Mohon tunggu...
R Ahmad Rosyiddin Brillyanto
R Ahmad Rosyiddin Brillyanto Mohon Tunggu... Lainnya - Sosiolog

Pengamat sosial dan pegiat literasi yang suka minum kopi hasil gilingan sendiri

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Review Buku "Islam, Kepemimpinan Perempuan, dan Seksualitas" Karya Neng Dara Affiah

22 April 2019   06:25 Diperbarui: 22 April 2019   08:22 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

ISLAM DAN SEKSUALITAS PEREMPUAN

Dalam bahasan bab kali ini penulis menjabarkan hal-hal yang berkenaan dengan seksualitas perempuan jika dilihat dari sudut pandang agama, khususnya agama islam dan umumnya agama-agama yang lahir di tanah timur tengah meliputi islam, kristen, dan yahudi dalam emapat sub bab yang dikandungnya.

Penulis memulai bahasannya dengan menjelaskan bahwa institusi pernikahan dalam sudut pandang agama lebih ditekankan pada sebuah institusi formal untuk menanggulangi gejolak syahwat manusia baik laki-laki dan perempuan. Dalam institusi ini, dalam banyak tafsir agama konservatif yang sudah berlaku sedemikian lama selalu saja menempatkan perempuan pada sudut inferior dimana ia harus selalu berada di bawah laki-laki, dan ruang geraknya selalu terbatas pada ranah domestik. 

Sebauh poin penting yang kami dapatkan pada pembahasan ini ialah, bahwa ternyata agama-agama ibrahim ini sangat mendukung institusi pernikah sebagai sarana untuk memperbanyak jumlah umat dari agama mereka, oleh karena itu penulis juga menyinggung tentang berbagai macam perspektif tentang isu pernikahan beda agama, yang pada banyak prakteknya selalu mendapakan kecaman baik dari kaum agamawan maupun masyarakat umum serta menimbulkan suatu tanda tanya besar tentang 'agama manakah yang kelak sang anak harus imani? Apakah agama dari sang ayah? Atau agama ibunya?'

Setelah itu dibahas pula tentang isu poligami yang marak diberbincangkan di negara-negara dengan jumlah penduduk yang meyoritas beragama islam seperti Indonesia, penulis merunut sejarah poligami secara sistematis untuk menerangkan persoalan itu dimulai dengan poligami pada masa pra-islam di tanah arab hingga masuknya ajaran islam di Indonesia. 

Pada masa pra-islam di tanah arab, poligami tidak hanya dilakukan oleh laki-laki tetapi perempuan juga melakukan peraktek tersebut bahkan dengan jumlah yang relatif banyak hingga belasan pasangan sekalipun. 

Setelah islam turun maka peraktek poligami itupun dibatasi hanya boleh untuk kalangan laki-laki dan maksimal dengan empat pasangan, saat itu poligami yang dilakukan laki-laki dianggap efektif oleh sebagian ahli karena pada saat itu umat islam sering lekukan ekspansi yang berbentuk peperangan diberbagai wilayah yang menyebabkan banyak umat islam laki-laki meninggal dunia dan akibatnya banyak janda dan anak-anak yang terlantar. Konsep poligami membantu untuk menangani permasalahan itu karena jandan dan anak terlantar tersebut bisa bergantung kepada sahabat nabi lainnya yang masih hidup. 

Pada kasus ini penulis membandingkan dua ayat dalam Al-Quran yakni ayat yang memperbolehkan melakukan poligami dengan syarat harus berbuat adil (QS. Annisa : 3) dan ayat yang menyatakan bahwa manusia tidak akan pernah bisa berbuat adil (QS. Annisa : 129), dalam menyikapi hal ini penulis berpendapat bahwa spirit dari Al-Quran dan Sunnah adalah monogami, adapun poligami ia diperbolehkan dengan menyesuaikan dengan konteks persoaln sosial yang dihadapi pada saat itu dan kemempuan baik dari pihak laki-laki maupun perempuan. 

Penulis pun juga mempertanyakan orang-orang pada era moderen ini yang selalu mencari pembenaran untuk melakukan poligami, bagi penulis orang-orang tersebut hanyalah orang yang hanya mencari pembenaran untuk hawa nafsunya semata.

Bab ini pula membahas hal yang tidak bisa dilepaskan kaitannya dengan seorang perempuan muslim, yakni jilbab. Penulis pertama-tama menjelaskan apa yang dimaksud dengan jilbab dan kerudung. Lantas setelah itu penulis menelusuri sejarah kebudayaan jilbab di tanah arab yang saat itu difungsikan sebagai sebuah pertanda kelas sosial, dimana kerudung, jilbab dan bahkan cadar hanya bsa dikenakan oleh perempuan yang merdeka dan terhormat, sedangkan wanita yang berstatus sebagai budak, hamba sahaya, dan semisalnya tidak diperkenankan untuk mengenakannya. 

Dan selain daripada itu rupanya penutup kepala pada perepuan tidak hanya ada pada ajaran islam, melainkan ada pula pada ajaran kristen, yahudi dan sebagai kepercayaan kuno di timur tengah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun