Mohon tunggu...
Ahmad Ruslan
Ahmad Ruslan Mohon Tunggu... Guru - Bismillah

Tetap semangat

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Bunyi dan Makna pada Puisi Narasi Pilihan Inspirasi Tanpa Makna Karya Tri Budhi Sastrio

6 Agustus 2022   13:33 Diperbarui: 6 Agustus 2022   13:46 549
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Ada tiga ciri umum puisi, yang pertama adalah pola bunyi atau rima. Rima adalah penataan unsur bunyi yang ada dalam kata. Penataan ini berupa pengulangan bunyi yang sama pada satuan baris atau pada baris-baris berikutnya dalam bait. Contohnya puisi lama seperti pantun dan syair, pola bunyi sifatnya tetap. Contohnya pantun berima ab-ab dan syair berima aa-aa. Yang kedua adalah irama. Irama terlihat sangat jelas saat puisi dibacakan. Intonasi, penekanan kata, tempo, dan penataan rima memunculkan irama puisi. Yang ketiga adalah pilihan kata atau diksi. Kata-kata pilihan berfungsi untuk menyampaikan makna puisi. Kata-kata juga dipilih berdasarkan efek bunyi yang ditimbulkan jika dibacakan. Kata-kata yang dipilih dapat berupa kata-kata yang objektif maupun emotif. Menurut Hasanuddin (2002:56) terdapat berbagai beberapa unsur bunyi yaitu sebagai berikut:

Irama, merupakan bunyi yang teratur, terpola, menimbulkan variasi bunyi, sehingga dapat menimbulkan suasana. Dengan demikian, irama tidak hanya tercipta didalam sajak dengan pola-pola bunyi yang teratur, namun juga oleh suasana yang tecipta. Suasana melankolis akan menyebabkan tempo lambat pada sajak tersebut. Suasana meledak-ledak akan menyebabkan tekanan dinamik tinggi. Beberapa pendapat menyatakan bahwa irama terbagi atas dua bagian: Ritme dan Metrum. Metrum adalah irama yang tetap, terpola menurut pola tertentu, sedangkan Ritme adalah irama yang disebabkan pertentangan-pertentangan atau pergantian bunyi tinggi rendah secara teratur, tetapi tidak merupakan jumlah suku kata yang tetap dan halnya menjadi gema, dendang penyair.

Kakafoni dan Efoni, adalah pemanfaatan bunyi sedemikian rupa sehingga bunyi yang dirangkaikan didalam sajak dapat menimbulkan kesan yang cerah atau sebaliknya, suatu kesan keburaman. Kesan ini tercermin dari keseluruhan sajak. Kesan ini tertangkap dari keseluruhan sajak melalui suasana yang melingkupinya. Menurut Pradopo (2007:27) menyatakan bahwa kombinasi-kombinasi bunyi yang merdu biasanya disebut Efoni sedangkan kombinasi bunyi yang tidak merdu, parau, penuh bunyi k, p, t, s, ini disebut Kakafoni. Kakafoni ini cocok dan dapat untuk memperkuat suasana yang tidak menyenangkan, kacau balau, serta tak teratur bahkan memuakkan.

Onomatope, salah satu pemanfaatan unsur bunyi yang cukup dominan dalam sajak. Istilah Onomatope menurut Kamus Istilah Sastra (Sudjiman, 1984:54) adalah Penggunaan kata yang mirip dengan bunyi atau suara yang dihasilkan oleh barang, gerak, atau orang. Istilah lain untuk onomatope ini adalah tiruan bunyi.

