Mohon tunggu...
Ahmad Sahudin
Ahmad Sahudin Mohon Tunggu... Guru - Kepala SDN 2 Sekotong Timur
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Saya adalah seorang guru yang suka mengekspresikan diri dengan foto-foto dan jalan-jalan menikmati keindahan alam.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Kisah Perjalananku dari Kota Malang-Sleman-Yogyakarta-Sambungan

30 Juni 2022   13:00 Diperbarui: 30 Juni 2022   13:06 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wisata. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

......................................................................................................

Setelah beberapa jam dalam perjalanan, akhirnya saya dan rombongan memasuki kota Sleman. Salah seorang CGP yang berasal dari Sleman memberikan informasi bahwa tempat kelahirannya sudah dekat tinggal beberapa menit lagi. Saya merasa senang sekali, karena sejak menjelang sore hingga mau tengah malam berada di dalam mobil. Tentu badan terasa letih sekali.

Setelah berbelok arah dari jalan raya menuju jalan biasa menandakan bahwa saya dan rombongan sudah sangat dekat dengan rumah yang dituju. 

Betul saja, setelah lebih kurang 2 km meninggalkan jalan raya, saya dan rombongan sampai di tempat tujuan. Semua rekan segera turun dari kendaraan. Barang bawaan masing-masing turut diturunkan tanpa satupun yang tertinggal.

Ucapan salam dari teman saya Suhirno, S.Pd terdengar khas ditelingaku. Sang keluarganya pun menyahut dengan "Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh". Suhirno segera mempersilakan saya dan rekan-rekan masuk. 

Tanpa basi-basi beliau segera bersalaman dengan seisi rumah. Tidak lupa beliau memeluk dan mencium sang Ibundanya yang sudah tua namun sehat walafiat. 

Saya merasa terharu melihat pemandangan bagaimana sang anak bertemu dengan ibu kandungnya setelah sekian lama berpisah. Saya dan rekan-rekan yang lain juga turut berjabat tangan dengan semua keluarganya yang masih terjaga saat itu.

Setelah saya dan rekan-rekan duduk di tempat yang sudah disediakan, secara bergiliran ke kamar mandi untuk sekedar membasuh muka atau membuang air kecil. Dan ada juga di antara kami langsung mandi agar badan menjadi segar kembali. 

Di saat saya duduk bercakap-cakap dengan rekan yang lain, keluarga guru Suhirno mengeluarkan aneka gorengan dan delapan gelas kopi hangat. Saya sangat senang sekali dan mengucapkan terima kasih kepada tuan rumah. 

Satu hal yang membuat saya dan teman-teman terkejut adalah hidangan kopi. Saya heran sekali, kopi yang disuguhkan menggunakan gelas yang besar dan tinggi. 

Gelas yang biasa digunakan penjual es kelapa muda di Lombok. Gelas yang begitu besar dan tinggi terisi penuh dengan kopi. Saya pun sempat mengeluarkan canda dan gurauan kepada guru Suhirno. "Pak Guru, ini kita ngopi atau kita minum es?" Sahut beliau "Kalau ngopi di sini, ya seperti inilah! Ini harus habis lho! Wadduh dalam pikirku, kalau ngopi sebanyak ini dan  beberapa kali sehari bisa-bisa tensi darah ini berlipat-lipat naiknya.

Setalah selesai ngopi dan makan gorengan, saya dan rekan-rekan masih saja bersenda gurau sambil menceritakan pengalaman yang belum sempat diceritakan selama di perjalanan dari Lombok-Surabaya dan kelucuan-kelucuan yang terjadi selama mengikuti pelatihan di Kota Malang. 

Salah satu cerita yang menarik adalah seorang rekan yang jauh-jauh ke Kota Malang pergi ke Alfamart beli tusuk gigi. Selain itu cerita dari saya yang jauh-jauh ke Kota Batu bukannya membeli nasi yang khas di sana, malah hanya membeli nasi goreng yang sudah biasa dimakan di Lombok. Dan banyak lagi kisah-kisah lainnya. Seakan malam itu saya dan rekan-rekan tidak lelah padahal sudah melakukan perjalanan yang sangat jauh.

Akhirnya karena sudah tengah malam, lampu ruangan pun dimatikan dan saatnya untuk tidur malam. Selama tidur malam, ada saja teman yang jahil. Suara dengkuran rekan menjadi bahannya. Saya tidak ketinggalan, secara diam-diam saya merekam suara dengkuran teman saya yang bernama Arif. Sungguh malam itu terasa singkat sekali. 

Dengan jelas khas daerah  sana, terdengar suara adzan di masjid. Saya dan rekan-rekan bergegas bangun dan segera pergi ke masjid. Maklum saja masjid sangat dekat dengan rumah tempat saya menginap. Jaraknya hanya sekitar 10 meteran atau hanya dibatasi oleh halaman rumah saja. Saya dan rekan-rekan melaksanakan sholat subuh secara berjamaah.

Selesai sholat subuh, saya dan rekan-rekan segera mandi pagi secara bergiliran. Selesai mandi tuan rumah mengeluarkan kopi seperti biasa dengan gelas besar dan tinggi dibarengi gorengan. 

Setelah beberapa lama, sarapan pagipun disajikan. Sungguh luar biasa menunya saat itu. Selain gudeg sebagai makanan khas Yogyakarta, tersedia juga lauk ayam kampung dan lainnya. 

Saya dan rekan-rekan segera sarapan dengan lahapnya tanpa rasa malu. Maklum saja sang guru Suhirno yang akrab dipanggil Suhu yang punya rumah sudah saya anggap seperti teman akrab sehingga rasa canggung dan malu tidak ada sama sekali. 

Selesai sarapan pagi, saya dan rekan-rekan bersiap-siap untuk melakukan tour wisata menuju Pasar Malioboro dan Candi Borobudur. Namun sebelum pergi ke dua tempat itu, saya dan rekan-rekan harus beli tiket kereta api jurusan Yogyakarta-Surabaya untuk perjalanan pulang pada Minggu malam.

Untuk melakukan tour wisata pada hari itu, keluarga guru Suhirno yang banyak tahu tentang kondisi kampung halamannya sudah mencarikan jasa travel. Pada kesempatan itu, ada dua mobil travel yang dipesan dengan isi maksimal empat orang pun tiba. 

Saya dan rekan-rekan segera mempersiapkan diri untuk segera naik mobil. Semua barang bawaan saya rapikan di tempat penginapan. Kemudian handpone dan tas kecil yang biasa dibawa dalam perjalanan segera saya bawa.

Setelah dianggap siap, saya dan rekan-rekan segera berangkat dengan mobil travel yang dipesan. Masing-masing mobil diisi empat orang. Suasana dalam mobil tidak sesak sehingga selama perjalanan saya bisa menikmati perjalanan dengan nyaman. Mobil mulai berjalan keluar dari tempat penginapan dan beberapa saat kemudian tiba di jalan raya. 

Saya memperhatikan bahwa tempat tinggal guru Suhirno di Sleman dalam kota. Selama di jalan raya yang cukup dekat dengan rumah guru Suhirno, saya melihat ruko dan bangunan lain dengan ukuran besar-besar dan terdapat juga hotel dan sejenisnya.

Kurang dari satu jaman, saya dan rekan-rekan sampai di Stasiun Kereta Api Lempuyangan. Setelah masuk di stasiun, rekan saya Lalu Linggar Satriawan segera menuju ke loket pembelian tiket. 

Setelah banyak bertanya, dia akhirnya disarankan membeli tiket secara online. Akhirnya waktu itu tiket perjalanan dari Yogyakarta menuju Surabaya dibeli secara online. 

Sambil melanjutkan perjalanan menuju Malioboro, salah seorang teman segera memesan tiket secara online. Adapun pembayarannya ditalangi oleh guru Ahmad Rudi Afandi.

Hampir satu jaman di atas kendaraan, saya dan rombongan tiba di pusat perbelajaan Malioboro. Saya dan rekan-rekan segera turun dari kendaraan untuk membeli oleh-oleh khas Yogyakarta. Sungguh suasana saat itu seakan tidak terjadi pandemic Covid-19. 

Di pusat perbelanjaan Malioboro pengunjung dari berbagai daerah tumpah ruah. Penggunaan masker dan jarak seakan diabaikan pengunjung. Namun demikian sebagai orang yang sedang dalam perjalanan jauh, saya selalu taat prokes.

Selama di Malioboro, saya dan rekan-rekan berpisah satu sama lainnya dan terkadang bertemu kembali. Jaman sekarang ini, berpisah di tempat yang masih asing tidaklah membuat saya khawatir selama bisa berkomunikasi lewat handpone. Pada kesempatan itu WAG menjadi andalan dalam berkomunikasi.

Selama berkeliling di Malioboro, saya menyempatkan diri untuk membeli beberapa potong pakaian. Pakaian yang saya beli mulai dari baju batik, mukena, daster, pakaian anak, dan tentunya kue khas Yogyakarta yaitu Yangko. 

Secara kebetulan saat berbelanja di tengah-tengah stand penjualan pakaian, saya menemukan blankon khas Yogya. Tanpa malu-malu saya mengambil blankon itu dan memasangnya di kepala. Setelah terpasang dengan rapi, saya segera berselfi sebagai kenang-kenangan dkemudian hari.

Setalah waktu menunjukkan pukul sepuluh lebih, kegiatan berbelanja pun diakhiri. Saya dan rombongan segera meluncur ke pusat oleh-oleh yang menyediakan kue khas Yogyakarta. 

Di sana saya dan rekan-rekan membeli kue Pathok dan kue lainnya. Setelah selesai berbelanja perjalanan dilanjutkan ke Magelang di mana Candi Borobudur berdiri. Candi Borobudur adalah tujuan akhir saya selama berada di Yogyakarta karena setelah itu harus pulang kampung.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun