Gerindra diawal penguasaan rezim PDIP sejak tahun 2009 sebetulnya merupakan simbol oposisi besar yang sangat berpengaruh dalam roda pemerintahan saat itu. Namun, pasca pilpres 2019, romantisme Gerindra dan Pemerintah menjadi melunak dan romantis terhadap pemerintah terutama pasca Gerindra memperoleh kursi kabinet di pemerintahan.
Memang tidak ada yang salah jika  istilah"Rekonsiliasi" atas nama bangsa dilakukan untuk kebaikan bangsa. Dimana kekuatan parlemen dan dukungan kekuatan besar politik nasional menjadi alasan penting dengan dalih menuju Indonesia maju dan rekonsiliasi memberikan stabilitas politik untuk kelancaran pembangunan.
Sebagaimana kekhawatiran tersebut pernah ditulis oleh Frances E. Lee dalam bukunya "Insecure Majorities: Congress and the Perpetual Campaign" (2016) yang menyoroti bagaimana dinamika partai oposisi di Kongres berkontribusi pada ketidakstabilan kebijakan dan pola legislasi yang didorong oleh persaingan politik yang terus-menerus di Amerika Serikat.
Tetapi, kekuasaan besar yang tidak terkontrol justru akan menjadi masalah besar bagi demokrasi itu sendiri. Bahkan Hannah Arendt dalam karyanya "The Origins of Totalitarianism" (1951) menjelaskan bahaya kekuasaan yang tidak terbatas atau tanpa kontrol yang dapat menghasilkan penindasan dan kekacauan politik.
Juga Robert Dahl dalam bukunya "Who Governs? Democracy and Power in an American City" (1961) mengemukakan bahwa dalam sistem politik yang demokratis, penting untuk ada mekanisme yang efektif untuk mengontrol dan mengimbangi kekuasaan politik agar tidak terakumulasi pada kelompok atau individu tertentu.
Dalam artikel yang berjudul "Let's Just Say It: The Republicans Are the Problem" (2012)  yang ditulis oleh Thomas E. Mann dan Norman J. Ornstein menyoroti peran oposisi yang keras dan taktik partisan dari Republikan dalam mempengaruhi dinamika politik Amerika Serikat.
Tentu saja keunikan dari perilaku elit dan partai dalam konteks koalisi dan oposisi dekade terakhir memberikan khasanah ilmu bagi pengamat politik dan pemerintahan yang dapat terus digali dan diteliti lebih lanjut.
Artikel ini menjadi mukodhimah dalam tulisan penulis, aspek-spek krusial lainnya dalam konteks demokrasi dan politik di Indonesia akan dibahas dalam tulisan-tulisan selanjutnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H