Mohon tunggu...
Ahmad Shobirin
Ahmad Shobirin Mohon Tunggu... Administrasi - -

Analis Kebijakan di kantor Pemerintah Dosen Ilmu Kesejahteraan Sosial - IISIP Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perlindungan Anak pada Masa Pandemi Covid-19

10 Mei 2020   20:11 Diperbarui: 10 Mei 2020   20:53 668
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh : Ahmad Shobirin, Analis Kebijakan di kantor Pemerintah.

Dosen Ilmu Kesejahteraan Sosial IISIP Jakarta

 

Pengantar

Sudah hampir dua bulan ini Indonesia dan dunia menghadapi persoalan merebaknya wabah Covid 19. Virus baru yang belum ada vaksin maupun obatnya ini menghantui seluruh warga dunia dan merepotkan pemerintah di negara Pandemik dengan berbagai kebijakan dan inisiatif penanganannya. Wabah ini berdampak pada seluruh sektor perekonomian, industri manufaktur macet, jasa pariwisata dan turunannya porak poranda, transportasi stagnan, dan perdagangan juga mengalami pelambatan bahkan cenderung melemah. Hal ini tidak hanya dialami oleh pelaku usaha besar, tapi juga UKM dan UMKM yang biasanya lebih survive menghadapi krisis namun justru pada masa ini juga mengalami kebangkrutan.

Tidak hanya sektor ekonomi, Pandemi ini juga berdampak pada sektor kesejahteraan sosial penduduk miskin dan rentan miskin (vulnerable people). Mulai muncul orang miskin baru yang sebelumnya mereka berada di atas garis kemiskinan (poverty line), namun karena sektor ekonomi yang poranda, mereka tidak berproduksi atau bekerja lagi yang akhirnya berpengaruh pada tidak adanya sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari. 

BPS memproyeksikan jika masa darurat Pandemi bisa selesai akhir Mei 2020, maka tangka pengangguran terbuka mencapai kisaran 4,8% s/d 5 %persen dari total angkatan kerja. Sedangkan jika masa Pandemi tak kunjung teratasi hingga kuartal II tahun 2020 TPT akan melambung lebih dari level 5%.  (sumber)

Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai inisiatif tindakan penanganan dampak Covid 19 berbagai sektor pembangunan melalui refocusing anggaran APBN maupun APBD. Beberapa bentuk bansos dari pemerintah antara lain Program Keluarga Harapan, Program Sembako, Program Subsidi Listrik, Program Kartu Prakerja Bantuan Sembako, dan bantuan sosial tunai.

 Di sektor Kesehatan antara lain melalui pengadaan dan distribusi obat buffer stock, alat/ bahan pengendalian COVID-19, pengadaan APD dan sebagainya. Di sektor ekonomi antara lain kebijakan perbankan, perpajakan, dan stimulus dalam bentuk subsidi sehingga diharapakan masyarakat memiliki daya beli dan mengurangi beban pengeluarannya. Respon karitatif maupun antisipatif yang dilakukan oleh pemerintah tersebut merupakan bentuk nyata dari upaya pemerintah menghadapi Pandemi Covid 19 ini.

Dampak Pandemi Covid 19 terhadap Upaya Perlidungan Anak Indonesia.

Pandemi Covid 19 ini menimpa seluruh lapisan masyarakat, tidak hanya pekerja usia produktif, orang tua, lanjut usia, namun juga anak-anak dan penduduk rentan lainnya, seperti penyandang disabilitas.

Sejak diberlakukanya pembatasan sosial berskala besar (PSBB)  sesuai dengan PP Nomor 21 Tahun 2020 tentang PSBB Dalam Rangka Percepatan Penanganan COVID-19 dan Permenkes Nomor 9 tahun 2020 tentang Pedoman PSBB dalam rangka Percepatan Penanganan COVID-19, telah terjadi banyak implikasi yang muncul sebagai konsekuensi penerapan kebijakan tersebut. Anjuran, yang akhirnya menjadi sebuah kebijakan untuk "bekerja -- belajar - beribadah di rumah" merubah struktur perilaku dan kebiasaan sosial masyarakat, termasuk anak-anak. 

Kebiasaan alamiah (Habitual Nature) anak yang biasa bermain dengan teman-temannya di luar rumah, dan atau berkumpul dengan teman-temannya di sekolah tidak lagi dapat dilakukan oleh mereka. Padahal perilaku atau kebiasaan ini penting bagi anak untuk memaksimalkan tumbuh kembang mereka sebagai mahluk sosial dalam rangka memperkuat karakter kepribadian.  Kebiasaan (habitual) sangat bermanfaat dalam menuntun anak berperilaku sesuai dengan lingkungannya dan bukan sekedar dorongan naluriah saja. Kebiasaan dapat membuat manusia hidup lebih baik daripada naluri.

Seperti kelompok umur lainnya, anak juga memiliki tugas perkembangan yang harus dijalani untuk menjamin tumbuh kembang mereka secara wajar dengan mewujudkan perilaku yang seharusnya ditampilkan. 

Tugas perkembangan anak antara lain mempelajari ketrampilan fisik yang diperlukan untuk permainan-permainan yang umum; membangun sikap yang sehat mengenai diri sendiri sebagai makhluk yang sedang tumbuh, belajar menyesuaikan diri dengan teman-teman seusianya, mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan untuk kehidupan sehari-hari, mengembangkan hati nurani, pengertian moral, dan tata dan tingkatan nilai, mengembangkan sikap terhadap kelompok-kelompok sosial dan lembaga. (Havighurst, oleh Hurlock, 1980)

Tugas perkembangan muncul pada periode tertentu dalam rentang kehidupan manusia (life cycle), yang harus dituntaskan untuk membawa kebahagiaan dan kesuksesan pada diri yang bersangkutan. Menurut Elizabeth B. Hurlock (1991) tugas perkembangan adalah belajar menyesuaikan diri terhadap pola - pola hidup baru, belajar untuk memiliki cita - cita yang tinggi, mencari identitas diri dan pada usia kematangannya mulai belajar memantapkan identitas diri.

Pengaruh PSBB dan kebijakan stay at home dan learning from home dalam waktu lama dan tidak menentu mengakibatkan anak tidak dapat melaksanakan tugas perkembangan dengan wajar, dan dikhawatirkan akan menyebabkan ketidakbahagiaan pada diri individu yang bersangkutan, kegagalan menjalankan peran, serta kegamangan memasuki tahapan kehidupan berikutnya. 

Studi yang dilakukan oleh Puskapa UI tahun 2020 di 10 wilayah terdampak Covid 19, terdapat sebanyak 5.990.612 rumah tangga yang memiliki anak di bawah usia 5 tahundan 901.110 rumah tangga yang anaknya bekerja di sektor informal. Data ini juga dapat menunjukkan angka prediksi jumlah anak yang terganggu dalam melaksanana tugas kehidupannya.

Kebiasaan positif yang dalam jangka waktu lama tidak dikerjakan oleh anak akan mempengaruhi perkembangan anak. Beberapa persoalan yang dialami oleh anak akibat Pandemi Covid 19 ini, terutama dalam masa PSBB antara lain ;

  • Pembatasan sosial dalam bentuk "belajar dari rumah" berpotensi meningkatkan kadar stress anak. Banyaknya pekerjaan rumah yang diberikan guru dan tidak adanya interaksi langsung dalam proses belajar mengajar mengakibatkan turunnya motivasi belajar anak. Di satu sisi kebijakan belajar virtual bagi keluarga yang tidak memiliki atau keterbatasan akses internet juga menjadi permasalahan sendiri yang dapat mengakibatkan menurunnya kualitas peserta didik.Menurut penelitian Puskapa UI (2020) terdapat 40-an juta anak usia sekolah tinggat SD, SLTP, dan SLTA yang tidak memiliki akses internet.
  • Disisi lain, pada anak dalam keluarga yang relative memiliki keleluasaan fasilitas akses internet yang mencukupi, sebagian besar memanfaatkan waktunya untuk berselancar di dunia maya. Ini memerlukan pengawasan yang lebih intensif dari orang tua untuk mengurangi dampak buruh penggunaan internet.
  • Anak cenderung mengalami tekanan mental dan psikologis dikarenakan masa berakhirnya pembatasan tidak dapat diprediksi. Hal ini diperparah dengan banyaknya berita bohong (hoax) di media luring dan daring yang begitu deras mengalir dan dibaca oleh anak yang justru semakin meningkatkan kadar stress pada anak.
  • Orang tua yang terinfeksi Covid 19 dan harus menjalani perawatan atau karantina di rumah sakit atau tempat karantina lainnya mengakibatakan tugas-tugas pengasuhan jadi terabaikan sehingga akan melemahkan kualitas pengasuhan dan pengawasan terhadap anak. Termasuk terhalangnya upaya orang tua dalam memberika ASI ekslusif ke anak mereka.
  • Anak yang tinggal bersama individua atau diasuh oleh anggota keluarga lain yang berstatus orang dengan pengawasan (ODP) covid 19 rentan tertular.
  • Kondisi ekonomi nasional yang menurun akibat Pandemi, PHK, penutupan tempat usaha, atau ketiadaan modal untuk kelangsungan usaha orang tua berpengaruh pada pemenuhan kebutuhan dasar sehari-hari bagi anak. Studi Puskapa UI tahun 2020 di 10 wilayah terdampak Covid 19, terdapat hampir 6 juta rumah tangga yang memiliki anak di bawah usia 5 tahun, dan rentan terganggunya upaya pemenuhan kebutuhan dasar anak mereka.
  • Stigmatisasi sosial dan diskriminasi terhadap anak yang disebabkan adanya keluarga atau lingkungan terdekatnya yang terkena  covid 19. Selain itu anak dari orang tua atau keluarga yang bekerja merawat pasien Covid 19 ini juga rentan dikucilkan oleh lingkungannya karena dikuatirkan akan berpotensi penyebar virus(carrier).

 

Pemetaan Resiko dalam Upaya Perlindungan Anak di masa Pandemi Covid 19

Berbagai permasalan yang muncul dan dialami anak baik secara langsung maupun tidak langsung pada masa Pandemi Covid 19 ini perlu dilakukan langkah strategis dan kolaboratif antar aktor. Dari permasalahan tersebut diatas, perlu dilakukan identifikasi kebutuhan untuk memastikan tumbuh kembang dan pemenuhan hak anak dapat terwujud.

Salah satu hal yang paling penting dan krusial dalam merespon pelaksanaan perlindungan anak tersebut adalah dengan tersedianya data yang valid dan reliabel untuk memastikan intervensi perlindungan berjalan optimal. Hingga pertegahan April 2020, alokasi dan mekanisme distribusi program perlindungan sosial masih belum berjalan lancar dan belum mencakup semua kelompok rentan. Penyaluran program perlindungan sosial masih terkendala keakuratan data dan kelompok sasaran (Tim Forbil Institut dan IGPA UGM), 2020).

Untuk memetakan dan memastikan perlindungan anak berjalan baik, baik perlu dilakukan pemetaan resiko (risk map) yang diikuti langkah instumentatif implementasinya. Risk Map adalah suatu skema untuk memetakan pola resiko yang mungkin didapati suatu kegiatan/kejadian.

Risk maping adalah daftar resiko yang relevan, di mana setiap risiko ditempatkan dalam ruang dua dimensi, yaitu : dampak dan kemungkinan terjadinya (probability of occurrence). (Lorenzo Preve, dalam Risk and Uncertainty Management, 2013). Dengan begitu pemetaan resiko akan menghadirkan data dan informasi yang relevan sehingga akan mempermudah pihak-pihak dna pengambil kebijakan untuk menetapkan prioritas Tindakan yang perlu dilakukan. http://lorenzopreve.com/risk-mapping/

Direplikasi dari Pengasuhan dan Perlindungan Anak dalam Penanganan Epidemi Virus Ebola di Afrika Barat tahun 2017, UNICEF memetakan peta resiko untuk melindungi dan menjamin upaya perlindungan anak dengan memetakan resiko dan Langkah yang perlu dilakukan, sebagai berikut :

Resiko pertama : Pandemik Covid 19 mengakibatkan memburuknya pola pengasuhan orang tua yang dirawat dan dikarantina karena terpapar virus. Langkah yang perlu dilakukan : 1) meningkatkan dukungan keluarga besar (extended family) untuk mengambil peran kepengasuhan sementara kepada anak ; 2) mengembangkan mekanisme dukungan oleh masyarakat sekitar; 3) memastikan kesejahteraan anak melalui institusi pengasuhan sebagai kelembagaan penngganti atau substitusi perlindungan anak.

Resiko Kedua : Situasi Pandemik Covid 19 berdampak pada kondisi psikososial dan Kesehatan mental anak. Langkah yang perlu dilakukan : 1) menjamin tersedianya informasi yang jelas dan sederhana mengenai data anak terdampak ; 2) meningkatkan dukungan pelayanan psikososial 3) memastikan ketersediaan kebutuhan sehari-hari anak ; 4) mendukung interaksi formal dan formal yang positif antar anggota keluarga.

Resiko ketiga : Pelayanan-pelayanan untuk anak mengalami penurunan kualitas dan sulit untuk diakses. Langkah yang perlu dilakukan: 1) memastikan akses pelayanan pendidikan dan kesehatan baik melalui pelayanan yang telah ada maupun layanan alternative; 2) meningkatkan perilaku sehat dan menyediakan akses air bersih, sanitasi, dan alat kebersihan diri lainnya; 3) memperbaiki layanaan administrasi untuk memenuhi hak sipil anak

Resiko keempat : Munculnya stigmatisasi terhadap anak. Langkah yang perlu dilakukan : 1) meningkatkan diseminasi dan kesadaran yang luas untuk pencegahan terjadinya stigmatisasi ; 2) meningkatkan peran tokoh-tokoh masyarakat dan agama untuk mengedukasi masyarakat mengenai fakta2 sesungguhnya dari Covid 19.

Rekomendasi Perlindungan Anak di masa Pandemi Covid 19

Pandemi yang belum diketahui kapan berakhirnya ini telah memporak-porandakan kehidupan masyarakat Indonesia tidak hanya dari sisi ekonomi tapi juga sosial budaya, bahkan keamanan dalam negeri. Dampaknya juga dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat, terutama penduduk miskin, anak-anak dan penduduk rentan.

Oleh karena itu diperlukan kebijakan perlidnungan anak yang wajib mensyaratkan koordinasi pentahelix lintas aktor, yaitu pemerintah, pemda, masyarakat, dunia usaha, akademisi, organisasi kemasyarakatan, dan volunter. Koordinasi ini bergerak sesuai dengan kewenangan, kompetensi, dan sumber daya yang dimiliki, dan dengan memperhatikan atau memberi tempat dan kesempatan munculnya inisiatif masyarakat lokal dengan menggalang solidaritas sosial.

Sambil terus memastikan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dengan protocol kesehatan yang ketat diterapkan secara disiplin, maka untuk memulai upaya perlindungan anak pada masa Pandemi Covid 19 ini perlu dilakukan Langkah-langkah sebagai berikut : 

  • Pada tahap awal adalah memastikan terlaksananya identifikasi populasi anak terdampak, dengan kriteria yang ketat untuk memberikan prioritas intervensi dan atau layanan.
  • Maping layanan eksisting oleh instansi pemerintah dan pemda serta lembaga kesejahteraan sosial dengan standar pelayanan yang memadai, termasuk layanan kesehatan jiwa dan psikososial.
  • Identifikasi sumber daya pemberi layanan atau tenaga kerja kesejahteraan sosial seperti  pekerja sosial, psikolog,  tenaga kerja sosial, dokter, dan tenaga medis lainnya.
  • Membangun sistem dan memperkuat pola pengasuhan pengganti untuk anak dengan orang tua atau keluarga terpapar virus Covid-19.
  • Terobosan kebijakan untuk mendukung kebijakan belajar online di rumah, yaitu akses internet yang memadai, sambil mengembangkan metoda pembelajaran yang tidak mengurangi mutu pendidikan itu sendiri
  • Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) yang efektif, responsive dan mutakhir sesuai dengan situasi pandemi dalam rangka mengurangi stigma dan diskriminasi dan meningkatkan kesadaran semua pihak untuk mengedepankan isu perlindungan anak dalam menanggulangi dampak Covid 19 ini.

Daftar Bacaan :

  • Kajian Awal Tata Kelola Penangaan Covid-19 di Indonesia, oleh Fisip Universitas Gajah Mada, tahun 2020
  • Materi Presentasi Dampak Dan Rekomendasi Penanganan Covid 19
    Untuk Perlindungan Anak oleh Unicef, tahun 2020
  • Materi Presentasi Koordinasi Penyelenggaraan Perlindungan Anak Dalam Penanganan Covid-19", oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak RI, tahun 2020
  • Policy Brief Berkejaran dengan Waktu : Mengatasi dan Mencegah Dampak Covid 19 pada Anak dan individu Rentan", oleh Pusat Kajian dan Advokasi Perlindungan dan Kualitas Hidup Anak (PUSKAPA) Universitas Indonesia, tahun 2020
  • Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, oleh Elizabeth Hurlock, tahun 1991
  • http://lorenzopreve.com/risk-mapping/
  • https://ekonomi.bisnis.com/read/20200505/12/1236810/pengangguran-akibat-covid-19-sulit-direm-ini-konsekuensinya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun