Dalam catatan sejarah kemerdekaan bangsa, santri memiliki peran memperjuangkan kemerdekan Republik Indonesia.Â
Sebagaimana diceritakan oleh KH. Saifuddin Zuhri dalam bukunya 'Sejarah Kebangkitan Islam dan Perkembangannya di Indonesia' (Al Ma'arif, Bandung 1981), Hadratussyaikh KH.Â
Hasyim Asy'ari memanggil KH. Wahab Hasbulloh, KH. Bisri Syamsuri dan para kiai lainnya untuk mengumpulkan para kiai se-Jawa dan Madura untuk berkumpul di Surabaya, tepatnya di kantor PB ANO (Ansor Nahdlatoel Oelama).
Pada 22 Oktober Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy'ari atas nama NU mendeklarasikan sebuah seruan Jihad Fii Sabilillah yang saat ini dikenal dengan istilah Resolusi Jihad.Â
Ada tiga poin penting dalam Resolusi Jihad itu. Pertama, setiap muslim -- tua, muda, dan miskin sekalipun -- wajib memerangi orang kafir yang merintangi kemerdekaan Indonesia.Â
Kedua, pejuang yang mati dalam perang kemerdekaan layak disebut syuhada. Ketiga, warga Indonesia yang memihak penjajah dianggap sebagai pemecah belah persatuan nasional, maka harus dihukum mati.
Fatwa jihad ini kemudian digelorakan oleh Bung Tomo melalui radio disertai dengan teriakan 'Allahu Akbar', sehingga berhasil membangkitkan semangat juang kalangan santri untuk melawan penjajah.Â
Para kiai dan santri kemudian bergabung dengan pasukan Sabilillah dan Hizbullah yang terbentuk sebagai respon atas Resolusi Jihad. Kelompok ini kemudian banyak berperan penting dalam peristiwa 10 November yang kini kita peringati sebagai Hari Pahlawan.
Itulah perjuangan para kiai dan santri dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Namun menurut saya, tidak hanya sampai disitu saja. Saat ini, santri memiliki peran dan tugas penting lainnya yang harus dipersiapkan dan diperjuangkan. Seperti masalah ideologi, misalnya. Mengapa demikian.
Saya ambil satu contoh, dimana belakangan ini sangat ramai sekali paham-paham yang mengatakan bahwa Pancasila adalah thagut.Â
Biasanya, redaksi itu dikatakan oleh mereka yang tidak setuju dengan Pancasila atau NKRI. Alasannya bisa bermacam-macam, mulai dari Indonesia dianggap sebagai negara kurang syar'i sampai bahkan dianggap anti islam.
Mari berpikir. Atas dasar apa mereka mengatakan seperti itu. Padahal, justru sebaliknya. Sudah jelas saya ceritakan diawal tulisan ini tentang sejarah perjuangan santri dalam mengusir penjajah.Â
Hal ini menandakan bahwa islam sebagai pionir penting dalam mendirikan Indonesia. Dan Pancasila merupakan bukti bahwa islam begitu mencintai manusia dan menghormati agama-agama lain. Serta menjadikan Indonesia sebagai rumah bersama.
Oleh karena itulah, menurut saya, yang harus diperhatikan oleh kaum sarungan saat ini adalah memperkuat prinsip, memperluas cakrawala dan memperbanyak pengetahuan.Â
Mengapa saya katakan demikian. Karena perlu kita sadari bersama, bahwa tantangan kedepannya, santri bisa saja tergoyahkan secara prinsip, nilai, dan keteguhan ideologi sebagai kaum santri, akibat situasi realitas yang ada jika santri tidak memiliki pondasi yang kuat.
Maka, yang harus dilakukan adalah dengan memperkuat prinsip, sehingga nantinya terbentuklah santri yang memiliki kekokohan ideologi dan pemahaman Islamiyah yang baik.Â
Serta kuat ketika dibenturkan dengan realitas yang ada ditengah masyarakat. Kemudian santri juga sebagai agen perubahan dan agen perdamaian harus mampu menyelesaikan setiap permasalahan yang ada dalam masyarakat.
Setelah memperkuat prinsip dari dalam, santri juga harus mengambil peranan penting dan mampu mengisi leading sector yang ada; baik pemerintah maupun non pemerintah untuk proses dakwah Islamiyah.Â
Karena jelas dalam Al Qur'an, Allah berfirman "ud'u ilaa sabiili rabbika bil hikmah wal mau'izhatil hasanah wa jaadilhum billatii hiya ahsan". Dengan demikian, kaum santri akan mudah dalam proses dakwah Islamiyah dan menyebarkan paham-paham islam yang rahmatan lil 'alamin.
Tantangannya memang cukup berat. Namun, saya meyakinkan bahwa santri mampu menyelesaikan semua tantangan dan risiko yang akan dihadapi.Â
Santri harus mampu membina umat, santri harus menjadi penyeimbang masyarakat, dan santri harus menjadi agen perubahan serta agen perdamaian di seluruh lapisan masyarakat demi terciptanya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.Â
Wallahu'alam Bisshowab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H