Mohon tunggu...
Ahmad Shobirin
Ahmad Shobirin Mohon Tunggu... Administrasi - -

Analis Kebijakan di kantor Pemerintah Dosen Ilmu Kesejahteraan Sosial - IISIP Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perlindungan Anak pada Masa Pandemi Covid-19

10 Mei 2020   20:11 Diperbarui: 10 Mei 2020   20:53 668
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tugas perkembangan anak antara lain mempelajari ketrampilan fisik yang diperlukan untuk permainan-permainan yang umum; membangun sikap yang sehat mengenai diri sendiri sebagai makhluk yang sedang tumbuh, belajar menyesuaikan diri dengan teman-teman seusianya, mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan untuk kehidupan sehari-hari, mengembangkan hati nurani, pengertian moral, dan tata dan tingkatan nilai, mengembangkan sikap terhadap kelompok-kelompok sosial dan lembaga. (Havighurst, oleh Hurlock, 1980)

Tugas perkembangan muncul pada periode tertentu dalam rentang kehidupan manusia (life cycle), yang harus dituntaskan untuk membawa kebahagiaan dan kesuksesan pada diri yang bersangkutan. Menurut Elizabeth B. Hurlock (1991) tugas perkembangan adalah belajar menyesuaikan diri terhadap pola - pola hidup baru, belajar untuk memiliki cita - cita yang tinggi, mencari identitas diri dan pada usia kematangannya mulai belajar memantapkan identitas diri.

Pengaruh PSBB dan kebijakan stay at home dan learning from home dalam waktu lama dan tidak menentu mengakibatkan anak tidak dapat melaksanakan tugas perkembangan dengan wajar, dan dikhawatirkan akan menyebabkan ketidakbahagiaan pada diri individu yang bersangkutan, kegagalan menjalankan peran, serta kegamangan memasuki tahapan kehidupan berikutnya. 

Studi yang dilakukan oleh Puskapa UI tahun 2020 di 10 wilayah terdampak Covid 19, terdapat sebanyak 5.990.612 rumah tangga yang memiliki anak di bawah usia 5 tahundan 901.110 rumah tangga yang anaknya bekerja di sektor informal. Data ini juga dapat menunjukkan angka prediksi jumlah anak yang terganggu dalam melaksanana tugas kehidupannya.

Kebiasaan positif yang dalam jangka waktu lama tidak dikerjakan oleh anak akan mempengaruhi perkembangan anak. Beberapa persoalan yang dialami oleh anak akibat Pandemi Covid 19 ini, terutama dalam masa PSBB antara lain ;

  • Pembatasan sosial dalam bentuk "belajar dari rumah" berpotensi meningkatkan kadar stress anak. Banyaknya pekerjaan rumah yang diberikan guru dan tidak adanya interaksi langsung dalam proses belajar mengajar mengakibatkan turunnya motivasi belajar anak. Di satu sisi kebijakan belajar virtual bagi keluarga yang tidak memiliki atau keterbatasan akses internet juga menjadi permasalahan sendiri yang dapat mengakibatkan menurunnya kualitas peserta didik.Menurut penelitian Puskapa UI (2020) terdapat 40-an juta anak usia sekolah tinggat SD, SLTP, dan SLTA yang tidak memiliki akses internet.
  • Disisi lain, pada anak dalam keluarga yang relative memiliki keleluasaan fasilitas akses internet yang mencukupi, sebagian besar memanfaatkan waktunya untuk berselancar di dunia maya. Ini memerlukan pengawasan yang lebih intensif dari orang tua untuk mengurangi dampak buruh penggunaan internet.
  • Anak cenderung mengalami tekanan mental dan psikologis dikarenakan masa berakhirnya pembatasan tidak dapat diprediksi. Hal ini diperparah dengan banyaknya berita bohong (hoax) di media luring dan daring yang begitu deras mengalir dan dibaca oleh anak yang justru semakin meningkatkan kadar stress pada anak.
  • Orang tua yang terinfeksi Covid 19 dan harus menjalani perawatan atau karantina di rumah sakit atau tempat karantina lainnya mengakibatakan tugas-tugas pengasuhan jadi terabaikan sehingga akan melemahkan kualitas pengasuhan dan pengawasan terhadap anak. Termasuk terhalangnya upaya orang tua dalam memberika ASI ekslusif ke anak mereka.
  • Anak yang tinggal bersama individua atau diasuh oleh anggota keluarga lain yang berstatus orang dengan pengawasan (ODP) covid 19 rentan tertular.
  • Kondisi ekonomi nasional yang menurun akibat Pandemi, PHK, penutupan tempat usaha, atau ketiadaan modal untuk kelangsungan usaha orang tua berpengaruh pada pemenuhan kebutuhan dasar sehari-hari bagi anak. Studi Puskapa UI tahun 2020 di 10 wilayah terdampak Covid 19, terdapat hampir 6 juta rumah tangga yang memiliki anak di bawah usia 5 tahun, dan rentan terganggunya upaya pemenuhan kebutuhan dasar anak mereka.
  • Stigmatisasi sosial dan diskriminasi terhadap anak yang disebabkan adanya keluarga atau lingkungan terdekatnya yang terkena  covid 19. Selain itu anak dari orang tua atau keluarga yang bekerja merawat pasien Covid 19 ini juga rentan dikucilkan oleh lingkungannya karena dikuatirkan akan berpotensi penyebar virus(carrier).

 

Pemetaan Resiko dalam Upaya Perlindungan Anak di masa Pandemi Covid 19

Berbagai permasalan yang muncul dan dialami anak baik secara langsung maupun tidak langsung pada masa Pandemi Covid 19 ini perlu dilakukan langkah strategis dan kolaboratif antar aktor. Dari permasalahan tersebut diatas, perlu dilakukan identifikasi kebutuhan untuk memastikan tumbuh kembang dan pemenuhan hak anak dapat terwujud.

Salah satu hal yang paling penting dan krusial dalam merespon pelaksanaan perlindungan anak tersebut adalah dengan tersedianya data yang valid dan reliabel untuk memastikan intervensi perlindungan berjalan optimal. Hingga pertegahan April 2020, alokasi dan mekanisme distribusi program perlindungan sosial masih belum berjalan lancar dan belum mencakup semua kelompok rentan. Penyaluran program perlindungan sosial masih terkendala keakuratan data dan kelompok sasaran (Tim Forbil Institut dan IGPA UGM), 2020).

Untuk memetakan dan memastikan perlindungan anak berjalan baik, baik perlu dilakukan pemetaan resiko (risk map) yang diikuti langkah instumentatif implementasinya. Risk Map adalah suatu skema untuk memetakan pola resiko yang mungkin didapati suatu kegiatan/kejadian.

Risk maping adalah daftar resiko yang relevan, di mana setiap risiko ditempatkan dalam ruang dua dimensi, yaitu : dampak dan kemungkinan terjadinya (probability of occurrence). (Lorenzo Preve, dalam Risk and Uncertainty Management, 2013). Dengan begitu pemetaan resiko akan menghadirkan data dan informasi yang relevan sehingga akan mempermudah pihak-pihak dna pengambil kebijakan untuk menetapkan prioritas Tindakan yang perlu dilakukan. http://lorenzopreve.com/risk-mapping/

Direplikasi dari Pengasuhan dan Perlindungan Anak dalam Penanganan Epidemi Virus Ebola di Afrika Barat tahun 2017, UNICEF memetakan peta resiko untuk melindungi dan menjamin upaya perlindungan anak dengan memetakan resiko dan Langkah yang perlu dilakukan, sebagai berikut :

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun