Nah, jadi solusi SFC ini yang paling jangka pendek adalah cari investor yg kuat. Yang ikhlas untuk bangun sumsel. Bukan yang cuma menggugurkan kewajiban dan kongkalikong dengan pejabat. Untuk semua sektor bukan cuma urusan bola. Dan juga bukan korporat yang cuma mau investasi kalau gubernur jagoannya di pilkada menang. Kan ini sama saja gak selesai. Pilkada berikutnya ganti gubernur ganti manajemen ujung-ujungnya. Ngambek gak kepilih lagi, SFC jadi korban.
Solusi jangka panjangya? PSSI mesti benahi sistem, agar investor tak sungkan kasih saham untuk klub bola di Indonesia. Baik itu sistem kompetisi, sistem pembiayaan, dan sistem pembinaan.
Gak bisa? Ya udah sini gue aja jadi ketua umum PSSI.
**
Saya sekedar muncul sebagai warga biasa, wong kito yang katonyo sedulur galo. SFC itu tak bisa lepas dari peran fans, supporter, dan animo masyarakat. Anggaplah yang protes ke SFC itu, walopun bukan orang manajemen atau pengurus merchandise, setidaknya bagian dari warga pecinta SFC. Jadi punyo hak buat bicara.
Padahal, dua minggu lalu, kami masih yakin SFC bisa jadi kampiun. Sesuai jargon kito, #KitoPacak. Tapi, kabar bedebis pemain banyak dilepas, gaji tetunggak, dan adanya tendensi politis di tubuh manajemen, telah melululantahkan harapan fans.
Fans murka. Venue Asian Games jadi korban. Ini salah. Tapi kesalahan manajemen dan PSSI yang telah menahun dan mengakar tak bisa impas hanya karena fans ngamuk.
Sekarang, cukup berharap SFC idak terdegradasi bae lah jadilah. Tausah nak lebih.
Oke, begitulah. Salam ta'zim kepada mafia bola sekalian.[]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H