Denotasi dan konotasi adalah teori Barthes yang biasa digunakan untuk menjabarkan suatu bahasa. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, denotasi diartikan sebagai makna kata atau kelompok kata yang didasarkan atas penunjukan yang lugas pada sesuatu di luar bahasa atau yang didasarkan atas konvensi tertentu dan bersifat objektif, sedangkan konotasi berarti tautan pikiran yang menimbulkan nilai rasa pada seseorang ketika berhadapan dengan sebuah kata makna yang ditambahkan pada makna denotasi. Secara sederhana, denotasi berarti makna yang sesungguhnya dari suatu kata atau bahasa, sedangkan konotasi adalah makna yang berbeda dengan perasaan dan pandangan seseorang menilainya. Salah satu upaya untuk memahami sebuah puisi adalah dengan mengenali kata yang termasuk denotasi dan konotasi (Juhara, dkk, 2005:173). Arti kata denotasi dalam sebuah puisi merujuk pada arti yang sebenarnya. Kata konotasi dalam sebuah puisi merujuk pada arti tambahan. Pemilihan kata denotasi dan konotasi dalam sebuah puuisi dimaksudkan untuk menimbulkan gambaran yang jelas dan padat.

Makna konotasi adalah makna suatu kata berdasarkan perasaan atau pemikiran seseorang. Makna konotasi dapat pula dianggap sebagai makna denotasi yang mengalami penambahan makna. Penambahan tersebut dapat berupa pengiasan atau perbandingan dengan benda atau hal lainnya. Oleh karena itu, makna konotasi disebut pula makna kias atau makna kontekstual. Makna konotasi berarti makna kias, bukan makna sebenarnya. Sebuah kata dapat berbeda dari satu masyarakat ke masyarakat lain, sesuai dengan pandangan hidup dan norma masyarakat tersebut.

Makna denotasi adalah makna suatu kata sesuai dengan konsep asalnya, apa adanya, tanpa mengalami perubahan makna atau penambahan makna (Waridah:2008). Makna denotasi disebut pula makna lugas. Makna denotasi lazim disebut makna konseptual yaitu makna yang sesuai dengan hasil obsevasi (pengamatan) menurut penglihatan, penciuman, pendengaran, perasaan, atau pengalaman yang berhubungan dengan informasi (data) faktual dan objektif. Lalu juga disebut makna sebenarnya, umpamanya, kata kursi ialah tempat duduk yang berkaki empat (makna sebenarnya). Kemudian makna lugas yakni makna apa adanya, lugu, polos, makna sebenarnya, bukan makna kias (Widjono:2007).

METODE

Metode yang digunakan dalam menganalisis tiga puisi karya Tri Budhi Sastrio ini adalah metode penelitian kualitatif yang karakteristiknya bersifat deskriptif atau bisa disebut sebagai metode penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang digunakan untuk menyelidiki, menemukan, menggambarkan, dan menjelaskan kualitas atau keistimewaan dari pengaruh sosial yang tidak dapat dijelaskan, diukur atau digambarkan melalui pendekatan kuantitatif. Menurut Sugiyono (2016:9) metode deskriptif kualitatif adalah metode penelitian yang berdasarkan pada filsafat postpositivisme digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci teknik pengumpulan data dilakukan secara trigulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif atau kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi. Penelitian deskriptif kualitatif bertujuan untuk menggambarkan, melukiskan, menerangkan, menjelaskan, dan menjawab secara lebih rinci permasalahan yang akan diteliti dengan mempelajari semaksimal mungkin seorang individu, suatu kelompok atau suatu kejadian. Dalam penelitian kualitatif manusia merupakan instrumen penelitian dan hasil penulisannya berupa kata-kata atau pernyataan yang sesuai dengan keadaan sebenarnya.

Pada penelitian ini peneliti mengkaji data yang ada yaitu berupa tiga puisi yang sudah dipilih oleh peneliti dalam buku berjudul "Inspirasi Tanpa Api" dengan memfokuskan pada permasalahan yang dimuat, yakni bunyi dalam puisi tersebut serta makna denotasi dan konotasinya. Dalam penelitian ini, peneliti mendeskripsikan hasil analisis dengan cara simak catat. Jadi peneliti akan membaca keseluruhan puisi yang sudah ditentukan, lalu ketiga puisi tersebut dianalisis dari segi bunyi serta makna denotasi dan konotasinya, kemudian hasil analisis atau pembahasan tersebut akan dijelaskan secara panjang lebar menggunakan teori yang sudah ditentukan dalam penelitian ini.

HASIL DAN PEMBAHASAN 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun