PENDAHULUAN
Sastra dulu di tulis sastera berasal dari bahasa sanskerta yaitu kata "Shastra" yang merupakan kata serapan dari bahasa sansekerta, memiliki makna "teks yang mengandung intruksi atau pedoman" dari kata "sas"yang memiliki makna intruksi atau ajaran. Dalam bahasa Indonesia kata ini biasanya digunakan untuk mengacu kepada kesusastraan atau sesuatu tulisan yang memiliki arti, makna dan juga sesuatu yang memiliki suatu keindahan tertentu. Karya sastra adalah ungkapan perasaan manusia yang bersifat pribadi yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam bentuk gambaran kehidupan yang dapat membangkitkn pesona dengan alat bahasa dan dilukiskan dalam bentuk tulisan. Sumardjo dalam bukunya mengatakan bahwa karya sastra adalah sebuh usaha merekam isi jiwa sastrawanya, rekaman ini menggunakan alat bahasa. Sastra adalah bentuk rekaman dengan bahasa yang akan disampaikan kepada orang lain.
Karya sastra dapat digolongkan ke dalam dua kelompok, yaitu karya sastra imajinatif dan karya sastra nonimajinatif. Sastra imajinatif adalah sastra yang berupaya untuk menerangkan, menjelaskan, memahami, membuka pandangan baru, dan memberikan makna realitas kehidupan agar manusia lebih mengerti dan bersikap yang semestinya terhadap realitas kehidupan.Â
Dengan kata lain, sastra imajinatif berupaya menyempurnakan realitas kehidupan walaupun sebenarnya fakta atau realitas kehidupan sehari-hari tidak begitu penting dalam sastra imajinatif. Sastra imajinatif memiliki ciri-ciri yaitu, bersifat khayalan, menggunakan bahasa konotatif dan memenuhi syarat estetika seni. Sedangkan ciri karya sastra nonimajinatif adalah karya sastra tersebut lebih banyak unsur faktualnya daripada khayalannya cenderung menggunakan bahasa denotatif dan tetap memenuhi syarat syarat estetika seni.Â
Pada penelitian ini penulis ingin membahas golongan karya sastra imajinatif. Peneliti memilih untuk membahas salah satu jenis karya sastra yakni puisi.
Dalam puisi kita mengenal yang namanya bunyi. Bunyi dalam puisi adalah hal yang penting untuk menggambarkan suasana dalam puisi. Oleh karena itu pembaca puisi harus benar-benar memperhatikan pengucapan kata demi kata dalam puisi. Namun ada kalanya pembaca puisi kurang memperhatikan dalam pengucapan karya puisi sehingga pendenggar tidak ikut merasakan suasana puisi tersebut. Bunyi juga merupakan salah satu unsur penting dalam puisi, selain bersifat estetik, menambah keindahan. Bunyi juga mampu memberi kekuatan ekspresif.Â
Bunyi-bunyi tertentu dalam puisi mampu membantu pembaca menemukan suasana yang disajikan penyairnya. Bunyi-bunyi merdu (efoni) dan bunyi-bunyi tidak merdu (kakafoni) adalah hal yang akan selalu ditemui dalam puisi. Gaya bunyi berupa gaya ulangan bunyi: asonasi, aliterasi, persajakan: sajak awal, sajak akhir, sajak dalam, dan sajak tengah. Kombinasi pola-pola bunyi itu membuat sajak menjadi merdu. Kombinasi bunyi yang merdu itu menimbulkan bunyi musik yang merdu dalam karya sastra, puisi pada khususnya.
Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti sebuah puisi dalam kajian bunyi dan maknanya karya Tri Budhi Sastrio yang berjudul Jejak Langkah Sang Pangabdi, Mengampuni itu Indah dan Mudah, dan Kisa Gotami Mencari Biji Sesawi. Dalam mengkaji puisi tersebut, peneliti fokus pada bunyi dan makna dalam puisi yang sudah ditentukan tersebut. Permasalahan pertama adalah menganalisis puisi dalam kajian bunyi, lalu permasalahan kedua peneliti menganalisis dari segi ilmu bahasa yakni teori semiotika dalam pertandaan yaitu denotasi dan konotasi.
KAJIAN TEORI
Di lihat secara etimologis, puisi berasal dari kata poites (bahasa Yunani), yang artinya membangun, pembuat, atau pembentuk. Sementara itu, dalam bahasa latin istilah ini muncul dari kata poeta, yang bermakna membangun, menimbulkan, menyebabkan, dan menyair. Selanjutnya, kata tersebut mengalami penyempitan makna menjadi hasil karya seni sastra yang kata-katanya disusun menurut syarat, prinsip atau aturan tertentu dengan menggunakan rima, irama, sajak dan kadang-kadang kata kiasan.
Puisi adalah salah satu karya sastra yang berbentuk pendek, singkat dan padat yang dituangkan dari isi hati, pikiran dan perasaan penyair, dengan segala kemampuan bahasa yang pekat, kreatif, imajinatif (Suroto, 2001:40). Bersifat imajinatif menjadi ciri khas yang kuat karena susunan kata-katanya. Menurut Dunton (dalam Pradopo, 2009:6) bahwa puisi merupakan pemikiran manusia secara konkret dan artistik dalam bahasa emosional serta berirama. Puisi sebagai karya sastra dapat dikaji dari bermacam-macam aspek, misalnya struktur dan unsur-unsurnya, bahwa puisi merupakan struktur yang tersusun dari bermacam-macam unsur dan sarana-sarana kepuitisan. Dari beberapa pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa puisi adalah rangkaian hasil pikiran dan perasaan seseorang yang dituangkan ke dalam bahasa yang indah dan terstruktur. Puisi terdiri dari unsur-unsur seperti imajinasi, pemilihan kata, pemikiran, nada dan rasa. Dalam penelitian ini ada tiga puisi yang ingin dianalisis yakni berjudul "Jejak Langkah Sang Pangabdi, Mengampuni itu Indah dan Mudah, dan Kisa Gotami Mencari Biji Sesawi" karya Tri Budhi Sastrio. Ketiga puisi tersebut ada dalam buku kumpulan puisi karya beliau dengan judul buku "Inspirasi Tanpa Api" yang pertama kali cetak pada Agustus tahun 2018.
Ada tiga ciri umum puisi, yang pertama adalah pola bunyi atau rima. Rima adalah penataan unsur bunyi yang ada dalam kata. Penataan ini berupa pengulangan bunyi yang sama pada satuan baris atau pada baris-baris berikutnya dalam bait. Contohnya puisi lama seperti pantun dan syair, pola bunyi sifatnya tetap. Contohnya pantun berima ab-ab dan syair berima aa-aa. Yang kedua adalah irama. Irama terlihat sangat jelas saat puisi dibacakan. Intonasi, penekanan kata, tempo, dan penataan rima memunculkan irama puisi. Yang ketiga adalah pilihan kata atau diksi. Kata-kata pilihan berfungsi untuk menyampaikan makna puisi. Kata-kata juga dipilih berdasarkan efek bunyi yang ditimbulkan jika dibacakan. Kata-kata yang dipilih dapat berupa kata-kata yang objektif maupun emotif. Menurut Hasanuddin (2002:56) terdapat berbagai beberapa unsur bunyi yaitu sebagai berikut:
Irama, merupakan bunyi yang teratur, terpola, menimbulkan variasi bunyi, sehingga dapat menimbulkan suasana. Dengan demikian, irama tidak hanya tercipta didalam sajak dengan pola-pola bunyi yang teratur, namun juga oleh suasana yang tecipta. Suasana melankolis akan menyebabkan tempo lambat pada sajak tersebut. Suasana meledak-ledak akan menyebabkan tekanan dinamik tinggi. Beberapa pendapat menyatakan bahwa irama terbagi atas dua bagian: Ritme dan Metrum. Metrum adalah irama yang tetap, terpola menurut pola tertentu, sedangkan Ritme adalah irama yang disebabkan pertentangan-pertentangan atau pergantian bunyi tinggi rendah secara teratur, tetapi tidak merupakan jumlah suku kata yang tetap dan halnya menjadi gema, dendang penyair.
Kakafoni dan Efoni, adalah pemanfaatan bunyi sedemikian rupa sehingga bunyi yang dirangkaikan didalam sajak dapat menimbulkan kesan yang cerah atau sebaliknya, suatu kesan keburaman. Kesan ini tercermin dari keseluruhan sajak. Kesan ini tertangkap dari keseluruhan sajak melalui suasana yang melingkupinya. Menurut Pradopo (2007:27) menyatakan bahwa kombinasi-kombinasi bunyi yang merdu biasanya disebut Efoni sedangkan kombinasi bunyi yang tidak merdu, parau, penuh bunyi k, p, t, s, ini disebut Kakafoni. Kakafoni ini cocok dan dapat untuk memperkuat suasana yang tidak menyenangkan, kacau balau, serta tak teratur bahkan memuakkan.
Onomatope, salah satu pemanfaatan unsur bunyi yang cukup dominan dalam sajak. Istilah Onomatope menurut Kamus Istilah Sastra (Sudjiman, 1984:54) adalah Penggunaan kata yang mirip dengan bunyi atau suara yang dihasilkan oleh barang, gerak, atau orang. Istilah lain untuk onomatope ini adalah tiruan bunyi.
Denotasi dan konotasi adalah teori Barthes yang biasa digunakan untuk menjabarkan suatu bahasa. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, denotasi diartikan sebagai makna kata atau kelompok kata yang didasarkan atas penunjukan yang lugas pada sesuatu di luar bahasa atau yang didasarkan atas konvensi tertentu dan bersifat objektif, sedangkan konotasi berarti tautan pikiran yang menimbulkan nilai rasa pada seseorang ketika berhadapan dengan sebuah kata makna yang ditambahkan pada makna denotasi. Secara sederhana, denotasi berarti makna yang sesungguhnya dari suatu kata atau bahasa, sedangkan konotasi adalah makna yang berbeda dengan perasaan dan pandangan seseorang menilainya. Salah satu upaya untuk memahami sebuah puisi adalah dengan mengenali kata yang termasuk denotasi dan konotasi (Juhara, dkk, 2005:173). Arti kata denotasi dalam sebuah puisi merujuk pada arti yang sebenarnya. Kata konotasi dalam sebuah puisi merujuk pada arti tambahan. Pemilihan kata denotasi dan konotasi dalam sebuah puuisi dimaksudkan untuk menimbulkan gambaran yang jelas dan padat.
Makna konotasi adalah makna suatu kata berdasarkan perasaan atau pemikiran seseorang. Makna konotasi dapat pula dianggap sebagai makna denotasi yang mengalami penambahan makna. Penambahan tersebut dapat berupa pengiasan atau perbandingan dengan benda atau hal lainnya. Oleh karena itu, makna konotasi disebut pula makna kias atau makna kontekstual. Makna konotasi berarti makna kias, bukan makna sebenarnya. Sebuah kata dapat berbeda dari satu masyarakat ke masyarakat lain, sesuai dengan pandangan hidup dan norma masyarakat tersebut.
Makna denotasi adalah makna suatu kata sesuai dengan konsep asalnya, apa adanya, tanpa mengalami perubahan makna atau penambahan makna (Waridah:2008). Makna denotasi disebut pula makna lugas. Makna denotasi lazim disebut makna konseptual yaitu makna yang sesuai dengan hasil obsevasi (pengamatan) menurut penglihatan, penciuman, pendengaran, perasaan, atau pengalaman yang berhubungan dengan informasi (data) faktual dan objektif. Lalu juga disebut makna sebenarnya, umpamanya, kata kursi ialah tempat duduk yang berkaki empat (makna sebenarnya). Kemudian makna lugas yakni makna apa adanya, lugu, polos, makna sebenarnya, bukan makna kias (Widjono:2007).
METODE
Metode yang digunakan dalam menganalisis tiga puisi karya Tri Budhi Sastrio ini adalah metode penelitian kualitatif yang karakteristiknya bersifat deskriptif atau bisa disebut sebagai metode penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang digunakan untuk menyelidiki, menemukan, menggambarkan, dan menjelaskan kualitas atau keistimewaan dari pengaruh sosial yang tidak dapat dijelaskan, diukur atau digambarkan melalui pendekatan kuantitatif. Menurut Sugiyono (2016:9) metode deskriptif kualitatif adalah metode penelitian yang berdasarkan pada filsafat postpositivisme digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci teknik pengumpulan data dilakukan secara trigulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif atau kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi. Penelitian deskriptif kualitatif bertujuan untuk menggambarkan, melukiskan, menerangkan, menjelaskan, dan menjawab secara lebih rinci permasalahan yang akan diteliti dengan mempelajari semaksimal mungkin seorang individu, suatu kelompok atau suatu kejadian. Dalam penelitian kualitatif manusia merupakan instrumen penelitian dan hasil penulisannya berupa kata-kata atau pernyataan yang sesuai dengan keadaan sebenarnya.
Pada penelitian ini peneliti mengkaji data yang ada yaitu berupa tiga puisi yang sudah dipilih oleh peneliti dalam buku berjudul "Inspirasi Tanpa Api" dengan memfokuskan pada permasalahan yang dimuat, yakni bunyi dalam puisi tersebut serta makna denotasi dan konotasinya. Dalam penelitian ini, peneliti mendeskripsikan hasil analisis dengan cara simak catat. Jadi peneliti akan membaca keseluruhan puisi yang sudah ditentukan, lalu ketiga puisi tersebut dianalisis dari segi bunyi serta makna denotasi dan konotasinya, kemudian hasil analisis atau pembahasan tersebut akan dijelaskan secara panjang lebar menggunakan teori yang sudah ditentukan dalam penelitian ini.
HASIL DAN PEMBAHASANÂ
Analisis kajian bunyi irama, kakafoni, dan efoni pada puisi Jejak Langkah Sang Pangabdi, Mengampuni itu Indah dan Mudah, dan Kisa Gotami Mencari Biji Sesawi karya Tri Budhi Sastrio dalam buku "Inspirasi Tanpa Api" adalah sebagai berikut.
Jejak Langkah Sang Pengabdi
Irama adalah keras lembut ucapan bunyi serta pergantian tinggi rendah, panjang pendek. Timbulnya irama disebabkan oleh perulangan bunyi secara berturut-turut dan bervariasi. Jadi jika ada perulangan kata di dalam puisi, maka itu termasuk irama. Pada puisi "Jejak Langkah Sang Pengabdi" terlihat banyak irama dengan perulangan kata berturut-turut. Pada setiap baris terlihat seringkali terdapat akhiran huruf yang sama maka puisi tersebut terdapat unsur irama.
Bunyi Kakofoni cenderung mengisyaratkan makna yang bernuansa penolakan atau negasi, membayangkan suasana yang tidak harmonis atau disharmoni, atau memorakporandakan harmoni yang telah dibangun sebelumnya. Jadi unsur kakafoni berada pada suasana yang sedih. Pada Puisi tersebut banyak menggambarkan bunyi kesepian yang dirasakan. Terlihat dari kata "Hidup dan pengabdian kadang sulit dan penuh misteri, sehingga tidak jarang sukar didalami apalagi diselami" yang menandakan betapa sepinya saat itu. Bahkan di bait-bait berikutnya banyak sekali ditemukan kalimat sedih yang berujung kesepian dikarenakan tokoh utama dalam puisi tersebut merasa kesepian dihari tua padahal sebagian hidupnya sudah dihabiskan untuk pengabdian terhadap negara. Puisi tersebut termasuk kakafoni karena terdapat suasana yang tidak menyenangkan.
Bunyi Efoni adalah suatu kombinasi vokal-konsonan yang berfungsi melancarkan ucapan, pemahaman arti, dan irama baris yang mengandungnya. Unsur efoni menggambarkan bunyi puisi ketika suasana damai dan menggembirakan. Dalam puisi tersebut ada bait yang menuliskan "Akhirnya karena kami semua yakin bahwa dalam hati tak pernah ada kata akhir bagi tekad guna mengabdi, Dan walau pasti suatu ketika nanti, engkau tidak lagi menjadi pemimpin tertinggi penentu sinergi negeri ini, Tetaplah diharap, dikau sudi berdiri di belakang kami. Agar jejak pengabdi, selalu abadi lestari di hati kami." menggambarkan bunyi suasana yang damai. Bait tersebut menandakan kedamaian pada akhir masa hidup sang pengabdi sehingga puisi tersebut terdapat unsur efoninya.
Mengampuni itu Indah dan Mudah
Pada puisi "Mengampuni itu Indah dan Mudah" terlihat banyak irama dengan perulangan kata berturut-turut. Pada setiap baris terdapat akhiran "h" maka puisi tersebut terdapat unsur irama. Dalam puisi tersebut, menurut saya tidak temukan unsur bunyi kakfoni, dikarenakan seluruh isi baitnya menceritakan tentang arti mengampuni atau memaafkan adalah suatu hal yang indah. Jadi tidak ada rasa kesedihan dalam puisi ini, lebih ke ikhlas karena sudah berdamai dengan segala hal kesedihan tersebut. Lalu pada unsur efoni, semua bait mengandung efoni yang menandakan kedamaian dalam puisi tersebut bahwa mengampuni itu indah dan suatu hal yang mudah. Terlihat pada salah satu bait "Memaafkan serta mengampuni sesama itu pasti mudah, juga sudah pasti amat, serta sangatlah terlalu mudah, karena sama serupa sama sekali tidak ada beda noktah, Dengan mengampuni dosa sendiri yang sebesar gajah" bait terakhir tersebut menggambarkan kedamaian yang indah jika kita bisa mengampuni kesalahan-kesalahan yang telat diperbuat orang lain ataupun diri sendiri.
Kisa Gotami Mencari Biji Sesawi
Pada puisi "Kisa Gotami Mencari Biji Sesawi" terlihat banyak irama dengan perulangan kata berturut-turut. Pada setiap baris terdapat akhiran "i" maka puisi tersebut terdapat unsur irama. Unsur kakafoni dalam puisi tersebut terdapat pada bait "Simak bagaimana Sang Guru Utama, siap berapi-api berusaha menyadarkan orang bernama Kisa Gotami yang sedang sedih hati, karena kehilangan anak laki, hanya ada satu yang dapat hidupkan anak yang mati, Biji sesawi" dalam bait tersebut terlihat unsur bunyi kakafoni yang menandakan kesedihan ketika Gotami yang sedih karena ditinggal mati oleh anak laki-lakinya. Kemudian pada unsur efoninya terlihat pada bait "Kisa Gotami akhirnya kembali, mencapai cerah karena ia segera menyadari betapa di dalam hidup ini tidak ada yang tak mati, jika bukan sekarang yang nanti" dalam bait tersebut Gotami akhirnya sadar bahwa semua yang hidup pasti akan mati, dia mendapatkan kedamaian ketika sudah lelah mencari biji sesawi yang kemungkinan besar belum tentu bisa menghidupkan lagi anak laki-lakinya. Dia akhirnya berdamai dengan dirinya sendiri bahwa kematian pasti akan datang kepada semua yang hidup.
Analisis kajian makna konotasi dan denotasi pada puisi Jejak Langkah Sang Pangabdi, Mengampuni itu Indah dan Mudah, dan Kisa Gotami Mencari Biji Sesawi karya Tri Budhi Sastrio dalam buku "Inspirasi Tanpa Api" adalah sebagai berikut.
Jejak Langkah Sang Pangabdi
Makna konotasi berarti makna kias, bukan makna sebenarnya. Sebuah kata dapat berbeda dari satu masyarakat ke masyarakat lain, sesuai dengan pandangan hidup dan norma masyarakat tersebut. Makna denotasi adalah makna suatu kata sesuai dengan konsep asalnya, apa adanya, tanpa mengalami perubahan makna atau penambahan makna. Makna konotasi dan denotasi dalam puisi "Jejak Langkah Sang Pengabdi" adalah sebagai berikut.
Konotasi:
"Tetaplah diharap, dikau sudi berdiri di belakang kami" kalimat tersebut bermakna orang yang selalu ada untuk orang tersebut. Dalam puisi ini mengartikan seseorang yang akan terus mengabdi kepada pemimpinnya. Namun makna sebenarnya dari kalimat tersebut adalah orang yang berdiri tepat di bekang orang lain.
Denotasi:
"Yang sakit dan sekarat karena kelaparan dan tak berdaya" kata tersebut bermakna orang yang sedang kesakitakan dan sekarat dikarenakan suatu hal yang terlihat jelas. Jika dalam konotasi, orang yang ditinggalkan orang terkasihnya juga bisa merasakan sakit namun yang sakit perasaannya dan itu tidak dapat terlihat jelas.
Mengampuni itu Indah dan Mudah
Konotasi:
"Tampak jelas sudah, tidak banyak yang merasa gerah" kata tersebut memiliki makna lain yakni, orang yang sudah bisa memaafkan kesalahan orang lain secara ikhlas dia tidak akan merasa kepanasan hati dan pikirannya. Namun makna sebenarnya dari kata tersebut adalah orang yang merasa kepanasan dikarenakan suhu di sekitarnya atau cuaca.
Denotasi:
"Bahwa memaafkan dan mengampuni itu amat mudah" mudah memiliki makna lekas sekali, jadi memaafkan seseorang itu adalah hal yang sangat mudah.
"Menghilangkan marah itu, sudah jelas amatlah susah" susah memiliki makna tidak senang, suatu hal yang tidah mudah untuk dilakukan.
Kisa Gotami Mencari Biji Sesawi
Konotasi:
"Lalu burung bercanda, nikmati indahnya mentari pagi" kalimat tersebut memiliki makna sebenarnya yakni burung yang sedang berkicau, karena kicaunnya sangat merdu maka seolah-seolah burung-burung tersebut sedang bercanda layaknya manusia.
Denotasi:
"Tentang bijimu, sesawi walau ukurannya kecil sekali" kata tersebut bermakna bijinya memang kecil sekali.
"Hitam, cokelat, kuning, putih, warna-warnimu wahai biji" beberapa warna yang disebutkan dalam bait tersebut memiliki makna warna yang ada dalam biji-biji sesawi. Hitam berarti warna hitam, cokelat berarti warna cokelat, kuning berarti warna kuning, dan putih berarti warna putih.
SIMPULAN
Salah satu contoh karya sastra adalah puisi. Puisi adalah karya sastra yang menggunakan kata-kata indah dan memiliki makna tertentu. Di dalam puisi, terdapat banyak unsur pengkajian sajak, misalnya unsur Aliterasi, kosa kata, citraan, majas, dan bahasa retorika. Pada artikel ilmiah ini, peneliti telah menganalisis dua permasalahan. Pertama tentang unsur Bunyi Irama, kakafoni, dan efoni pada tiga puisi pilihan dalam buku "Inspirasi Tanpa Api" karya Tri Budhi Sastrio. Tujuannya adalah untuk mengetahui apa saja unsur bunyi irama, kakafoni, dan efoni yang ada di dalam puisi teresebut. Terdapat unsur irama pada sajak didalam puisi ini, ada pengulangan kata yang mana pengulangan tersebut termasuk unsur irama. Kemudian terdapat unsur kakafoni di beberapa bait ini dikarenakan puisi ini banyak menceritakan kisah yang sedih dan mengiris hati para pembaca. Namun, juga ada beberapa bait yang termasuk efoni dimana menggambarkan bunyi kedamaian dan ketenangan hati jika dibaca secara mendalam.
Lalu pada permasalahan kedua tentang makna konotasi dan denotasi dalam tiga puisi pilihan tersebut. Peneliti telah menemukan beberapa kata atau kalimat yang mengandung konotasi dan denotasi. Lalu sudah dianalisis menggunakan teori dan pemikiran dari peneliti sendiri. Maka dapat disimpulkan makna konotasi dan denotasi tidak dapat terlepas dalam sebuah puisi. Kata, kalimat yang terlampir selalu mengandung makna tidak sebenarnya (bias) dan makna sebenarnya (asli). Oleh karena itu makna yang terkandung memiliki keunikan tersendiri dalam setiap bait yang terlampir dalam puisi-puisi tersebut dan membuat pembaca semakin dapat mengimajinasikan setiap makna menggunakan pemikiran masing-masing.
Ketiga puisi pilihan tersebut memiliki ciri dan kekhasan masing-masing. Dalam puisi Jejak Langkah Sang Pangabdi memiliki inti cerita tentang pengabdian seseorang kepada atasan yang tidak mendapatkan hasil setimpal namun di akhir cerita dia memilih untuk berdamai dengan semua hal itu sembari menikmati masa hari tuanya. Lalu pada puisi Mengampuni itu Indah dan Mudah memiliki inti cerita tentang bagaimana mengajarkan seseorang bahwa memaafkan itu sebenarnya suatu hal yang mudah. Tapi sering kali manusia dapat memaafkan tapi masih ada bebera hal yang mengganjal hati. Kemudian pada puisi Kisa Gotami Mencari Biji Sesawi, menceritakan salah satu kisah dalam Al-Kitab yang banyak memiliki pembelajaran hidup yang sangat begitu berharga bagi umat manusia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H