit di Mina memerlukan pengaturan yang sistematik  dan   terencana.  Bila semua  jamaah penuh kesadaran dan sudah diatur dengan taat mengikuti jadwal yang ada, insya Allah bisa berjalan lancar, tidak akan terjadi kepadatan yang menumpuk. Alhamdulillah Pak Guru dan rombongan bisa melaksanakan jumrah dengan tertib dan sah. Perjalanan Pak Guru dan rombongan dari Pemondokan di Mina Menuju Jamaratya itu tempat melempar Jumrah sekitar 4 km, jarak yang sedang karena ada yang jaraknya lebih dari itu, jarak maksimal atau terjauh yaitu 12 km. Sepanjang perjalanan suara takbir, tahmid, dan tahlil berkumandang dari jamaah yang bergiliran memimpin bacaan tersebut. Ada tiga sumur untuk melemparkan kerikil yang kita ambil di Muzdalifah yaitu Sumur Ula, Wustha dan Aqobah, setiap jamaah akan melemparkan masingmasing 7 kerikil di masingmasing sumur.