Ini perjalanan perdana. Berangkat 15 Agustus dan kembali 1 September 2024. Kali pertama naik pesawat terbang. Langsung ke luar negeri. Dari Jakarta (Indonesia) ke Doha (Qatar) berlanjut ke Republik Islam Iran meliputi kota Teheran, kota Qum, dan kota Mashad. Berlanjut ke Republik Iraq meliputi Najaf, Karbala, Kazimain dan Samarra. Kota-kota di Iran dan Irak ini menjadi destinasi perjalanan lima belas hari.
Suasana kota tersebut menyimpan aneka peristiwa historis sejak pascawafat Rasulullah saw sampai sekarang. Jejak historis keluarga Rasulullah Saw. Aneka peristiwa dialami Ahlulbait Rasulullah Saw. Bahagia hingga derita. Perjalanan hingga wafat sebagai syahid. Bumi membekap mereka. Meski jasad tiada, tetapi catatan sejarah dan kisah teladannya menjadi rujukan umat Islam sekarang. Dari mereka, umat Islam mengambil uswah. Rasa terima kasih layak ditujukan pada mereka. Dengan menziarahinya, setidaknya dapat sedikit terwakili. Tentu doa dan tafakur layak dilakukan. Dari mereka seharusnya dapat inspirasi untuk kehidupan yang lebih baik secara ukhrawi.
Lain dari itu, lika liku dan interaksi dengan warga Muslim lainnya di kota tersebut menjadi serba serbi perjalanan. Satu di antaranya tentang makanan dan interaksi. Makanan Timur Tengah sangat khas asam, kecut dan rasanya tidak karuan untuk lidah orang Sunda (Indonesia). Soal rasa sebenarnya subjektif. Kalau yang cepat adaptasi mungkin tak akan berakibat buruk untuk perut. Kalau seperti saya meski perlu penyesuaian secara bertahap. Strategi untuk bisa makan makanan khas Timur Tengah yakni dicocol dengan sambil saset yang dibawa dari Indonesia. Minuman pun dominan yang bersoda dan rasa masam. Buah-buahan menjadi primadona. Sampai berebut kala dibagikan gratis di jalan menuju Karbala. Jeruk, apel, kurma muda, mentimun, plum, anggur, dan minuman dingin saffron. Itu semua dapat dinikmati secara gratis di sepanjang jalan. Kapan? Saat momentum peringatan arbain (20 Shafar). Di luar hari itu, harus rajin keliling untuk dapat gratisan dan sedikit mengeluarkan uang dari saku.
Sedikit cerita tentang insteraksi dengan sesama pejalan kaki menuju Karbala. Ada yang menganggap saya orang Cina, Rusia, Filifina, dan Jepang. "No, i am from Indonesia. Ana min Andunisi."  Setelah mengatakan begitu, baru mereka manggut sambil tersenyum. Ada pemuda Iran menyapa saat berjalan di Karbala. "Are you from Andunisi?" Saya anggukan. Ia bilang: "i love Andunisi." Saya balas dengan ucapan: "Thank you." Sambil tersenyum kepada saya, ia memberikan jus jeruk kemasan. Saya terima sambil mengucapkan terima kasih. Ketika di tempat istirahat, ada orang dari Bashrah mengajak ngobrol dengan  bahasa Arab. Saya jawab sebisanya. Karena sedikit tidak nyambung (faktor aksen bunyi) maka saya anjurkan untuk pakai tulisan di telepon genggamnya. Akhirnya ngobrol menggunakan tulisan pada telepon genggam tersebut.
Masih di perjalanan menuju Karbala, ada suami istri dari Iran mengajak ngobrol pakai bahasa Inggris. Sampai tanya: kenapa istri Anda tidak diajak? Saya katakan tidak cukup dana. Lalu kedua orang Iran itu berdoa agar kelak dapat ziarah bersama keluarga. Saya sambut dengan shalawat. Mereka tanya tentang Islam di Indonesia dan kehidupan masyarakat Indonesia.
Sekarang tentang masyarakat Iran. Sepintas seperti warga Indonesia dari keramahan dan sikap. Saat berpapasan kemudian kita senyum dan salam maka dengan segera mereka senyum balik dan membalas salam. Di Bandara, polisi yang menjaga selalu senyum dan menyilahkan kami dengan sikap santun. Ada yang tanya tentang Indonesia dan kehidupan beragama. Meski dengan bahasa Inggris terbatas pun obrolan bisa nyambung. Ketika belanja pun tidak susah. Membeli suatu barang tinggal tunjuk yang diinginkan dan saat bayar tinggal perlihatkan uangnya. Lalu pedagang itu menunjuk pada uang Iran yang kita pegang. Transaksi pun selesai. Lebih berkesan lagi di Mashad dan Qum. Di haram Sayyidah Fathimah Ma'shumah dan Imam Ali Ridha as, saat antre untuk menyentuh dinding besi makam, penjaga memberi hormat anggukan dan senyum menyilahkan. Tidak dipungkiri ada gerakan jamaah yang membuat badan ini terseret. Ketika berpapasan dan beradu pun segera senyum sambil menyimpan telapak tangannya pada dada sebagai tanda maaf.
Bagaimana dengan masyarakat Irak? Masyarakat di kota Karbala dapat disebut baik dari khidmat. Menyediakan makanan dan minuman sepanjang jalan serta penginapan sepanjang jalan sampai menuju Haram Al-Husain as. Tidak perlu khawatir saat momentum arbain (20 Shafar). Para peziarah yang long march bisa mendapatkan makan dan minum gratis serta penginapan. Orang yang long march boleh berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Ada yang bentuk tenda, juga rumah-rumah. Mereka senang kalau didatangi peziarah. Mereka senang kalau makanan dan minumannya dikonsumsi para peziarah.
Setahu saya, momentum arbain ini tanpa diorganisir. Peziarah datang dari berbagai penjuru dunia. Kabarnya awal bulan shafar, ziarah perdana dilakukan oleh warga Irak. Mereka berjalan hingga tiba ke Haram Al-Husain dan Abu Fadl Abbas. Selanjutnya mereka mendirikan maukib, menyediakan makanan dan minuman, penginapan untuk para peziarah dari mancanegara hingga tanggal 22 Shafar. Diperkirakan 21 juta orang hadir di Karbala. Bergerak dari Najaf ke Karbala menuju makam Al-Husain as dengan jalan kaki ditempuh sekira tiga hingga lima hari. Tergantung kecepatan dan gerak langkah. Dari Iran, Saudi Arabia, Azerbaijan, India, Pakistan, Yaman, Bahrain, Singapore, Malaysia, Indonesia, Eropa, dan lainnya. Itu yang saya lihat dan sempat komunikasi.
Orang-orang bergerak dari kota Najaf berjalan menuju Haram Al-Husain as untuk ziarah dan memanjatkan doa. Di tepi jalan ada tenda makanan dan minuman. Tenda untuk tiduran. Tenda untuk shalat. Sedia toilet dan kamar mandi. Momentum arbain ini orang-orang yang ziarah tak perlu khawatir dalam urusan makan dan minum. Tersedia secara gratis.
Momentum arbain, dapat dikatakan kedudukan setiap orang yang hadir adalah sama sebagai peziarah. Tidak beda antara orang berpangkat dan orang biasa. Tidak beda antara ulama dan umat. Semua bergerak menempuh perjalanan sebagai peziarah menuju makam Al-Husain.
Di kota Karbala, solidaritas terlihat antara peziarah (zuwar) dan pelayan (khadim). Zuwar dilayani khadim dan zuwar memberkatinya dengan doa. Khadim melakukan pelayanan karena zuwar berkedudukan tamu Al-Husain yang layak disambut kehadirannya. Tidak dipungkiri zuwar ini pasca ziarah menghidupkan perekonomian masyarakat Karbala dengan belanja aneka cenderamata seperti tasbeh, turbah, kacang-kacangan, sorban, minyak wangi, sajadah, kitab-kitab, dan lainnya. Beruntung bisa hadir di Karbala. Menikmati suasana kebersamaan dan persaudaraan. Berharap bisa kembali.
Satu lagi perlu diketahui terkait penyediaan toilet dan sampah kurang diperhatikan. Bisa dipahami kehadiran 21 juta orang pasti membutuhkan fasilitas dan tenaga kerja yang banyak. Mudah-mudahan pada masa mendatang ada otoritas ulama dan umara (pemerintah) memerhatikan aspek tersebut.
Sekarang di kota Najaf. Di sini ada makam (haram) Imam Ali bin Abu Thalib karamallahu wajhah, suami  dari Sayyidah Fathimah putri Rasulullah saw. Areanya luas. Dapat diisi shalat berjamaah, membaca Alquran, menyimak ceramah ulama, tanya jawab agama, dan melantunkan doa ziarah untuk Imam Ali. Sekadar diketahui jalan menuju area haram ini ada pasar. Ada aneka makanan dan minuman, cenderamata tasbeh dan turbah, batu akik, kitab-kitab, pakaian dan lainnya. Namun, tidak gratis alias harus bayar. Jika ingin dapat gratisan harus mau antre tiap ba'da shubuh di area haram ada yang bagi-bagikan makanan dan teh gratis.
Di Haram Imam Ali, sama seperti Haram Imam Husain. Selalu padat dan berdesakan. Beruntung kalau dapat masuk dan berdoa di area makam Imam Ali. Untuk ziarah area dalam, yang cukup longgar yakni pagi hari dan tengah malam. Di luar waktu tersebut siap siap beradu badan dan berdesakan, seperti berebut saat akan sentuh hajar aswad di Kabah.
Terlepas dari kekurangan dan hal yang tak berkenan, layak kami mengucapkan terima kasih pada pemerintah Iran dan Irak serta warga setempat, yang berkenan menjaga dan merawat jejak sosok teladan keluarga Rasulallah saw.
Bisa dipahami bahwa beda negeri pasti beda kebiasaan. Karena itu, jika Anda ziarah, nikmati saja saat ada sesuatu yang kurang berkenan. Terakhir, saya ucapkan terima kasih untuk seorang kawan yang membantu hingga terwujud ziarah kepada teladan suci keluarga Rasulullah SAW. Taqobbalallohu a'malakum bi ahsani qabuul. Cag! *** (ahmad sahidin)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H