Cukup, tak usah berpura-pura
Kau adalah kau yang berupa
Kita merupakan saudara tak sedarah yang rindu akan asa
Mengapa saling mencederai seakan tak pernah ada rasa
Dahulu kala, pendahulu kita berjuang dengan tangis tanpa mengaisÂ
Erat api di dada sebagai penghibur lara menghadapi penjajah
Meskipun, moncong senjata mengarah tepat ke pelipis
Perbedaan kita adalah kekuatan yang menjadi anugerah
Sejarah itu berulang bak aliran sungai yang kembali bermuara lagi
Maka, Â "Jangan sekali-sekali lupakan sejarah" begitu ucap sang proklamator bangsa ini
Karena jembatan itu terhubung antara kini dan nantiÂ
itulah pelajaran yang tak mungkin dialami oleh semua generasi
Berbeda pandangan adalah fitrah dalam perjuangan
Sekali-kali tidak untuk pemecah belah kesatuan
Itu bukan warisan kita untuk menerima kejahatan
Maka, keyakinan kita merupakan pedoman perekat kebangsaan
Tak peduli atribut yang kau yakiniÂ
Kita satu dan tak terjamah
Mangambil makna sebuah Alegori,
Dari manis pahitnya sejarah.
Ahmad Rizal
Soreang, Bandung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H