Selama sopir berjuang agar segera sampai di Stasiun Lempuyangan, saya dan rekan-rekan juga berdiskusi kecil-kecilan. Nanti setelah sampai di stasiun begitu mobil berhenti kita langsung berhamburan turun. Satu orang langsung berlari ke petugas dan yang lain menyambar barang-barang bawaan menuju kereta api. Keadaan semakin mepet waktu kereta api berjalan juga sudah tinggal hitungan beberapa menit lagi bila melihat jadwal keberangkatan di tiket. Saya dan rekan-rekan semakin panik. Akhirnya kurang dari tiga tiga menit saya tiba di stasiun. Begitu tiba pintu mobil langsung saya buka, dan langsung berlari menuju ruang tunggu. Tanpa basa-basi rekan yang membawa tiket dalam bentuk digital langsung menghampiri petugas dan setelah dicek secara marathon langsung diperbolehkan naik kereta api. Saya tanpa menunggu lagi langsung berlari secepat mungkin sambil membawa empat tas. Benar saja baru saja naik dan belum sempat duduk kereta sudah berjalan. Dalam hati saya mengucapkan syukur Alhamdulillah karena bisa sampai stasiun dan naik kereta api tepat waktu.
Saya dan rekan-rekan akhirnya merasa senang sekali. Setelah bersusah payah berjuang untuk sampai stasiun dan akhirnya bisa berangkat dengan kereta api yang dipesan. Kebahagiaan saya dan rekan-rekan tidak bertahan lama. Sebelum saya dan teman-teman duduk, saya dan teman-teman belum lengkap. Sementara kereta secara perlahan-lahan bergerak untuk berangkat. Saat itu satu orang rekan saya belum terlihat. Setelah dicari ternyata dia masih di luar. Saya dan rekan-rekan memanggil beliau tetapi beliau tidak mendengar. Akhirnya ditelpon oleh salah seorang rekan. Beliau menjawab dengan jawaban yang sungguh membuat saya dan rekan-rekan merasa bersalah sekali. "Selamat menikmati" itulah jawabannya. Kebetulan di dekatku ada petugas kereta api, saya pun meminta bantuan agar kereta berhenti dan memanggil rekan saya yang belum naik. Namun jawaban dari petugas itu membuat saya bersedih. Kereta sudah jalan, tidak bisa berhenti lagi. Ya Allah, saat itu kebahagiaan yang sudah dirasakan baru saja menjadi sebuah kesedihan yang amat memilukan. Dalam hati lebih baik gagal semua berangkat daripada ada yang harus tertinggal.
Setelah kereta agak jauh meninggalkan stasiun, saya dan rekan-rekan baru sadar bahwa yang tertinggal bukan satu orang, tetapi dua orang. Sungguh cita-cita naik kereta api dengan penuh suka cita menjadi duka lara. Semua rekan saat itu hanya terdiam seribu bahasa. Saya mencoba menghubungi mereka berdua lewat WAG dan yang lain kontak langsung. Namun mereka berdua tidak mau lagi merespon. Berkali-kali mencoba menghubungi tetap saja tidak diangkat maupun mebalas WA. Hingga akhir salah seorang rekan saya memberi tahu bahwa mereka berdua keluar dari WAG. Lengkap sudah rasa sedih dan bersalah malam itu. Apa yang akan saya katakan setelah bertemu nanti.
Setelah beberapa lama dalam kebisuan dan rasa penyesalan, saya memberikan ide kepada rekan-rekan. Ide saya adalah mengganti uang pembelian tiket mereka untuk yang kedua kali secara urunan. Rekan-rekan sepakat dengan ide itu. Akhirnya lewat WA pribadi saya sampaikan kepada dua rekan yang teringgal. Namun, tetap saja mereka tidak satupun yang mau menjawab. Saya dan rekan-rekan hanya mampu berdoa dan pasrah saja dengan keadaan. Yang menjadi pemikiran saya saat itu adalah jangan sampai telat sampai Bandara Juanda. Kalau sampai telat maka tiket pesawat mereka juga akan hangus.
Dibalik kesedihan itu, salah seorang rekan dalam kereta tersadar bahwa satu buah tas yang berisi oleh-oleh tertinggal di mobil karena tergesa-gesa turun. Setalah mengetahui tasnya ketinggalan semakin membuat keadaan menjadi sangat menyedihkan. Sudah susah-susah membeli hadiah untuk orang tercinta di rumah, malah tertinggal di mobil. Namun, masih ada harapan barang yang tertinggal itu akan dibawakan oleh rekan yang tertinggal kereta api. Tapi, akankah mau dibawakan setalah mereka berdua merasa kecewa karena ditinggal?
Saya akhirnya diam saja, sesekali waktu bertegur sapa dengan rekan yang lain. Jika ketemu besok apa yang akan dikatakan kepada mereka. Sungguh perjalanan dengan kereta api yang sebelumnya akan dijadikan momen bersejarah dengan penuh riang gembira menjadi pupus sudah. Selama di perjalanan tidak ada tawa dan kebahagiaan. Perjalanan itu adalah perjalanan yang dibalut dengan rasa sedih, kecewa, berbaur rasa khawatir akan nasib jalinan persahabatan.
Setalah berjam-jam dalam perjalanan, akhirnya waktu dini hari entah pukul berapa kereta api sampai di Stasiun Gubeng Surabaya. Saya dan rekan-rekan segera turun bersama para penumpang yang lain. Setelah semua turun, kereta api melanjutkan perjalanan menuju stasiun berikutnya di Jawa Timur. Saya dan rekan-rekan segera menuju ruang singgah yang ada di stasiun sambil memesan mobil grab untuk segera ke tempat penginapan terdekat sebelum menuju ke bandara besok paginya.
Setelah beberapa lama, mobil grab yang dipesanpun tiba. Dia menanyakan berapa orang jumlah kami. Setalah menjawab enam orang, diapun mau membawa kami ke tujuan selanjutnya. Saya dan rekan-rekan masuk ke mobil. Sang sopir terkejut sekali dengan barang bawaan yang ada. Seharusnya kalau seperti itu harus pakai dua mobil katanya. Setelah dipaksakan akhirnya semua rekan dan barang bawaan bisa masuk walaupun terasa sesak. Sang sopir selanjutnya bertanya mau dibawa ke mana? Jawab saya kalau bisa tempat penginapan yang dekat dengan bandara, Pak. Sang sopir pun berkata lagi "Mengapa ke penginapan? Kan susah lagi mencari mobil besok ke bandara. Sekarang langsung saja ke bandara." Saya pun bertanya lagi, apakah jam seginian masih buka bandara? Beliau menjawab "Nanti saya antar ke masjid bandara. Di sana banyak orang yang menginap untuk menunggu penerbangan besok pagi." Setelah mendengar penjelasan sang sopir saya dan rekan-rekan menjadi agak tenang karena bisa langsung ke bandara. Saya dan rekan tidak perlu lagi membayar uang penginapan dan jasa transportasi.
Setelah menyetujui penawaran sang sopir, sopir pun berangkat menuju bandara. Selama perjalanan saya dan rekan-rekan tidak banyak bicara. Selain bersedih dengan rekan yang tertinggal, rasa letih dan ngantuk juga membuat saya menjadi lebih baik diam saja sambil sesekali melihat ke luar sana. setelah beberapa lama dalam perjalanan, mobil pun tiba di Bandara Juanda. Mobil segera masuk dan langsung menuju masjid bandara. Setalah sampai masjid saya segera turun dan membayar biaya jasa angkutan. Bersambung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H