Mohon tunggu...
Ahmad Sirfi Fatoni
Ahmad Sirfi Fatoni Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Saya seorang dosen di Prodi Pendidikan Bahasa Arab, Fakultas Bahasa dan Sastra, Kampus Universitas Negeri Makassar. Hobi saya adalah bermain sepak bola, futsal, catur, sepak takrow, bola voli, membaca, menulis, jalan-jalan, hang out, main playstation, menjelajah dan semacamnya. Minat keilmuan saya yaitu ilmu nahwu, sharaf, balagah, semantik dan sastra Arab. Saya suka menulis isu-isu terkait bahasa, sastra maupun wacana bahasa Arab. Di samping itu, saya juga tertarik untuk mengupas isu-isu terkini dan aktual baik terkait isu sosial, politik, ekonomi maupun budaya di level nasional dan internasional.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pembelajaran Bahasa Arab Untuk Tujuan Akademik (Suatu Penjelajahan Dini)

29 Oktober 2024   15:20 Diperbarui: 29 Oktober 2024   15:37 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pembelajaran adalah suatu sistem yang terdiri dari berbagai komponen yang saling berhubungan satu dengan yang lain. Adapun komponen-komponen tersebut meliputi: tujuan, materi, metode, dan evaluasi. Keempat komponen pembelajaran tersebut harus diperhatikan oleh seorang guru dalam mengeksplor dan menentukan metode, media, strategi, dan pendekatan apa yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Komponen-komponen inilah yang menjadi bagian inti dari suatu pembelajaran, apabila komponen tersebut dapat seimbang maka akan diperoleh suatu pembelajaran yang baik dan hasil yang maksimal. Di satu sisi, jika sebaliknya maka timbul permasalahan kompleks yang dihadapi guru.

Proses pembelajaran tidak dapat dipisahkan dengan aktivitas belajar. Belajar menjadi bagian penting, sebab aktivitas ini membuat seseorang atau peserta didik memiliki usaha untuk memahami pengetahuan dan dapat menerapkannya dalam kehidupan. Belajar juga dapat diartikan sebagai proses perubahan tingkah laku secara keseluruhan pada seseorang yang bersifat relatif. Perubahan tersebut dihasilkan dari pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Dalam jenjang Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Atas, bahasa Arab merupakan bagian materi yang diajarkan untuk peserta didik. Materi Bahasa Arab dengan materi pelajaran yang lain memiliki kesamaaan yaitu sama-sama mempunyai komponen yang terdiri dari tujuan, materi, metode, dan evaluasi. Hal ini dimaksudkan agar pembelajaran bisa sesuai dengan rencana yang dibuat oleh pendidik. Oleh karena itulah, pendidik atau dosen hendaknya memahami komponen dari pembelajaran bahasa Arab itu sendiri.

Istilah pembelajaran bahasa Arab untuk tujuan akademik (PBATA) merupakan penamaan bidang baru dalam pembelajaran bahasa Arab. Dalam khazanah pembelajaran bahasa Inggris telah muncul terlebih dahulu istilah English for Academic Purpose (EAP) dan belakangan ini juga muncul dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Tata nama tersebut mengacu pada pembelajaran bahasa asing, baik Arab maupun Inggris, dalam konteks ini untuk tujuan-tujuan akademik. Isu PBATA (lazim disebut AAP, Arabic for Academic Purpose) dapat dimunculkan sebagai alternatif orientasi pembelajaran bahasa Arab di Indonesia terutama pada level lanjutan (advance/ marhalah mutaqaddimah). Hal ini mengingat hingga saat ini masih ada ketidakfokusan tujuan pembelajaran bahasa Arab pada level lanjut atau pada jenjang perguruan tinggi. Dari fenomena yang mengganjal tersebut, ada beberapa tawaran rumusan masalah, yaitu: (1) Apa urgensi pembelajaran bahasa Arab untuk tujuan akademik? (2) Bagaimana konsep dan gambaran umum bahasa Arab  untuk tujuan akademik di Perguruan Tinggi? (3) Apa saja pendekatan dalam mengajarkan bahasa Arab untuk tujuan akademik?

  • Pembelajaran Bahasa Arab Untuk Tujuan Akademik

Sebagaimana dijabarkan sekilas pada subbab sebelumnya, PBATA sebenarnya merupakan bagian dari Pembelajaran Bahasa Arab untuk Tujuan Khusus (PBATK) sebagai konsep yang berdiri atau bersinergi dengan Pembelajaran Bahasa Arab untuk Tujuan Umum (Al-‘Arabiyyah li Al-Hayat). Dalam hal ini, perlu disepadankan antara istilah PBATA dengan EAP (English for Academic Purpose) dalam penyederhanaannya. Perlu ditekankan sekali lagi bahwa PBATA merupakan pembelajaran bahasa Arab terhadap mahasiswa atau peserta didik yang terkait dengan tujuan-tujuan akademis (Thu’aimah, 2006).

Tampak perbedaan terletak pada dua tahapan yang ada pada PBATE (Pembelajaran Bahasa Arab untuk Tujuan Edukasi) di mana pada tahap pertama diajarkan PBATU (Pembelajaran Bahasa Arab untuk Tujuan Umum) atau Al-‘Arabiyyah Li Al-Hayat yang ditujukan agar para peserta mampu menguasai dasar-dasar bahasa Arab. Selanjutnya pada tahap kedua diajarkan bahasa Arab khusus sesuai bidang kajian yang akan diambil mahasiswa seperti bidang Ushuluddin, Bahasa Arab, Quran Hadits, Akidah Akahlak, Tauhid, Mantiq dan lain sebagainya. Sedangkan pada PBATA program pembelajaran bahasa Arab diselenggarakan bagi mahasiswa asing di berbagai jurusan Ketimuran. Dalam hal ini, Usamah Zaki al-Sayyid Ali agak berbeda pendapat dengan Rusydi Ahmad Thu’aimah yang membedakan antara PBATE dan PBATA karena pada dasarnya tidak ada perbedaan signifikan di antara keduanya kecuali pada tempat studinya. Pada PBATE (Pembelajaran Bahasa Arab untuk Tujuan Edukasi) pembelajaran dilaksanakan di negara masing-masing pembelajar, sedangkan pada PBATA (Pembelajaran Bahasa Arab untuk Tujuan Akademik) pembelajaran bahasa Arab diselenggarakan di negara-negara Arab. Dengan demikian bagi Usamah Zaki al-Sayydi Ali, istilah PBATA lebih sederhana dan mudah untuk dipahami. Perlu diutarakan di sini, bahwa pada tulisan ini keduanya diasumsikan sebagai hal yang sama.

Dengan kata lain, PBATA dapat diartikan sebagai pembelajaran bahasa Arab untuk tujuan akademis yakni bagi mereka yang mempelajari bahasa Arab baik di dalam negeri maupun di negara-negara Timur Tengah. Konsep ini mencakup kajian bahasa Arab di level lanjut (advance) dan sama sekali tidak cocok untuk level dasar dan menengah. Wajar bila pada kedua contoh di atas terdapat keterangan mengenai ragam bahasa Arab bagi para spesialis (mutakhashshishun). Kata “spesialis” juga tidak terbatas pada spesialis bahasa Arab, akan tetapi bisa berkonotasi pada spesialis di setiap bidang yang digeluti oleh  seseorang.

  • Pembelajaran Bahasa Arab Untuk Tujuan Akademik di Perguruan Tinggi

Meski pelevelan pembelajaran bahasa tidak berbanding lurus dengan jenjang pendidikan tetapi pada kenyataannya level lanjut (marhalah mutaqaddimah) hampir selalu terdapat di jenjang perguruan tinggi, bahkan lebih spesifik lagi di jenjang pasca sarjana. Namun demikian pada strata 1 (S1) bisa jadi sudah banyak mahasiswa yang memiliki kompetensi pada level lanjut ini. Jika diasumsikan setiap mahasiswa Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) mendapat mata kuliah bahasa Arab sebagai mata kuliah wajib, maka peluang pelaksanaan PBATA semakin besar. Sayangnya keragaman input mahasiswa masih menjadi kendala utama pelaksanaan PBATA di PTKI.

Beberapa terobosan model pembelajaran bahasa Arab pernah dilakukan. Misalnya pembentukan Kelas Khusus berbahasa Arab di UIN Jakarta pada tahun 1997 dengan menjadikan Jurusan Bahasa dan Sastra Arab, Perbandingan Madzhab, dan Tafsir Hadits sebagai pilot project. Dalam hal ini, mahasiswa ketiga jurusan tersebut diberikan kuliah dengan pengantar bahasa Arab. Tidak hanya sebagai bahasa pengantar kuliah, semua tugas, presentasi makalah, dan tanya jawab dilakukan dengan menggunakan bahasa Arab tanpa terkecuali.

Semua aktivitas tersebut telah membuat lingkungan bahasa Arab yang sangat baik dan memacu semangat mahasiswa dalam menguasai bidang kajian masing- masing. Sudah tiba saatnya pembelajaran bahasa Arab untuk tujuan akademik (PBATA) mendapat perhatian serius dari semua kalangan dan pegiat bahasa Arab. Hal ini mengingat kebutuhan pembelajaran bahasa Arab yang dirasakan semakin besar dan massif belum dibarengi dengan kreatifitas pengajar dan pengelola program pendidikan dalam melaksanakan pembelajaran bahasa Arab secara efisien. Berbagai model baik UIN Jakarta, UIN Malang dan lembaga-lembaga lain telah memulai upaya untuk memajukan pembelajaran bahasa Arab. Keterlibatan pemerintah juga diharapkan lebih besar terutama dalam pengalokasian dana karena upaya tersebut membutuhkan sarana dan prasarana yang cukup besar, dalam artian tidak bisa dipandang sebelah mata.

Bahasa Arab tujuan khusus akademik terutama di perguruan tinggi yang paling ditekankan adalah nahwu dan sharaf. Kedua aspek ini perlu diprioritaskan sesuai dengan kebutuhan siswa di bidang yang relevan. Namun, ini tidak berarti keterampilan lain seperti keterampilan mendengarkan dan berbicara akan diabaikan pada tahap ini. Jika keterampilan mendengarkan dan berbicara tidak diberi perhatian serius berarti penekanan pada dua keterampilan dalam tingkat sekolah menengah dan pra-universitas menjadi tidak berguna, selain bertentangan dengan teori pembelajaran bahasa itu sendiri secara umum, untuk lebih fokus pada keterampilan membaca dan menulis tetapi meninggalkan keterampilan mendengarkan dan berbicara. Berikut beberapa pendekatan yang efektif untuk dilakukan oleh perguruan tinggi yaitu sebagai berikut:

1. Pendekatan Bimbingan terhadap Kemandirian

Pendekatan ini merupakan proyeksi terhadap metode audio-lingual (listen-speech) dalam pengajaran bahasa. Pendekatan ini menekankan bimbingan kepada siswa di tingkat pengajaran awal menulis dan mengurangi sedikit demi sedikit bimbingan seperti itu sampai siswa atau mahasiswa menguasai tulisan. Oleh karena itu, penulisan pada tahap awal difokuskan pada paragraf pendek, judul yang tidak sulit, dan meningkat sedikit demi sedikit ke suatu puncak bahwa siswa atau mahasiswa dapat menulis sendiri.

2. Pendekatan Penulisan Bebas

Pendekatan ini memiliki keunikan tersendiri. Hal ini didasarkan pada pendekatan pengajaran langsung dalam pengajaran bahasa. Teorinya hampir sama dengan siswa dibiarkan bebas menulis dalam pembelajaran keterampilan menulis. Kesalahan bahasa tidak ditekankan dengan alasan bahwa siswa akan memperbaikinya melalui pengetahuan mereka tentang ilmu nahwu, sharaf dan balagah. Dosen juga tidak membuat koreksi kesalahan mahasiswa meskipun jikalau pekerjaan mereka dikumpulkan oleh dosen. Selain menulis, siswa atau mahasiswa dituntut untuk membaca apa yang ditulisnya di depan teman-teman sebayanya. Diharapkan kesadaran siswa atau mahasiswa yang tinggi untuk membuktikan kemampuannya menulis tanpa melakukan kesalahan ketika diharuskan membaca hasil tulisannya di depan orang lain.

Pendekatan ini mengacu pada teori koreksi sendiri oleh mahasiswa. Dengan menggunakan pendekatan ini, kuantitas tulisan siswa atau mahasiswa akan meningkat dibandingkan dengan pendekatan lain. Berdasarkan pengamatan peneliti, ada juga dosen yang menggunakan pendekatan ini, yang berbeda adalah dosen memeriksa dan memperbaiki kesalahan siswa atau mahasiswa. Tindakan ini menyebabkan siswa atau mahasiswa "lepas tangan" karena mereka menyadari ada pihak-pihak yang akan memperbaiki kesalahannya.

3. Pendekatan Tahapan Proses

Pendekatan ini melihat proses penulisan sebagai elemen yang lebih penting dalam diri seorang siswa/ mahasiswa. Pertanyaan yang sering ditekankan adalah: Bagaimana Saya bisa menulis judul ini, bagaimana saya memulainya, dan bagaimana prosesnya untuk mencapai hasil tulisan yang baik. Tulisannya adalah pembahasan isi topik, membaca materi terkait sambil menganalisis bentuk penulisan artikel, urutan ide, penggunaan mekanisme membaca dan tata bahasa, internasionalisasi yang mencakup pemilihan kata, frasa, ide yang muncul tanpa menekankan keakuratannya dengan topik yang sedang dibahas serta membuat daftar ide atau konten penting.

Dalam pendekatan ini, hasil tulisan siswa atau mahasiswa tidak diperiksa untuk ditentukan salah atau benarnya, dalam konteks ini bukan untuk menemukan kesalahan mahasiswa. Sebuah tulisan ditulis melalui beberapa proses yang dikenal sebagai draf. Dalam proses draf ini, siswa akan menunjukkan hasil tulisannya kepada guru atau dosen dan teman, mendiskusikannya dan menulis ulang. Inilah yang dikatakan pendekatan tahapan proses. Dua elemen penting yang ditekankan oleh guru atau dosen ketika menggunakan pendekatan ini adalah: Pertama, Waktu bagi siswa atau mahasiswa untuk menulis draf esai, Kedua, Umpan balik oleh guru atau dosen dan teman terhadap draf yang ditulis oleh siswa atau mahasiswa. Dengan cara ini, siswa atau mahasiswa mengalami dalam proses penulisannya sebagai proses eksplorasi ide-ide baru serta proses eksplorasi bentuk-bentuk tulisan baru untuk menyalurkan ide-ide mereka. Dapat disimpulkan bahwa pendekatan ini merupakan perpanjangan dari metode pengajaran bahasa itu sendiri. Guru atau dosen yang akrab dengan metode terjemahan nahwu, mungkin cenderung menggunakan Metode Struktur (Pendekatan Struktural), yang menekankan struktur kalimat bahasa Arab. Selain itu, perlu ditunjukkan di sini bahwa guru atau dosen dapat menggunakan kombinasi metode yang telah diusulkan jika mereka berpandangan bahwa pendekatan seperti itu lebih tepat.

Penulis: Ahmad Sirfi Fatoni

ahmad.sirfi.fatoni@unm.ac.id

Dosen Tetap Prodi Pendidikan Bahasa Arab, Fakultas Bahasa dan Sastra, Universitas Negeri Makassar

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun