Mohon tunggu...
Ahmad Rivan Riyadi
Ahmad Rivan Riyadi Mohon Tunggu... Programmer - Mahasiswa - Universitas Mercubuana

Ahmad Rivan Riyadi - 415200010007 - Ilmu Komputer/Teknik Informatika - Universitas Mercubuana - Prof Dr Apollo, M.Si.Ak,CA,CIBV,CIBV, CIBG;

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Aplikasi Pemikiran tentang Korupsi Menurut "Bologne, John Peter, dan Robert Klitgaard"

1 Juni 2023   01:30 Diperbarui: 1 Juni 2023   01:37 438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apa Itu Korupsi ?

Korupsi adalah salah satu perbuatan pelanggaran hukum yang sering terjadi di Indonesia. Penyebab korupsi biasanya didasari sikap serakah atau ingin menguasai segala hal. Perbuatan korupsi termasuk sebagai perbuatan yang tidak menyenangkan dan bisa merugikan orang lain.

Korupsi berasal dari bahasa Latin yaitu, corruption. Dari segi hukum, korupsi adalah perbuatan melawan hukum dengan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, dan sarana untuk kepentingan atau memperkaya diri sendiri. Korupsi merupakan penyalahgunaan atau penyelewengan dana pemerintah/ negara (korporasi, organisasi, yayasan, dan lain-lain) demi kepentingan pribadi atau orang lain. 

Korupsi menurut Transparency International (TI) didefenisikan sebagai tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai yang secara ilegal dan tidak adil memperkaya diri dengan menyalahgunakan kekuasaan yang telah masyarakat percayakan kepeada mereka.

Korupsi oleh Bank Dunia (World Bank) diartikan sebagai penyalahgunaan jabatan publik untuk memperoleh keuntungan pribadi. Dari pandangan hukum, menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001, tentang perubahan atas Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi. UU No. 20/2001 ini merupakan penyempurnaan dari beberapa undang-undang sebelumnya. Kompleksitas masalah korupsi yang mengeram di negeri ini mengindikasikan bahwa korupsi bukan lagi sekedar persoalan yang terkait dengan problem struktural, baik politik ataupun ekonomi, melainkan juga terkait erat dengan problem kultural, moral, individual. Korupsi merupakan perbuatan seseorang atau sekelompok orang yang dengan sengaja melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri maupun perusahaan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian nasional.

Adapun beberapa bentuk korupsi yang biasa dikenal sebagai berikut :

  • Praktik penyuapan
    Merupakan praktik pemberian keuntungan kepada pihak lain dalam rangka untuk mempengaruhi berbagai tindakan dan juga keputusan yang diambilnya. Penyuapan tidak harus berupa uang, akan tetapi juga bisa dalam bentuk pemberian hadiah dan kado serta pinjaman atau hal lain yang pada intinya dapat memberikan pengaruh kepada pihak lain untuk melakukan pengubahan keputusan dan tindakannya. Selain itu praktik suap juga bisa berupa pembayaran meski dalam bentuk kecil yang diminta oleh aparat negara untuk mempermudah berbagai hal berkaitan dengan bisnis atau keperluan pribadi lainnya.

  • Praktik pemerasan
    Dalam praktik ini contohnya adalah ancaman berupa kekerasan dan juga berbagai tindakan intimidasi lain dalam rangka meminta satu pihak atau seseorang untuk bersedia bekerja sama. Praktik ini biasanya dilakukan pleh penegak hukum yang tidak bersih atau berperilaku korupsi sebagai dasar untuk melakukan pemerasan.

  • Praktik penyanderaan negara
    Praktik ini biasa dikenal dengan state capture. Praktik ini merupakan ketika ada seseorang atau kelompok pemodal yang kuat yang bisa melakukan pemaksaan kepada pihak pejabat public untuk bisa meloloskan hukum atau undang-undang serta peraturan yang bisa memberikan keuntungan pada pihak tertentu akan tetapi berdampak pada ketidakadilan bagi masyarakat.

Dalam pasal 8 UN Convention Against Transnational Organized Crime and The Protocol Thereto yang digagas kantor PBB urusan narkoba dan kejahatan (United Nations Office on Drugs and Crime-UNODC), korupsi memiliki dua definisi

Pertama, Korupsi adalah menjanjikan, menawarkan, atau memberikan kepada pejabat publik, baik secara langsung maupun tidak lansung, suatu keuntungan yang tidak semestinya, baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, agar penjabat tersebut bertindak atau tidak bertindak menjalankan tugas resminya.

Kedua, korupsi adalah permintaan atau penerimaan oleh pejabat publik, seacara langsung atau tidak langsung, untuk keuntungan yang tidak semestinya, baik untuk pejabat itu sendiri maupun orang lain, agar pejabat tersebut bertindak atau tidak bertindak dalam menjalankan tugas resminya.

Penyebab Korupsi

Ketika perilaku konsumtif masyarakat serta sistem politik yang masih bertujuan pada materi, hal tersebut dapat meningkatkan terhjadinya permainan uang yang menjadi penyebab korupsi. Korupsi masih menjadi problem negara-negara berkembang dan korupsi memang sudah menjadi penyakit sosial di negara-negara berkembang dan sangat sulit diberantas.

Untuk melakukan pemberantasan korupsi ternyata juga sangat banyak hambatannya. Makanya, bagaimanapun kerasnya usaha yang dilakukan oleh pemerintah melalui lembaga-lembaga negara ternyata korupsi juga tidak mudah dikurangi apalagi dihilangkan. Bahkan bisa dinyatakan bahwa korupsi tidak akan pernah bisa untuk dihilangkan. Kenyataannya memang tidak ada suatu negara didunia ini yang memiliki indeks persepsi korupsi (IPK) yang berbeda di dalam angka mutlak 10, paling banter adalah mendekati angka mutlak tersebut.

Sejarah korupsi  memang setua usia manusia. Ketika manusia mengenal relasi sosial bebasis uang atau barang, maka ketika itu sebenarnya sudah terjadi yang disebut korupsi. Hanya saja memang kecanggihan dan kadar korupsinya masih sangat sederhana. Akan tetapi sejalan dengan perubahan kemampuan manusia, maka cara melakukan korupsi juga sangat variatif tergantung kepada bagaimana manusia melakukan korupsi tersebut. Jadi, semakin canggih manusia merumuskan rekayasa kehidupan, maka semakin canggih pula pola dan model korupsinya.

Untuk menemukan penyebab korupsi, maka saya ingin menggunakan konsep Alfred Schutz tentang because motive atau disebut sebagai motif penyebab. Di dalam konsepsi ini, maka dapat dinyatakan bahwa tindakan manusia ditentukan oleh ada faktor penyebabnya. Maka seseorang melakukan korupsi juga disebabkan oleh beberapa faktor penyebab. Faktor penyebab itulah yang sebagai motif eksternal penyebab tindakan. 

Ada dua faktor utama penyebab korupsi, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal penyebab korupsi, sebagai berikut :

1. Faktor Internal 

Faktor Internal Merupakan penyebab korupsi yang datang dari diri pribadi seseorang. Hal ini biasanya ditandai dengan adanya sifat manusia yang dibagi menjadi dua aspek, yaitu :

a. Berdasarkan aspek perilaku individu

  • Sifat tamak/rakus
    Sifat ini merupakan sifat manusia yang merasa selalu kurang dengan apa yang telah dimilikinya atau bisa juga disebut dengan rasa kurang bersyukur. Orang yang tamak memiliki hasrat untuk menambah harta serta kekayaannya dengan melakukan tindakan yang merugikan orang lain seperti korupsi.

  • Moral yang kurang kuat
    Orang yang tidak memiliki moral yang kuat tentunya akan mudah tergoda melakukan perbuatan korupsi. Satu di antara penyebab korupsi ini merupakan tonggak bagi ketahanan diri seseorang dalam kehidupannya. Bila seseorang memang sudah tidak memiliki moral yang kuat atau kurang konsisten bisa menyebabkan mudahnya pengaruh dari luar masuk ke dirinya.

  • Gaya hidup yang konsumtif
    Gaya hidup tentunya menjadi satu di antara penyebab korupsi yang disebabkan oleh faktor eksternal. Bila seseorang memiliki gaya hidup konsumtif dan pendapatannya lebih kecil dari konsumsinya tersebut, hal ini akan menjadi penyebab korupsi. Tentunya hal ini erat kaitannya dengan pendapatan seseorang.

b. Berdasarkan aspek sosial

Berdasarkan aspek sosial bisa menyebabkan seseorang melakukan tindak korupsi. Hal ini bisa terjadi karena dorongan dan dukungan dari keluarga, walau sifat pribadi seseorang tersebut tidak ingin melakukannya. Lingkungan dalam hal ini memberikan dorongan untuk melakukan korupsi, bukannya memberikan hukuman.

2. Faktor Eksternal 

Faktor eksternal penyebab korupsi lebih condong terhadap pengaruh dari luar di antaranya bisa dilihat dari beberapa aspek  :

  • Aspek sikap masyarakat terhadap korupsi
    Penyebab korupsi dalam aspek ini adalah ketika nilai nilai masyarakat kondusif untuk terjadinya korupsi. Masyarakat tidak menyadari bahwa yang paling rugi atau korban utama ketika adanya korupsi adalah mereka sendiri. Selain itu, masyarakat kurang menyadari kalu mereka sedang terlibat korupsi. Korupsi tentunya akan bisa dicegah dan diberantas bila ikut aktif dalam agenda pencegahan dan pemberantasan korupsi tersebut. Untuk itu, diperlukan adanya sosialisasi dan edukasi tentang kesadaran dalam menanggapi korupsi ini bagi masyarakat.

  • Aspek ekonomi
    Aspek ekonomi hampir mirip dengan perilaku konsumtif pada faktor internal. Bedanya, di sini lebih tertekan kepada pendapatan seseorang, bukan kepada sifat konsumtifnya. Dengan pendapatan yang tidak mencukupi, bisa menjadi penyebab korupsi dilakukan seseorang.

  • Aspek politis
    pada aspek politis, korupsi bisa terjadi karena kepentingan politik serta meraih dan mempertahankan kekuasaan. Biasanya dalam aspek politis ini bisa membentuk rantai-rantai penyebab korupsi yang tidak terputus dari seseorang kepada orang lainnya.

  • Aspek organisasi
    Dalam aspek ini, penyebab korupsi bisa terjadi karena beberapa hal, seperti kurang adanya keteladanan kepemimpinan, tidak adanya kultur organisasi yang benar, kurang memadainya sistem akuntabilitas yang benar, serta kelemahan sistem pengendalian manajemen dan lemahnya pengawasan.

Kasus Korupsi Di Indonesia 

  • Surya Darmadi Rp 78 Triliun
    Bos dari produsen minyak merek palma, Surya Darmadi, awal bulan ini resmi ditetapkan oleh Kejaksaan Agung sebagai tersangka terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang yang merugikan negara hingga Rp 78 triliun. Surya Darmadi merupakan pemilik PT Darmex Group / PT Duta Palma yeng merupakan produsen minyak goreng merek Palma. Surya bersama Bupati Indragiri Hulu periode 1999-2008 Raja Thamsir Rachman terjerat kasus korupsi dalam kegiatan pelaksanaan yang dilakukan oleh PT. Duta Palma Group di Kabupaten Indragiri Hulu. Jaksa Agung ST Burhanuddin menyatakan kerugian negara tersebut timbul akibat penyalahgunaan izin lokasi dan izin usaha perkebunan di kawasan Indragiri Hulu atas lahan seluas 37.095 hektar.
    Kasus ini merupakan pengembangan dari perkara yang menjerat eks Gubernur Riau Annas Maamun dan kawan-kawan yang ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan suap alih fungsi lahan pada september 2014. Akhir bulan lalu, Majelis Hakim Tipikor di Peradilan Negeri Pekanbaru memvonis Annas 1 tahun penjara dan denda Rp 100 juta. Ini memecahkan rekor korupsi dengan nilai terbesar sepanjang sejarah, Surya Darmadi tentu bukan pengusaha kroco. Dirinya bahkan sempat tercatat sebagai orang terkaya ke-28 di Indonesia versi majalah Forbes tahun 2018 dengan kekayaan Rp 20,73 triliun ini di duga menyuap Annas Maamun dengan uang Rp 3 miliar untuk mengubah lokasi perkebunan milik PT Duta Palma menjadi bukan kawasan hutan.
    Saat ini Surya Darmadi telah kembali ke Indonesia dari sebelumnya berada di Taiwan dan harus mendekam selama 20 hari di rumah tahanan (Rutan) Salemba, terhitung sejak 15 Agustus hingga 3 September 2022 untuk menjalani penyelidikan lanjutan. Kejaksaan Agung tengah memeriksa tiga orang saksi yang terkait dalam perkara PT Duta Palma Group. Ketiga orang saksi yang diperiksa yaitu, HH selaku Marketing Supervisor PT Wanamitra Permai. Saksi kedua, yaitu AD selaku Direktur PT Wanamitra permai dan saksi ketiga, yaitu TTG selaku  Direktur PT Palma Satu, PT Panca Agro Lestari, dan PT Seberinda Subur.

jack-bologne-647793dd8221991d5b3ffca2.png
jack-bologne-647793dd8221991d5b3ffca2.png

Korupsi Menurut Jack Bologne (Jhon Peter)

Menurut Jack Bologne, korupsi disebabkan karena adanya keserakahan (Greed), kesempatan (Opportunity), kebutuhan (Needs), dan pengungkapan (Expose). Teori penyebab korupsi ini dikenal dengan istilah GONE. Ketamakan adalah sikap ketidakpuasan yang ditimbul pada diri seseorang terhadap harta kekayaan yang dimiliki, sehingga menginginkan kekayaan yang lebih lagi. Peluang dan kesempatan (Opportunities) berkaitan dengan akses yang ada sehingga terbuka jalan bagi seseorang untuk melakukan korupsi, meski sebenarnya mungkin tidak ada niat dari individu untuk melakukannya, tetapi dengan adanya kesempatan, ada pilihan baginya untuk melakukan korupsi. Kebutuhan (Needs) berkaitan dengan keinginan dari manusia untuk memperoleh kehidupan yang wajar atau bahkan melebihi dari yang seharusnya, karena tidak merasa cukup. Ketamakan atau keserakahan ini perpotensi dimiliki oleh setiap orang dan sangat berkaitan dengan para koruptor (orang yang melakukan korupsi). Penguakan atau penyingkapan (Exposure) berkaitan dengan tindakan atau konsekuensi yang akan dihadapi pelaku jika telah diketahui melakukan  penyimpangan atau korupsi. Faktor Ketamakan dan kebutuhan berhubungan dengan pelaku, sedangkan faktor peluang dan penguakan berhubungan dengan pihak yang dirugikan (Setiawan et al., 2020).

GONE Theory

  • Keserakahan (Greed)
    Keserakahan merupakan berkaitan dengan adanya perilaku serakah yang secara potensial ada dalam diri setiap orang (Bologna, 1993). Keserakahan akan menuntut seseorang untuk memenuhi kebutuhan dengan berlebihan. Menurut Sarna, Keserakahan adalah keinginan yang berlebihan untuk memperoleh atau memiliki lebih dari apa yang dibutuhkan atau diinginkan, terutama berkenaan dengan kekayaan material. Menurut Simanjuntak (2008), keserakahan berhubungan dengan moral seseorang. Menurutnya semua orang berpotensi untuk berperilaku serakah karena pada umumnya manusia itu mempunyai sifat yang tidak pernah puas. Jadi kecurangan muncul karena keserakahan dalam diri seseorang.

  • Kesempatan (Opportunity)
    Kesempatan merupakan faktor yang berhubungan dengan organisasi sebagai korban pembuatan kecurangan (disebut juga faktor generik/umum). Menurut Albrecht dkk.(2012:34) kesempatan adalah sebuah situasi yang memungkinkan seseorang untuk dapat melakukan kecurangan dan menghindari risiko tertangkapnya seseorang tersebut akibat melakukan kecurangan. Seseorang akan melakukan tindakan fraud ketika mereka memiliki kesempatan. Kesempatan ini bisa berupa sistem pengendalian yang lemah. Ketika suatu organisasi memiliki pengendalian yang lemah, pelaku fraud akan memiliki kesempatan untuk melakukan tindakan kecurangan.

  • Kebutuhan (Need)
    Kebutuhan merupakan faktor yang berhubungan dengan individu pelaku kecurangan. Bologna (1993) menayatakan bahwa kebutuhan merupakan faktor yang berhubungan dengan perilaku yang ada pada diri seseorang. Kebutuhan biasanya terjadi apabila adanya suatu desakan yang mengharuskan seseorang mahasiswa mendapatkan nilai sempurna. Desakan ini dapat berasal dari lingkungan keluarga ataupun dari lingkungan kampus. Menurut Maslow (1943), menyatakan bahwa "manusia di motivasi untuk memenuhi sejumlah kebutuhan yang melekat pada diri setiap manusia yang cenderung besifat bawaan".

  • Pengungkapan (Exposure)
    Pengungkapan merupakan faktor yang berhubungan dengan organisasi sebagai korban pembuatan kecurangan (disebut juga faktor generik/umum). Pengungkapan adalah berkaitan dengan tindakan atau konsekuensi yang dihadapi pelaku kecurangan apabila pelaku ditemukan melakukan kecurangan. Menurut Bologna (1993) menyatakan bahwa pengungkapan adalah faktor yang berhubungan dengan organisasi sebagai korban tindakan kecurangan. Pengungkapan ini tidak dapat menjamin tidak terulangnya kecurangan oleh pelaku kecurangan yang sama atau pelaku lain. 

robert-klitgaard-647793fa82219912ce3bbfa3.png
robert-klitgaard-647793fa82219912ce3bbfa3.png

Korupsi Menurut Robert Klitgaard

Penyebab korupsi menurut Robert Klitgaard disingkat dengan istilah CDMA, yaitu Corruption, Directionary, Monopoly dan Accountability. Kekuasaan dan monopoli yang tidak diimbangi dengan akuntabilitas akan memunculkan sikap serakah. Dengan kekuasaan dia bisa memonopoli apapun dan tidak memperdulikan perihal kualitas kerja. Baginya apa saja yang dilakukannya didasarkan kekuasaan. Anak buah yang membantunya biasanya menjuluki dengan pemimpin tangan besi yang rakus. Namun bagi anak buah yang dekat justru membuat mereka bisa menekankesegala sektor untuk memuaskan nafsu pemimpinnya sekaligus memuaskan nasfsunya dan memanfaatkan "aji mumpung". Teori ini mendalami pemimpin atau penguasa yang memiliki karakter dictator dan haus akan harta dan kekuasaan

Mengidentifikasi tiga elemen kunci yang menyebabkan terjadinya korupsi, yang dikenal sebagai "Formula Klitgaard" :

  • Monopoli Diskresi : Korupsi cenderung muncul ketika seseorang individu atau kelompok memiliki kekuasaan atau kewenangan yang terpusat dan mereka dapat mengambil keputusan yang mempengaruhi alokasi sumber daya dan manfaat publik. Semakin besar monopolo diskresi, semakin besar resiko terjadinya korupsi.
  • Insentif : Insentif merujuk pada ganjaran atau imbalan yang diperoleh oleh individu atau kelompok yang terlibat dalam tindakan korupsi. Jika manfaat pribadi yang diperoleh dari tindakan dalam korupsi akan lebih besar daripada resiko yang dihadapi, maka dorongan untuk terlibat dalam korupsi akan lebih kuat.
  • Kendali Akuntabilitas : Kendali akuntabilitas berkaitan dengan sejauh mana individu atau kelompok yang memiliki kewenangan harus bertanggung jawab atas tindakan mereka dan terbuka terhadap pengawasan publik. Semakin kuat kendali akuntabilitas, semakin sulit bagi pelaku korupsi untuk melakukan tindakan yang tidak etis.

Robert Klitgaard juga menekankan pentingnya menerapkan strategi anti-korupsi yang berfokus pada mempengaruhi ketiga elemen ini. Misalnya, dengan mengurangi monopoli diskresi, mengurangi insentif untuk melakukan korupsi dan memperkuat kendali akuntabilitas dapat membantu mengurangi tingkat korupsi dalam suatu sistem. Pendekatan Klitgaard ini telah menjadi dasar bagi banyak upaya penaggulangan korupsi  di seluruh dunia dan telah memberikan kontribusi penting dalam pemahaman dan perencanaan program anti-korupsi.

Metode penanganan korupsi yang disodorkan Robert. yaitu, Jaksa Agung menyatakan bahwa Kejaksaan menerapkan dua metode tersebut secara bersamaan. Namun begitu, Kejaksaan juga memiliki strategi tersendiri yakni memfokuskan diri pada tempat-tempat yang rawan terjadinya korupsi. Strategi inilah yang dijalankan Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Timtastipikor). Jadi, BUMN-BUMN besar, Dirjen Bea Cukai, Dirjen Pajak. Itu memang diberi perhatian khusus, jelas Jaksa Agung.

Sementara itu, Jampidsus Hendarman Supandji cenderung lebih menyukai metode penanganan kasus-kasus besar. Hendarman berpendapat penanganan kasus besar akan memunculkan sosok therapy (terapi kejut, red) terhadap para pelaku koruptor lainnya. Yang saya inginkan itu, saya hantam 'big fish' yang lain tiarap, tegas Hendarman yang juga ketua Timtas Tipikor.

Ditengah gunjingan sejumlah kalangan terhadap upaya pemberantasan korupsi di Indonesia yang tidak kunjung membaik, ternyata ada juga yang mengeluarkan pujian. Tidak tanggung-tanggung pujian tersebut keluar dari mulut Prof. Robert Klitgaard, seorang peneliti sekaligus pakar pemberantas korupsi, dalam acara ceramah umum 'Membasmi Korupsi' di Sasana Pradana, Kejaksaan Agung. Sebelumnya Robert juga telah memberikan ceramah dihadapan sejumlah anggota Kebinet Indonesia Bersatu di Istana Negara.

Saya senang melihat kemajuan yang telah kalian (Indonesia, red) capai. Saya yakin dalam kurun 2-4 tahun lagi kemajuannya akan lebih pesat lagi sehingga kondisi Indonesia menjadi lebih baik, demikian disampaikan Robert dihadapan Jaksa Agung, Para Jaksa Agung Muda, dan Para Jaksa Penuntut.

Robert yang berkewarganegaraan Amerika Serikat memandang Indonesia sedikit demi sedikit telah berhasil membangun suatu tata pemerintahaan yang baik dan bebas korupsi (good governance). Kondisi ini lanjutnya, secara tidak langsung merupakan buah dari semakin kondusif iklim demokrasi di Indonesia. Dengan nada optimis, Robert bahkan memprediksi dalam ukuran 4-8 tahun, Indonesia nantinya akan menjadi contoh bagi dunia sebagai negara yang berhasil mewujudkan good governance. 

Robert Klitgaard mengatakan korupsi bisa di definisikan sebagai penyalahgunaan jabatan untuk keuntungan pribadi. Jabatan tersebut bisa merupakan jabatan publik, atau posisi apapun di kekuasaan, termasuk di sektor swasta, organisasi nirlaba, bahkan dosen di kampus. Korupsi menurut Klitgaard berbentuk penyuapan dan pemerasan.

Dari penjelasan tersebut di atas, korupsi pada dasarnya memiliki lima komponen, yaitu :

1. Korupsi adalah suatu perilaku

2. Ada Penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan

3. Dilakukan untuk mendapatkan kepentingan pribadi atau kelompok

4. Melanggar hukum atau menyimpang dari norma dan moral

5. Terjadi atau dilakukan di lembaga pemerintah atau swasta

Dari penjelasan tersebut di atas, maka antikorupsi menjadi sebuah antitesis. Pengertian antikorupsi adalah semua tindakan, perkataan, atau perbuatan yang menentang korupsi dan segala macam bentuknya.

Cara Untuk Menumbangkan Korupsi 

Bagaimana jika orang-orang di atas itu sendiri korup? Ketika Korupsi telah menjadi sistemik, itu menyerupai kejahatan terorganisir. Ia memiliki sistem perekrutan dan hierarki pararelnya sendiri, tentang penghargaan dan hukuman, tentang kontrak dan penegakan. Sistem pararel ini memiliki beberapa  kelemahan yang melekat. Misalnya, tidak ada negara di dunia yang melegalkan penyuapan dan pemerasan. Oleh karena itu, mereka harus dirahasiakan dan uang yang diperoleh harus disembunyikan. Anggota baru tidak dapat direkrut secara terbuka. Mekanisme penegakannya tidak sah.

Bagaimana sistem yang korup ini dapat di tumbangkan? Jelas tidak bisa mengandalkan anggota kejahatan terorganisir untuk membersihkan diri. Sebaliknya, kita harus menganalisis sistem yang korup dan bertanya, "Bagaimana mereka bisa digoyahkan?" Siapakah "kita"? itu bisa presiden baru dan timnya, atau walikota baru ataupun kepala perusahaan publik. Tapi bisa juga anda dan saya sebagai anggota masyarakat sipil. Di seluruh dunia kita melihat contoh-contoh baru aktivisme warga, kelompok bisnis yang masuk ke dalam, "pakta intelektual", para intelektual, jurnalis, dan pemimpin agama melampaui ceramah dan khotbah untuk menganalisis sistem yang korup dan bekerja sama untuk menumbangkannya.

Misalnya, satu sistem pembangunan jalan yang korup (di negara yang tidak bebas saya sebutkan) melibatkan senator, eksekutif pemerintah, dan pebisnis utama. Sistem tersebut mencakup banyak "pekerjaan darurat" yang dibiarkan tanpa persaingan dengan harga 30 persen lebih dari pada penawaran pekerjaan secara kompetitif. Biaya tambahan dibagikan secara korup. Sistem ini tidak melibatkan senator, semua penjabat pemerintah atau semua pebisnis. Dengan bantuan tim analis, sistem korup dianalisis. Gaya hidup beberapa senator dan pejabat korup didokumentasikan. Akhirnya, hasilnya dipublikasikan di pers dan internasional. Sistem yang korup tidak dapat menahan cahaya dan segera tokoh-tokoh kuncinya dipenjara.

Mereka yang ingin memerangi korupsi sistemik akan memobilisasi orang dengan cara yang sama. Bersama-sama mereka dapat menganalisis sistem korup dan mendokumentasikan gaya hidup yang jauh dari proporsi gaji resmi dan bersama-sama, mereka dapat menumbangkan kejahatan terorganisir dan korupsi.

Semua poin ini bearti bahwa perang melawan korupsi sistemik harus fokus pada sistem daripada individu. Korupsi adalah kejahatan perhitungan dan mengenai hal senditif ini, kita harus berada di posisi yang tepat.

Dari kesimpulan korupsi ini, bahwa dukungan moral dari lingkungan sekitar sangat dibutuhkan untuk menghadapi keraguan dan ketakutan yang muncul setelah keputusan penting akan diambil oleh seseorang karena keputusan untuk berubah akan dihadapi oleh ketakutan. Untuk itu orang yang akan mengambil keputusan penting dalam hidupnya perlu terus dihadapi oleh pesan yang mengatakan bahwa keputusan dibuat untuk suatu tindakan yang benar. Untuk bisa menjadi agen perubahan yang efektif, maka seseorang harus mampu memberikan dorongan yang cukup untuk orang lain mencoba perilaku yang berangkat dari cara berpikir biasa, menghindari membuat tawaran yang orang tidak bisa menolak. Selama mungkin untuk mengadopsi keyakinan yang mendukung apa yang mereka lakukan, semakin besar usaha yang terlibat dalam bertindak dengan cara ini, maka semakin besar kesempatan bahwa sikap mereka akan berubah untuk menyesuaikan tindakan mereka. Pemahaman semacam itu akan meningkatkan kemungkinan bahwa sikap sama akan bergeser ke konsisten dengan tindakannya.

Daftar Pustaka


Winda P. D Restya & Hanna Amalia,. Corrupt Behavior In A Psychological Perspective. Asia Pacific Fraud Journal, 2019.

Klitgaard Robert, 2015. Controlling Corruption The Regents of the University of California. All rights reserved.

Klitgaard, R (1998). Internasional Cooperation Against. Finance &  Development, 35(1), 3-6

Irfan Setiawan, Christin Pratami Jesaja, Analisis Perilaku Korupsi Pemerintah Di Indonesia (Studi Pada Pengolahan Bantuan Sosial Di Era Pandemi Covid-19). Jurnal Media Birokasi, 2022

Intan Wahyuningsih. Jurnal "Analisis Pengaruh Gone Theory, Integeritas, dan Religiusitas Terhadap Academic Fraud"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun